Suatu malam, aku sedang menikmati segelas teh di ruang tamu sambil menonton TV. Memasuki tegukan terakhir, tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Aku langsung mengambil HP untuk melihat siapa yang ada di depan pintu rumahku. Tak terbendung lagi rasa senangku melihat siapa yang datang ke rumahku malam-malam begini. Dengan cepat, aku langsung menuju ke pintu depan dan membukakan pintu.
“Eh, ngapain malam-malam ke sini?” tanyaku padanya. “Cuma mau berkunjung aja, boleh masuk?” ucapnya menunggu izin dariku untuk masuk.
Aku pun mengizinkannya masuk. Dia melepas sepatunya lalu duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Setelah dia duduk, aku pun duduk di sebelahnya. Aku baru menyadari bahwa dia baru saja pulang sehabis kerja di rumah sakit kota. Rupanya, dia sangat letih setelah bekerja keras sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Selain menjadi dokter, dia juga bekerja sebagai guru biologi di sekolah terdekat.
Oh ya, aku lupa memperkenalkan dia. Dia adalah tunanganku, Canaan Cercilia, biasa kupanggil Sela. Kami sudah berpacaran kira-kira 9 tahun sejak kelas 2 SMA. Selain imut dan cantik, ada segudang kelebihan dan kekurangan dalam dirinya yang sudah kuterima sepenuhnya. Sepertinya dia juga sudah menerimaku, terutama kekuranganku. Dulu, aku adalah anak yang sangat nakal hingga akhirnya dia datang dan menyadarkanku. Semenjak itu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjadi orang yang baik dan melindungi dirinya dari bahaya.
“Kenapa bengong sih? Lagi mikirin apa?” katanya sambil tertawa kecil. “Ngga, ngga ada kok.” “Oh ya, ini,” katanya sambil mengeluarkan kotak kecil dari tasnya dan memberikannya padaku. “Happy Birthday.” Aku pun mengambil kotak itu. “Wah, makasih, Sel. Apa ini?” “Buka aja.”
Aku membuka kotak pemberiannya. Ternyata, itu adalah sebuah gelang rajutan yang katanya adalah buatannya sendiri. Dia memang suka merajut dari kecil. Aku langsung memeluknya dan memakai gelang pemberiannya di pergelangan tangan kananku. Baru saja aku memakainya di pergelangan tangan kananku, tiba-tiba saja HP-ku berdering tanda panggilan masuk. Aku langsung menjawab panggilan tersebut. Panggilan itu berasal dari komandan STAR, tempatku bekerja. Beliau mengatakan bahwa kantor kepolisian sedang diserang dan pelakunya menyandera komandan kepolisian. Tanpa basa-basi, aku langsung ganti baju, mengambil senjataku, dan bersiap-siap untuk pergi.
“Sel, lu masih mau di sini dulu atau ngga?” tanyaku sebelum aku pergi. “Ya, gua mau istirahat dulu di sini, boleh kan?” “Ya udah, gua titip rumah dulu,” jawabku sambil menutup pintu.
Aku bisa mempercayakan rumahku padanya karena dia juga sering menjaga rumahku ketika aku tidak ada di rumah. Aku memasuki mobilku dan langsung meluncur ke kota. Di kota, aku memarkirkan mobilku di depan gedung terbengkalai tepat di sebelah kantor kepolisian. Aku bisa melihat kantor kepolisian yang sudah terbakar. Aku langsung bergegas naik ke lantai tiga gedung tersebut. Sesampainya di situ, aku langsung menaruh tas besar hitamku di bawah lalu mengeluarkan senapanku. Ngomong-ngomong, aku adalah seorang Astrologist. Pistol dan senapan milikku adalah sebuah artefak zodiak Sagitarius. Setelah siap posisi, aku membidik untuk melihat dulu situasi di depan mataku.
Dapat kulihat dari tempatku sekarang, di kantor komandan kepolisian, tampak seorang lelaki berambut panjang sedang mengarahkan pistolnya ke arah komandan kepolisian dan dia sedang berbicara kepada seorang wanita. Tunggu! Aku mengenal wanita itu. Ketika jariku siap menarik pelatuk, tiba-tiba muncullah dua perempuan yang bergelantungan di luar kantor. Aku harus berhati-hati supaya tidak mengenai salah satu dari mereka. Setelah bidikanku siap, aku langsung menembak. Peluru menembus kaca dan mengenai tubuh lelaki tersebut. Lelaki itu langsung tersungkur di tempat. Setelah itu, komandan dan wanita itu menyelamatkan kedua perempuan yang bergelantungan itu. Sepertinya tugasku di sini selesai. Aku langsung menaruh senapanku ke dalam tas hitamku.
Aku berjalan keluar gedung tersebut dan pergi ke kantor kepolisian untuk melihat kondisi mereka. Di sana, aku bisa melihat beberapa mobil ambulans dan pemadam kebakaran di lokasi. Akhirnya aku menemukan wanita itu sedang berbicara dengan komandan di dekat ambulans. Ternyata, kedua perempuan itu sudah diperiksa dan tidak ada satupun dari mereka yang mengalami luka serius sehingga mereka langsung diperbolehkan pulang.
“Kolonel Darius, kami dari kepolisian sangat menghargai bantuanmu,” ucap komandan sambil mengulurkan tangannya. “Saya hanya menjalankan tugasku.” Aku menjabat tangannya. “Jadi, orang itu udah mati atau masih hidup?” tanya wanita itu padaku. “Tenang aja, ngga kena organ vital. Gua bisa jamin.” “Baiklah kalau begitu, saya mau mengurus satu hal dulu.” Komandan itu pergi ke meninggalkan kami berdua. “Ya udah, gua mau balik dulu.” “Tunggu dulu, gimana kabar Canaan?” “Baik kok, dia lagi di rumah gua sekarang.”
Kami pun mengobrol sebentar hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah karena aku tak mau membuat Sela menungguku terlalu lama. Awalnya, aku ingin mengajaknya pulang bareng. Namun, dia katanya mau pulang sendiri. Akhirnya kami pun berpisah. Sesampainya aku di tempat mobilku diparkirkan, aku dikejutkan dengan kedatangan satu orang di dekat mobilku. Dia memakai setelan jas berwarna biru dengan dasi biru dan sarung tangan di kedua tangannya. Rambutnya berwarna putih dan memiliki sepasang mata yang berbeda warnanya, mata kirinya berwarna hitam, sedangkan mata kanannya berwarna biru laut.
“Sepertinya saya telat menyelamatkannya,” kata orang tersebut dingin. “Apa yang lu lakuin di sini?” “Baru saja saya datang ke sini, Kakak.” Entah kenapa, ketika dia mengucapkan kata “Kakak”, nadanya seperti mengejek.
Ya, kalian tidak salah dengar, tapi dia tidak sepenuhnya benar. Dia adalah sepupuku. Dia lebih muda 5 tahun daripadaku. Dia telah berubah menjadi seseorang yang sangat dingin dan tak berperasaan karena banyak hal telah terjadi padanya. Saat ini, dia masuk daftar orang buron. Keberadaannya sampai saat ini masih dicari oleh polisi dalam maupun luar negeri. Rasanya aneh sekali tiba-tiba saja aku menemuinya di sini.
“Lu mau apa?” “Tadinya, saya ingin mengambil barang wanita itu, hanya saja sepertinya Kakak lebih cepat datangnya daripadaku.” Dia mulai membalikan badan. “Baiklah, saya pergi dulu.”
Aku mencabut pistol dari sarung pistolku dan mengarahkan padanya. “Berhenti! Tetap di posisi!” Dia berhenti dan membalik badannya. “Kakak sudah berani denganku?”
Setelah itu, earpiece-ku memberikan tanda bahaya. Udara terasa dingin, angin es mulai meliputinya. Meskipun aku memakai mantel panjang, aku tetap merasa kedinginan. Aku langsung menembakkan beberapa peluru. Namun, peluru yang kutembakkan langsung ditangkis olehnya. Aku terus berpikir, apa yang harus kuperbuat untuk keluar dari situasi seperti ini.
Dari atas, muncullah sebuah pisau yang dilemparkan dan menancap di atas jalan di tengah kami. Seketika itu juga, kami berhenti bertarung dan otomatis melihat ke arah pisau itu dilemparkan. Di atap gedung, aku bisa melihat seorang laki-laki. Postur tubuhnya atletis dan kira-kira tingginya sedikit lebih tinggi daripadaku dengan rambutnya yang pendek berwarna oranye dan dicukur bagian sampingnya. Dia langsung berteleportasi ke tempat pisaunya mendarat. Dia mengambil pisau yang barusan dia lempar lalu mengambil satu pisau lagi dari sarung pisaunya.
“Untunglah, aku datang tepat pada waktunya,” ucap laki-laki itu sambil memasang kuda-kuda. “Kau baik-baik saja, Kolonel?” “Tentu saja,” kataku sambil masih mengarahkan pistolku. “Pertarungan ini belum selesai.”
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com