Mengurus sebuah pelabuhan bukanlah hal yang mudah. Keluargaku mendirikan perusahaan ekspor-impor dan aku adalah CEO perusahaan tersebut menggantikan ayahku. Selama beberapa tahun terakhir, aku masuk ke daftar orang buron. Kalian mungkin kebingungan, bagaimana seorang buronan bisa dengan bebas mengurus sebuah pelabuhan? Jawabannya sederhana, aku mempunyai penyamaran di sini. Saat ini, ada barang yang sangat penting yang harus diantar, sehingga aku pun ikut dalam pengiriman barang. Setibanya di pelabuhan, aku pergi ke kantor sebentar untuk mengambil beberapa berkas pengantaran. Setelah itu, aku dipandu untuk masuk ke dalam kapal. Sebelum masuk ke kapal, ada seseorang yang memanggil namaku. Aku pun menoleh pada orang yang barusan memanggilku.
Ternyata, dia adalah temanku, Virly Gossandra. Dialah yang mengurus penyamarku di sini. Kami dulu satu sekolah dan mulai berteman sejak SMP. Awalnya, dia adalah primadona sekolah sampai muncullah isu jelek tentangnya yang dibuat oleh sekelompok orang. Karena itu, dia akhirnya diejek dan dikucilkan. Aku bersama temanku yang lain, Leroy, membantunya membersihkan namanya. Pada akhirnya, kami berhasil membersihkan namanya sebelum isunya menyebar lebih jauh lagi. Semenjak itu, Virly selalu membantuku di setiap kesempatan sebagai balas budinya.
“Ya?” jawabku atas panggilannya. “Gua mau ikut lu nganterin barang.” “Saya tidak keberatan. Kamu lagi senggang?” “Iya, jadwal gua lagi kosong sekarang.”
Aku pun membiarkan Virly ikut denganku. Setelah pengangkutan barang selesai, aku, Virly, bersama dengan beberapa anak buahku berangkat ke tempat tujuan. Cuaca sangat mendukung untuk saat ini. Rencananya kami akan mengantarkan barang ini ke Papua. Aku tidak mengerti kenapa aku harus turun tangan dalam pengiriman ini. Aku merasa tidak ada hal yang penting dari lima unit mesin mixer ini. Ya, aku rasa aku tidak akan mempermasalahkan hal itu. Lagi pula, aku tidak mempunyai waktu untuk memeriksa kelima mesin itu. Tugasku di sini hanyalah mengantarkan barang-barang ini.
Setelah melihat berkas-berkas, aku pun pergi untuk memeriksa kelima mesin itu. Selagi memeriksa, anak buahku memberitahuku bahwa kami telah sampai di pelabuhan Papua. Aku pun keluar kapal dan menyuruh Virly untuk menungguku di luar kantor. Aku masuk ke dalam kantor dan mendapati seorang pria dan seorang lagi, yang nampaknya adalah manajer dari pelabuhan ini.
“Selamat sore, Tuan Darius. Perkenalkan, saya adalah penerima kelima mesin itu,” kata pria itu sambil mengulurkan tangannya. Aku pun membalas uluran tangannya. “Selamat sore. Apakah benar Anda yang bernama Yosep Kumalajaya?” “Betul, itu saya.” “Baiklah, Bapak silakan menandatangani beberapa berkas ini.”
Setelah dia selesai menandatangani berkas-berkas pengiriman, aku mengajak pria itu untuk pergi mengurus kelima mesin itu. Ketika kami keluar dari kantor, tiba-tiba terdengar suara ledakan dari arah dermaga. Kami pergi ke dermaga dan mendapati sebuah truk dengan kontainer yang berisi kelima mesin itu tengah melesat keluar dari dermaga. Aku bisa melihat pria itu panik melihat kelima mesinnya pergi dicuri orang.
Aku tidak memedulikan pria itu. Aku dan Virly pergi meninggalkannya, tapi pria itu terus memohon kepadaku untuk membantunya mengambil kembali barang itu. Aku sudah menyarankannya untuk meminta bantuan polisi saja, tapi dia menolak dan tetap bersikeras agar aku membantunya. Lalu, dia mengajak kami untuk berbicara di tempat lain.
“Bagaimana kamu bisa tahu namaku? Untunglah manajer di sana tidak menyadarinya,” kataku pada pria itu. “Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Sekarang, di dalam salah satu mesin itu terdapat sebuah potongan artefak penting. Artefak itu mau kami teliti lebih lanjut, tapi kelima mesin itu diambil. Aku mohon agar kalian mau membantuku mendapatkan kembali kelima mesin itu.”
Setelah mendengar penjelasannya, aku menyadari sesuatu. “Hmm, kamu dari Nova ya?” “Betul, oleh karena itu saya tahu penyamaranmu.” Aku menghela napas. “Baiklah, aku dan temanku akan mengembalikannya. Adakah yang kamu curigai?” “Selama saya tinggal di sini, ada sekelompok pencuri yang memang sudah terkenal di sini, namanya Suburban Thief.” Aku dan Virly saling berpandangan. “Organisasi buatannya Pietro?” “Bukan, beda lagi. Mereka menggunakan nama itu karena terinspirasi darinya.” “Di mana tempatnya?”
Setelah kami mendapatkan alamat yang diduga adalah markas para pencuri itu, kami langsung bergegas ke tempat tersebut. Hari sudah malam ketika kami sampai di suatu tempat di mana banyak sekali gubuk yang tersebar. Aku langsung mengaktifkan artefakku, mata kananku. Aku termasuk ke dalam segelintir orang yang memiliki kecacatan mata Heterochromia iridum. Mata kananku-yang sedari awal berwarna biru-dapat berubah menjadi hitam ketika tidak aktif dan dapat berubah menjadi biru ketika aktif, lumayan membantu penyamaranku. Aku menyuruh Virly untuk mengurus para anak buahnya, sedangkan aku akan mengurus pemimpinnya. Virly langsung menerjang maju dan dalam beberapa menit, kondisi di sana sudah kacau. Beberapa anak buahnya berteriak-teriak, bahkan ada yang kesakitan, dan ada juga yang komat-kamit tidak jelas. Semua ini hanya dilakukan oleh Virly sendiri.
Dia memiliki kekuatan ilusi yang sangat hebat, bahkan aku sendiri hampir kesulitan melawannya. Selain itu juga, dia adalah astrologist zodiak Virgo dengan artefaknya yaitu cermin. Dengan semua kekacauan ini, aku bisa melihat pemimpin mereka keluar dari gubuknya. Aku langsung berlari ke arah pemimpin itu.
“Kamu tidak bisa kabur,” kataku pada pemimpin itu. “Ok, ok. Aku menyerah.” Pemimpin itu menyerah sambil mengangkat kedua tangannya. “Sekarang, di mana lokasi kelima mesin itu?”
Dia pun mengantarkanku ke lokasi kelima mesin itu. Di tengah jalan, dia berbalik menghadapku dan mengarahkan pistol ke arahku. Dengan secepat kilat, aku membelah pistol itu dengan katana-ku yang muncul dari kekuatan artefakku. Pemimpin kelompok pencuri itu langsung menciut ketika aku mengacungkan katana-ku padanya. “Sebaiknya kamu jangan main-main denganku.”
Seketika itu juga, dia langsung mengantarkanku ke tempat truk itu. Truk itu disimpan di suatu tempat tak jauh dari gubuk-gubuk tersebut. Truk itu ditutupi dengan beberapa daun dan dahan pohon. Setelah mengecek, aku langsung menusukkan katana-ku kepadanya dan memanggil Virly ke sini.
“Kau sudah mengurus mereka?” tanyaku padanya. “Sudah, mereka ngga akan melaporkan kita.”
Aku mengurus mayat pemimpin pencuri itu lalu masuk ke dalam truk dan mengantarkan mesin itu ke pria itu. Aku mengantarkannya ke dalam sebuah pabrik di pinggir kota. Pria itu menyambut kedatangan kami di depan pabrik.
“Terima kasih telah mengembalikan kelima mesin itu.” “Kalau begitu, kami pergi dulu.” “Tunggu sebentar,” katanya sambil mengangkat telepon.
Kami menunggunya sampai dia memberikan HP-nya padaku. “Bos ingin berbicara padamu.” Aku menerima HP-nya lalu berbicara dengan bos. “Ada perlu apa?” “Panggil timmu, aku punya tugas untuk kalian.”
Aku menyimak penjelasannya dengan seksama hingga akhirnya aku menutup telepon darinya lalu kukembalikan HP-nya. Virly, yang rupanya menguping percakapanku dengan bos langsung berkata, “Kita action lagi?” “Sepertinya begitu.” Aku mengeluarkan HP-ku dan menelepon temanku. “Leroy, ada job. Kumpulkan teman-teman yang lain.”
Setelah itu, kami langsung bergegas pulang ke Bandung menggunakan kapal. Kami sampai terlebih dahulu di Jakarta ketika hari sudah siang. Setelah itu, kami pergi dari Jakarta ke Bandung dan sampai ketika hari sudah sore menjelang malam. Kami langsung bergegas ke rumahku. Sesampainya di rumah, ternyata mereka sudah berkumpul di ruang rapat. Aku membuka pintu ruang rapat dan masuk ke dalam. Di dalam ruangan itu, sudah ada tiga orang, Leroy dan dua orang lagi. Aku dan Virly langsung mengambil tempat duduk.
“Jadi, ada kerjaan apa ini?” tanya Leroy setelah aku duduk. “Malam ini, kita akan pergi berburu. Persiapkan diri kalian.”
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com