Grim merupakan seseorang penyelamat bagiku. Aku sedang kesusahan, pasti ia akan membantuku. Jika aku sedang bersedih, pasti ia akan menyemangatiku. Dia bahkan pernah membawaku ke sebuah kebun bunga terindah yang pernah aku kunjungi. Hal sekecil itu akan selalu kuukir di dalam hatiku.
Dulu kecil, kita pernah berjanji, kita akan menyatukan klan Hydra dengan klan Vampir. Kami tidak menginginkan terjadinya konflik di muka bumi ini. Kedamaian dan ketentraman adalah 2 hal utama yang aku dan Grim inginkan. Tidak peduli ras dan klan macam apapun, asalkan mereka dapat menjalin hubungan yang damai dan tentram. Sang tuhan yang berada di atas langit sana pasti juga mengagumi kedamaian, karena mereka mengatur permukaan bumi bukan untuk menciptakan kebencian dan kerusuhan. Namun, harapan kami sepertinya terlalu berlebihan. Kami tidak menyangka, sang tuhan telah menyiapkan sebuah alur yang sangat berlawanan dengan tujuan aku dan Grim.
Aku telah ditunangkan dengan seorang pria oleh kedua orangtuaku. Padahal, saat itu aku masih saja berumur 15 tahun. Umur yang tidak wajar untuk ditunangkan dengan seseorang. Bahkan aku tidak mengenali orang itu. Aku sempat menolak pertunangan ini dan berdiskusi dengan kedua orangtuaku. Namun, sebagai anak dari pemimpin klan Hydra, aku tidak dapat menolak hal ini. Aku terpaksa menjaga jarak dengan Grim.
Grim heran mengapa aku tiba-tiba menghindari dia selama beberapa hari. Ia pernah mengajak aku untuk berbicara, dan berusaha untuk mengetahui apa penyebabnya. Namun, entah mengapa tanganku menamparnya dan sempat menyulut sebuah perkelahian. Selama kita berteman, sepertinya perkelahian ini adalah pertama kali bagi kita. Grim terlihat sangat tidak nyaman jika terus berkelahi denganku. Akhirnya pun dia pamit, dan menghilang dari tatapanku. Padahal aku yang memulai perkelahian ini, aku merasa sangat bersalah. Aku jatuh tersungkur ke tanah, dan mulai meneteskan air mata. Rasanya, aku ingin sekali memutar waktu. Aku pasti akan menjelaskan kepada Grim secara terang-terangan. Aku sangat menyesali kejadian hari ini. Sangat, sangat, sangat menyesalinya.
13 tahun pun telah berlalu. Aku masih tidak berani untuk menunjukkan wajahku ke Grim. Janji kita yang dulu sepertinya semakin lama semakin pudar. Konflik antara klan Hydra dengan klan vampir terlihat semakin jelas. Fenrith, yang merupakan suamiku sekarang, memperlihatkan kebenciannya terhadap klan Vampir kepada semua orang. Hal ini membuatku khawatir. Aku takut jika Fenrith melakukan sesuatu terhadap Grim dan kawan-kawannya.
Suatu hari, aku pernah berjalan-jalan di sekitaran pasar untuk membeli beberapa camilan. Tiba-tiba, mataku melirik ke arah seseorang. Entah itu siapa, namun rasanya aku mengenali orang itu. Namun, aku mengabaikannya karena mungkin tidak terlalu penting bagiku. Tetapi..
“Sudah lama sejak aku menemuimu Nastu, maafkan aku perihal perkelahian kita waktu itu.” Ucap Grim melalui telepati. Eh, apa benar itu Grim? Bagaimana bisa ia memasuki kota ini? Dan, untuk apa ia kesini? Seketika pikiranku terpenuhi oleh pertanyaan. Aku sedikit pusing, sampai 2 orang dayang yang menemaniku berbelanja ikut bingung. “Aku tahu pikiranmu pasti penuh akan pertanyaan. Tapi alasan utamanya adalah, aku merindukanmu.” Apa? Dia merindukanku? Padahal dulu aku membuatnya menjadi muak dengan kelakuanku dulu. Aku segera menengok ke tempat ia berada, namun, sepertinya ia telah pergi. Oh iya juga, aku kan tidak berani menunjukkan wajahku kepadanya. Mungkin ia telah membaca perasaanku. Memang kebiasaan Grim membaca perasaan orang sembarangan. Tiba-tiba, aku merasa sesuatu keluar dari mataku. Tunggu, aku menangis? Apa aku menangis karena berjumpa dengannya?
Kenapa aku harus mengikuti pelaksanaan eksekusinya? Tetapi, apa yang membuatnya bisa tertangkap? Pikiranku tak bisa tenang. Aku takut. Padahal, aku yang membuatnya menjauh dariku, tapi mengapa aku mengkhawatirkan ia sampai seperti ini. Aku khawatir jika Grim akan meninggalkanku selamanya.
Aku dan Fenrith menaiki tandu kerajaan yang diangkat oleh beberapa orang. Lalu, orang-orang itu akan berjalan menuju ke bawah bukit. Penduduk kota Edzard dan beberapa orang asing lainnya telah memenuhi pinggiran jalan. Kami kesusahan untuk menulusuri jalan itu. Alhasil, beberapa pengawal kami meminggirkan beberapa orang agar kami dapat melanjutkan perjalanan.
Setelah sampai, aku dapat melihat panggung eksekusi di depan. Terdapat seseorang merunduk ke bawah di atas panggung tersebut. Ya, benar. Ia adalah Grim. Aku tidak dapat mengeluarkan sepatah kata apapun setelah melihat wajahnya yang sedang kelelahan. Aku mencoba untuk mengirimkan sebuah telepati kepadanya, “Apakah aku perlu membebaskanmu dari sana? Setelah itu kau dapat melarikan diri dan tidak akan kembali lagi.” Tawarku.
Aku tahu jika Grim adalah seseorang yang pasrah dengan alur hidupnya, dan pasti jawabannya adalah kalimat itu. “Maafkan aku Nastu, tetapi aku akan menolak tawaran darimu.” Jawab Grim. Jawabannya membuatku meneteskan air mata. Aku berusaha untuk menutupinya dari pandangan orang lain. Tak kusangka, telepati yang barusan kami lakukan adalah percakapan terakhir kami.
Aku sudah memutuskan. Aku akan berdoa kepada sang rembulan untuk menjadi lebih kuat. Aku ingin melawan klanku sendiri. Aku ingin membalaskan dendam Grim bersama dengan sang rembulan.
Cerpen Karangan: Puruhitatapin
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 6 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com