Semuanya terkejut tak main, termasuk kami. Semuanya hanya bisa menangis dan tidak bisa berbuat apapun … Sebelumnya, aku bersama kak Bika tak sabar untuk menonton teater yang akan diselenggarakan di kota ini. “Ini Blora tiketmu, jangan hilang ya” kakak memberi tiket teater itu padaku.
Teater satu ini berjudul “Tragedi” apalagi salah satu pemerannya adalah idolaku. Dengan pemeran seorang suster, pasien, dan pemeran lainnya. Menceritakan tentang kisah sedih seorang pasien yang bekerja keras untuk bertahan hidup.
Esoknya, hari yang kutunggu akhirnya tiba. Karena teater dimulai siang hari, kami memutuskan untuk ke suatu tempat dan membeli minuman. Sementara Kakak pergi untuk membeli minuman, aku menunggunya dan duduk di bangku taman, tak jauh dari toko minuman itu.
Di sebelahku, datanglah seorang pemuda yang berbau alkohol duduk dan menghisap rok*knya. Wajahnya yang menunjukkan raut tertekan seperti ada banyak beban hidup yang dipikulnya. Ia berambut panjang, berkacamata hitam, mengenakan topi, dan memakai pakaian tebal. Heran melihatnya memakai pakaian tebal di cuaca panas seperti ini dan mulai bertanya pada pria itu alasannya dan mungkin sedikit menghiburnya. Namun, apa yang aku dapat bukanlah jawaban melainkan pelampiasan. Ia kesal dan membentak, “aarrghh… Aku sedang berpikir, kau menggangguku!” Kemudian pria itu pergi dengan marah, aku hanya terkejut mendapat respon yang tak terduga darinya, seharusnya aku waspada terhadapnya saat itu.
Tak lama, kakak datang dengan terburu buru sambil membawa minumannya. “Blora, ayo teaternya akan dimulai” Kakak menghela nafasnya sambil bercucuran keringat. Aku membantu membawa beberapa kantong minuman, sambil menceritakan apa yang terjadi di taman.
“Kakak, tadi ada pria aneh di taman…” kataku. “Maksudmu?” “Hmm, ia berambut panjang, pakai kacamata hitam dan topi-” “Yaampun, aneh gimana, banyak orang pakai topi di cuaca panas. Wajar dong!” “Bukan itu, dia berpakaian tebal apalagi di siang kan panas begini, bukannya aneh lalu aku bertanya, dia malah marah dan pergi begitu saja” “Mungkin dia kurang sehat, ayo sebentar lagi mau mulai teaternya”
Aku dan kakak segera berjalan cepat menuju tempat teater. Hingga kami sampai di arena panggung yang begitu besar dan ramai disana. Teater pun dimulai dengan seorang wanita pucat yang tengah berjalan mendorong gerobak besar, dengan suasana sedih. Oh, dialah idolaku, kemampuan beraktingnya tidak perlu diragukan. Kemudian dilanjutkan dengan wanita itu yang semakin lelah membawa gerobaknya dan jatuh tak sadarkan diri dengan dramatis dan dibawa ke rumah sakit.
Teater berjalan normal. Wanita itu dibaringkan di ranjang rumah sakit dengan wajah yang begitu pucat. Hingga masuklah seorang pemeran. Tapi beberapa penonton, termasuk kak Pira menyadari ada yang janggal. Pemeran itu belum pernah ia lihat dan berbeda dengan daftar pemeran teaternya. Lalu ia melakukan hal yang gila, ia mengeluarkan sesuatu dari bajunya dan menikam wanita itu! Semua penonton terkejut tak main, tapi ada beberapa yang beranggapan bahwa itu termasuk bagian dari teater itu. Tapi, aku segera menyadari bahwa itu bukan bagian alur dari teater itu.
Semua Pemeran lain syok dan berusaha menghentikan Pemeran itu. Pemeran itu, ialah pria yang ada di taman siang tadi, dia bukan pemeran teater. Pria itu segera menodongkan pisau pada pemeran lainnya dan mengancam mereka. Ia juga mengancam penonton lain “nyawa kalian tidak akan selamat seperti wanita itu, jika kalian melapor dan juga kau bocah!” Ia menatapku dengan tatapan tajam.