Waktu istirahat memang yang terbaik. Selain bisa pergi ke kantin untuk membeli makanan atau minuman, bertemu dan mengobrol bersama teman, bahkan menyalin PR sebelum jam pelajarannya, aku bisa duduk dengan tenang di bangku pinggir lapangan di seberang kantin sambil menikmati angin yang bertiup di siang yang panas ini. Bangku ini sudah menjadi tempat favoritku ketika waktu istirahat. Dari sini, aku bisa melihat banyak murid yang bergerombol membeli makanan dan juga ada murid-murid yang duduk berkelompok di kantin untuk makan atau sekedar mengobrol saja.
“Gua boleh duduk di sebelah lu?” tanya seorang siswi yang datang padaku. “Sok, gua ngga keberatan.”
Dia pun duduk di sebelahku. Setelah itu, kami membisu selama beberapa menit hingga akhirnya, “Lu ngga kepanasan gitu duduk di sini? Gua aja udah mulai gerah,” ucap siswi tersebut. “Well, gua udah terbiasa di sini.” “Nih,” katanya sambil memberikan sebotol minuman kepadaku. “Gua lagi ada uang tambahan.” Aku menerima botol minuman itu. “Thank you, Ren.”
Ren adalah nama panggilan siswi tersebut. Nama lengkapnya Lauren Ferdian. Kami sudah berteman sejak SMP dengan pertemuan pertama kali yang sangat aneh, di toilet. Saat itu, aku sedang menyendiri di toilet karena aku orangnya pemalu banget, sulit bagiku untuk bersosialisasi. Tiba-tiba dia datang dan menanyakan kabarku. Semenjak itu, kami berteman sampai sekarang.
“Abis ini, olahraga kan?” tanyaku sambil meminum minuman pemberiannya. “Ya, gua sengaja beli minuman ini buat ntar abis selesai OR.”
Aku baru saja menyadari sesuatu, Kenapa ngga gua simpan aja ini minuman buat nanti? pikirku. Bel masuk akhirnya berbunyi dan kami bergegas ke kelas untuk mengambil baju ganti kami. Setelah itu, kami ganti baju lalu mengikuti pelajaran olahraga. Pada waktu pelajaran olahraga selesai, aku menyesal karena telah meminum minuman pemberian Lauren pada saat istirahat. Air minumku habis ketika pelajaran olahraga dan aku sangat kehausan saat ini. Bodo amat ah! Aku bisa minum nanti di rumah, pikirku.
Bel pulang pun berbunyi dan aku pun pulang ke rumah. Di tengah jalan, aku melihat seseorang sedang dipalak oleh tiga preman di gang. Aku segera merapat ke dinding untuk melihat lebih dekat. Rupanya orang itu menolak untuk memberikan uangnya pada tiga preman itu. Awalnya, aku tidak peduli dan bersiap untuk pergi dari tempat itu, hanya saja tiba-tiba ada suara anak kecil di antara mereka yang menangis meminta pertolongan. Aku pun merasa iba ketika anak itu diambil dari orang itu dan mereka mengancam akan menggorok leher anak itu jika dia tidak memberikan uangnya. Mereka terlihat bersungguh-sungguh akan melakukan hal tersebut.
Aku melihat sekitarku. Ternyata, tidak ada orang yang lewat. Aku kembali melihat ke gang itu. Tepat di atas orang itu ada lampu jalanan yang menerangi gang tersebut. Dengan menggunakan kekuatan telekinesisku, aku menjatuhkan lampu jalanan itu tepat pada kepala orang itu. Masih dengan lampu yang sama, aku mengerakkan lampu itu ke kepala dua orang lainnya. Mereka langsung pingsan di tempat. Melihat hal tersebut, orang itu bersama anaknya langsung pergi dari tempat itu.
Tugasku sudah selesai di sini. Aku pun pergi dari tempat tersebut. Kupikir masalah ini sudah selesai, nyatanya tidak. Ketiga preman itu justru mengejarku ketika mereka sudah sadar. Aku langsung kabur hingga aku melihat sejumlah asbes di pinggir jalan. Aku merapat ke dinding lalu menutupi diriku dengan asbes. Aku bisa mendengar ketiga preman itu pergi melewatiku. Setelah menunggu agak lama, akhirnya aku keluar dari tempat persembunyianku. Aku melihat sekitar, rupanya ketiga preman itu telah pergi. Aku pun pergi dari tempat tersebut dan pulang ke rumah.
Besoknya, di waktu yang sama, aku pulang bersama Lauren karena rencananya kami ingin mengerjakan PR bersama. Di tengah jalan, tiba-tiba Lauren ditangkap dan disekap mulutnya oleh seseorang. Ternyata, orang yang menyekapnya adalah preman yang kemarin mengejarku. Ketika aku ingin menggunakan kekuatanku, kepalaku dipukul oleh papan sehingga aku langsung pingsan ditempat.
Ketika aku terbangun, aku sudah diikat di sebuah kursi. Kelihatannya aku disekap di sebuah gudang dan aku diikat di tengah ruangan tersebut. Saat aku sedang melihat-lihat barang yang bisa kugunakan untuk membebaskanku dari ikatan ini, pintu di depanku terbuka dan masuklah preman itu sambil menutup telepon.
“Lu beruntung banget, bos mau ketemuan sama lu besok. Kalau aja dia ngga mau ketemuan, lu udah mati dari tadi.” “Mana temanku?” tanyaku sambil meronta-ronta. “Pastinya dia ngga ada di sini.” Aku pun mulai tenang. “Jadi gua harus nunggu di sini sampe besok?” “Ya lah.” “Terus, lu ngapain di sini?” “Udah jelas kan? Ngejaga lu.”
Kami terdiam selama beberapa lama. Pada suatu waktu, dia merokok sambil menunggu “Bos” datang. Aku sangat terganggu pada asap yang dikeluarkannya. Sampai aku sadar, ada pisau yang tersarung pada pinggangnya. Aku menunggu waktu yang tepat untuk mengambil pisau itu. Preman itu hendak keluar. Inilah saatnya! pikirku. Dengan kemampuan telekinesisku, aku mengambil pisau itu dan memotong tali. Setelah terbebas, masih memakai kemampuan telekinesisku, aku langsung menoreh kedua kaki preman tersebut. Seranganku cukup untuk melumpuhkannya. Dia langsung jatuh ke atas tanah.
“Sekarang, aku tanya sekali lagi. Di mana temanku?” tanyaku sambil mengacungkan pisau ke arahnya. “Heh, ancaman kayak gini mah ngga ada apa-apanya.” Dia tampaknya kaget ketika pisaunya kuarahkan ke matanya sehingga dia langsung menahan pisaunya.
“Kalau takut jangan sok berani deh, mana temen gua?” Aku mulai kehilangan kesabaranku. “Di gudang ngga jauh dari sini. Jalan aja beberapa meter nanti ketemu.”
Aku langsung pergi keluar meninggalkan preman itu dengan pisaunya. Aku berjalan terus hingga menemukan sebuah gudang. Aku langsung memasuki gudang tersebut dan mendapati Lauren terikat di kursi dengan kondisi tak sadarkan diri dan sudah dipukuli beberapa kali. Aku langsung melepaskan ikatan talinya dan membopongnya keluar. Ketika kami sampai di luar, ternyata preman itu memanggil bantuan. Ada banyak temannya yang mengerumuni kami. Aku mendudukkan dan menyadarkan Lauren ke dinding gudang itu. Setelah itu, aku merogoh sakuku dan mengeluarkan sulingku.
Sulingku adalah artefak zodiak Capricorn. Fungsinya untuk berkomunikasi dengan orang yang kumau dengan meniupkan sulingku. Selain itu, suling ini dapat berubah menjadi sebuah senjata sejenis composite sword. Saat ini, sulingku memanjang dan terbagi menjadi beberapa bagian. Pada setiap bagian sulingku dihubungkan dengan tali yang kuat dan pada setiap sisi suling tersebut terdapat bilah besi yang tajam.
Tak butuh waktu lama untuk menghajar para preman itu. Setelah selesai, aku langsung menelepon polisi dan paramedis. Tak lama setelah itu, bantuan datang. Lauren pun dibawa oleh paramedis ke rumah sakit, sedangkan para preman, termasuk yang berada di gudang, ditangkap untuk dibawa ke kantor polisi. Beberapa preman ada yang terluka sedikit ketika bertarung tadi. Mereka sempat diperiksa terlebih dahulu sebelum akhirnya dibawa ke kantor polisi.
Selagi aku duduk bersandar pada sebuah pohon tak jauh dari lokasi tersebut, datanglah seorang wanita memakai mantel putih dengan kerah yang menutupi leher. Rambutnya berwarna merah terang. Dia duduk di sebelahku. Aku mengenalnya, dia adalah Bu Canaan, guru biologi di sekolahku. Apa yang dia lakukan di sini?
“Tenang saja, Nak. Lauren akan baik-baik saja. Selain itu, Ibu melihat potensi dalam dirimu. Maukah kamu membantu Ibu?” Setelah berpikir agak lama, aku pun menjawab, “Tentu, dengan senang hati.”
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 4 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com