Sinar mentari mulai merangkak menyentuh kaki-kakiku yang kini terasa hangat bersamaan dengan sayup-sayup kudengar seseorang memanggil namaku, “Nero, ayo bangunlah.. kita harus melanjutkan perjalanan kita” ucap suara itu, aku mencoba membuka mataku. Seorang perempuan seumuranku dengan rambut silver seleher dan mata yang berwarna serupa terus mengguncang badanku, “Ugh.. diamlah, aku sudah bangun ini” keluhku, “Cepatlah! Aku sudah tak sabar” gerutunya, “Oke, ayo berangkat!” ucapku penuh semangat.
Kami pun melanjutkan perjalanan yang sudah ditempuh sejak beberapa hari yang lalu. Sebuah perjalanan yang kami inginkan untuk menemukan sesuatu. “Nero, sepertinya kita menemukan pemukiman lagi” tunjuknya “Kau benar, aku tak tau jika jaraknya tak jauh dari Hutan tadi, jika aku mengetahuinya lebih baik kita bermalam di pemukiman itu” ucapku, “Tidak bisa, kita harus menyamar” elaknya. Sshhh… kami merubah warna rambut kami menjadi coklat kehitaman sama seperti penduduk di pemukiman tersebut, lalu berjalan dalam kerumunan orang tanpa harus dicurigai.
“Huhu.. huhu.. hiks.. hiks..” terdengar samar-samar suara tangis anak kecil. Aku mencoba mencari sumber suara. Di ujung jalan yang sepi, di sela-sela bangunan tua, kudapati seorang anak kecil menangis tersedu-sedu. “Frost! Kemarilah!” teriakku pelan kepada perempuan yang masih melihat-lihat sekitar. Ia segera berlari ke arahku, “Lihatlah, ia terluka” kataku. “Ada apa gadis kecil?” tanyaku pada anak kecil yang menangis, “Hiks.. kakiku.. hiks.. sakit, huu.. hu..” rintihnya sesenggukan, cairan merah mengalir dari luka di lututnya, “Aku akan mengobatimu” ucapku “Tapi, kau harus menutup matamu terlebih dahulu” lanjutku, “Kenapa?” tanyanya “Um.. karena.. ini surprise” jawabku asal. Aku tak ingin manusia mengetahui tentang kami, mereka akan berusaha membuat kami menjadi kelinci percobaan mereka atau membunuh kami tanpa perasaan. “Surprise? Aku suka itu!” ujarnya dengan suaranya yang riang.
Segera, setelah ia menutup mata dengan kedua tangannya, energi dalam diriku yang dapat mengendalikan air mulai memfokuskan air yang ada di kolam tak jauh dari tempat kami perlahan melayang ke arah luka di kaki anak kecil tadi, dan.. sembuh tanpa bekas luka sedikit pun. “Kau bisa membuka matamu gadis kecil” perintahku, “WOW! Terima kasih kakak, ini sempurna!” jawabnya riang.
Aku dan Frost mulai meninggalkan pemukiman dan bergerak melanjutkan perjalanan yang masih jauh. “Itu mereka! Tangkap mereka!” terdengar suara keributan dari kejauhan yang mengalihkan pandangan kami menuju sumber suara. Syuu.. sebuah anak panah melayang ke arah kami, untung saja masih sempat menghindar. Jarak sekitar 100 meter dari tempat kami berdiri, segerombolan orang ramai lengkap dengan senjata yang tertenteng di tangan. “Dasar kalian alien jahat yang menghancurkan manusia dengan sikap manis” teriak salah satu dari mereka “Bunuh mereka!” sahut yang lain, “Tunggu, kami bukan alien atau apalah itu dan tentunya kami juga bukan orang jahat” elakku membela diri “Omong kosong!” teriak mereka tak menghiraukanku. “Sudahlah lebih baik kita menghindaar saja, tak ada gunanya dijelaskan dengan kata-kata” ucap Frost yang menarik tanganku untuk lari. Namun segerombolan lain telah siap menghadang jalan kami.
Kami terkepung, “Bagaimana ini Frost? Kenapa bisa jadi begini?” tanyaku panik “Aku tak tau, kemungkinan gadis kecil tadi tanpa disadari adalah penyebabnya” ucap Frost, “Apa?” tanyaku tak percaya “Lupakanlah, sekarang lebih baik menghindar saja untuk sementara waktu, jangan sampai menggunakan kekuatan ‘itu’ ”jelas Frost, aku mengangguk. Ribuan serangan tanpa henti menghujaniku. Aku terus menghindar dan sebisa mungkin bertahan. Sebilah pedang mengenai lenganku, cairan biru bening mengalir perlahan dari luka itu, “Nero, lenganmu!” ucap Frost panik “Aku tak apa, mereka tak akan menyadari darah ini. Tetap pedulikan dirimu!” balasku.
Aku tak mempunyai senjata, hanya bisa menghindar dan tetap sadar agar warna rambutku tak kembali ke warna semula. Sulit untuk selalu menghindari serangan, tubuhku serasa tak akan sanggup bertahan lagi. Sebilah pedang mengarah langsung ke wajahku, oh tidak, sepertinya aku tak bisa menghindari ini. KLANG! “Bertahanlah! Tetap sadar, warna rambutmu mulai kembali ke semula” seorang laki-laki yang entah datang dari mana menahan serangan yang tadi mengarahku, siapa dia? “Berlindung di belakangku!” teriaknya, aku menurut. Kuperhatikan laki-laki misterius itu, poni yang menutupi mata kanannya menambah kesan misterius padanya. Gerakan pedangnya sangat indah dan di lain waktu menjadi sangat cepat hingga tak dapat kulihat gerakannya.
Dari kejauhan, terlihat Frost sedang bertarung dengan menggunakan pengait yang sepertinya ia buat menggunakan ‘itu’, energi esnya, ah akhirnya ia menggunakan ‘itu’. Hanya dalam waktu beberap menit, semua telah ditumpaskan oleh laki-laki misterius, lawan Frost pun kabur dengan sendirinya.
“Kau tak apa?” tanya laki-laki misterius “Tak apa, terima kasih telah menolongku” jawabku, “Siapa dia Nero?” tanya Frost yang berjalan menghampiriku, aku hanya mengangkat bahu. “Kau tak tau siapa aku, Nero?” tanya laki-laki misterius dengan wajah bingungnya “Aku tak tau, dan bagaimana kau tau namaku?” tanyaku balik “Hm.. mungkin karena ini” ucapnya mengangkat poninya hingga terlihat jelas wajahnya “MAO? Kau benar-benar Mao?” tanyaku tak percaya saat kulihat mata kanannya terdapat simbol tetesan air berwarna biru tua tepat pada lensa matanya “Siapa Mao?” tanya Frost bingung “Dia! Manusia yang sering aku ceritakan itu” jelasku “Oh! Teman masa kecilmu dulu?” tanya Frot heboh, aku mengagguk tak kalah heboh. “Kenalkan Mao, ini Frost, anak dari teman mamaku” ucapku memperkenalkan “Dan Frost, ini Mao, Hayama Otoyashi” lanjutku menghadap Frost yang sedang membalut lukaku.
“Terima kasih atas bantuanmu, Mao” ucapku tersenyum. Kami sudah jauh dari pemukiman tadi. “Tidak Nero, ini memang sudah sudah seharusnya dilakukan teman” jawab Mao, “Walaupun begitu aku sungguh berterima kasih, sekarang kami akan melanjutkan perjalanan lagi” jelasku “Apa tentang ‘sesuatu itu’?” tanya Mao “Kau benar, aku ingin tau” jawabku “Maka aku harus ikut dengan kalian” kata Mao “Itu juga sepertinya berhubungan denganku” lanjut Mao, aku diam berpikir. “Tunggu dulu, sesuatu itu? Apa maksudmu?” tanya Frost “Mao tau tentang ‘sesuatu itu’. Kami kenal sudah sangat lama, jadi tak heran jika Mao tau karena dulu kami pernah membiarakan tentang ‘sesuatu itu’ dan apa kau lihat tanda tetes air di lensa mata kanannya? Itulah yang selama ini kami coba cari tau” jelasku pada Frot “Kau benar, tanda itu mirip dengan milikmu” ucap Frost. Kami bertiga akhirnya memutuskan untuk berjalan lagi menuju Gunung Oxafados sebagai tujuan terakhir.
Terkadang aku sempat berpikir bahwa aku dan Mao adalah saudara karena mata kanannya yang sama seperti kedua mataku, namun jika kami saudara mengapa hanya itu yang sama? Mao lebih kuat, lebih lincah, dan lebih cepat gerakannya dibandingkan aku. Aku bisa mengendalikan air hanya untuk pengobatan, tidak yang lain. Tak seperti Frost yang bahkan bisa membuat senjata menggunakan kekuatan esnya. Dan Mao, ia adalah seorang jago pedang, sedangkan aku? Kurasa di sini aku hanya akan menjadi beban bagi mereka berdua, apa yang harus kulakukan?.
“Kita sudah sampai, namun sebaiknya kita bermalam dulu di sini. Hari sudah mulai gelap” ucap Mao membuyarkan lamunanku “Jangan! kita harus mendakinya saat ini juga menurut buku harian itu” cegahku “Tapi ini mulai gelap” ucap Mao “Tunggu, seharusnya sudah da..” kata-kataku terputus saat terdengar suara langkah kaki. “Nero!” panggil seorang laki-laki berambut jingga menyala dan warna mata serupa, ia berjalan menuju kami. “Kalian sudah dari tadi?” tanyanya “Baru saja” jawabku “Kenapa dengan rambutmu dan Frost?” tanyanya lagi “Oh iya! Aku melupakan rambutku, kenapa kau tak memberi tau kami dari tadi Mao?” ucapku seraya mengalihkan pandangan ke arah Mao “Apa? dia Mao?” tanya laki-laki berambut jingga menyala “Iya, dia manusia yang sering aku ceritakan dulu” jelasku. “Hei Mao, hati-hati saat di dekatnya, rambutnya bisa membakarmu” bisik Frost “Hei! Apa maksudmu?! sekarang aku sudah bisa mengendalikan rambutku” sahut laki-laki berambut menyala tak terima, Mao hanya tertawa menyaksikan mereka berdua berdebat.
Tanpa basa-basi lagi, kami berempat mendaki gunung Oxafados dengan penerangan dari rambut Ghen. Jalannya tak seterjal yang kukira, tapi pepohonan di sini cukup lebat sehingga Ghen harus benar-benar mengendalikan rambut apinya agar tak membakar sekitar. Sesuai dengan petunjuk dari buku diary peninggalan mamaku, kami pun memasuki sebuah goa. “Di sini lebih dingin dari aura Frost” ucapku “Kau benar” Mao menimpali “Begitukah?” tanya Ghen. Sedingin apa pun lingkungan, tubuh Ghen bisa otomatis mengatur suhu di dalamnya agar selalu hangat, jika ia kedinginan rambut apinya akan padam. Dan Frost, mustahil ia merasa dingin karena darahnya salju itu sendiri.
Ujung goa masih belum ditemui walau kami telah berjalan cuup lama. Semakin lama semakin sempit hingga kami harus merangkak satu persatu untuk bisa melewati. “Apa itu?” tunjuk Mao pada sesuatu yang bercahaya keunguan di langit-langit, kami mendekat ke arah cahaya itu, dia bergerak melayang-layang, kami mengikuti sesuatu mirip orb keunguan itu. Dia bergerak perlahan, memasuki sebuah lubang di bagian bawah batang pohon besar tinggi yang menembus langit goa, lubang itu hanya cukup untuk satu orang.
Ruangan mulai melebar sehingga kami bisa berjalan tegak. Di tempat yang luas ini terdapat banyak tanaman merambat dan pohon-pohon yang brukuran sedang. Kami masih terus mengikuti orb bercahaya itu, hingga beberapa lama kemudian ia berhenti di depan sebuah pohon raksasa yang penuh dengan akar gantung, udara berubah menjadi sangat dingin mencekam, rambut api Ghen padam, salju mulai muncul di sekitar Frost, tubuhku hampir membeku, Mao mulai menggigil hebat, bersamaan semua itu orb tadi lenyap. Gelap, langit malam berhias bintang tak terliht. Sangat gelap dan dingin, kakiku telah berubah menjadi es, darahku terasa berhenti menglir, bagaimana ini? inikah akhirku? Aku belum bisa membantu teman-temanku, aku belum bisa menyelesaikan perjalanan ini, tapi bagaimana?
Cerpen Karangan: Neroyuant Blog: Neroyuant.blogspot.com Halo saya neroyuant, saya pemula dalam menulis tapi saya harap semoga saya bisa bisa konsisten dalam menulis. Terima kasih sudah membaca karya saya
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 25 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com