Waktu tidak bisa diputar ulang. Oleh karena itu, pergunakanlah waktu yang ada dengan baik.
Kalimat seperti itu sudah kudengar berkali-kali selama hidupku. Hanya saja, dengan kekuatanku saat ini, sepertinya kalimat itu terkesan tidak ada artinya lagi. Bukan berarti aku suka membuang-buang waktu, aku hanya menggunakan kekuatanku ketika sedang terpojok.
Manipulasi waktu, kekuatan yang didambakan hampir semua orang. Dengan kekuatan itu, kita bisa mengganti alur sejarah, melihat siapa diri kita di masa depan, bahkan memperbaiki kesalahan kita di masa lalu. Namun dari semua itu, terdapat banyak konsekuensi yang harus ditanggung sendiri. Jika kita melakukan kesalahan ketika melakukan perjalanan waktu, maka kemungkinan seperti munculnya paradoks atau terjebak di satu waktu pasti akan terjadi. Karena itu, aku jarang menggunakan kekuatanku.
Saat ini, hari Jumat, aku sedang lari pagi di taman kota. Setiap hari, aku selalu lari pagi dari rumahku menuju taman kota. Lalu di taman kota, aku biasanya lari keliling taman sampai aku lelah. Ketika aku sedang memasuki putaran kelima, aku dihadang oleh satu orang. Orang yang menghadangku ini adalah seorang perempuan pendek dengan sepasang mata berwarna hijau dan rambutnya hitam sebahu.
“Ngapain lu di sini?” tanyaku pada perempuan itu. Dia mengulurkan tangannya seperti sedang meminta uang. “Biasa, minjem duit dong!” “Ck, bener-bener. Duit yang lu dapet dari misi sebelumnya gimana?” “Udah abis, bro.”
Aku pun merogoh sakuku dan memberikan selembar uang padanya. “Nih, jangan lupa balikin ntar.” “Iya, iya, santai aja.” Setelah menerima uangku, ia langsung pergi dari hadapanku.
Setelah dia menghilang dari pandanganku, aku melanjutkan lariku. Akhirnya, aku selesai lari pagi dan sampai di rumahku. Aku langsung duduk di atas sofa ruang tamu sambil meminum air dari botol minumku. Aku melihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 6.45 pagi. Aku langsung mandi lalu menyiapkan diri untuk ke sekolah.
Di sekolah, aku belajar seperti biasa sampai istirahat kedua. Saat aku merogoh sakuku, aku baru sadar kalau aku lupa membawa dompet. Aku melihat sekelilingku dan aku menemukan perempuan yang tadi hutang uang kepadaku. Dia sedang duduk di kantin sendirian sambil memakan makan siangnya. Aku pun mendatangi perempuan tersebut.
“Yo, balikin uang gua dong. Mau makan nih gua,” kataku sambil duduk berhadapan dengannya. Mendengar itu, dia malah kebingungan. “Maaf, Kakak siapa?” Seketika itu juga, aku baru menyadari sesuatu. “Oh sorry, gua salah orang. Lu mirip banget sama temen gua.” “Iya, santai aja.”
“Perkenalkan, gua Petra. Lu boleh panggil gua Peter kalau lu mau,” kataku sambil mengulurkan tangan. “Sophie.” Dia membalas uluran tanganku. “Oh ya, aku harus ke kelas.” “Oh, ok.”
Setelah itu, kami beranjak dari kursi. Dia berjalan ke arahku sementara aku berjalan ke arah yang berlainan dengannya. Dia tidak sengaja menabrakku dan langsung meminta maaf padaku. Aku memaafkannya dan langsung pergi ke arah wastafel kantin yang bersebelahan dengan toilet. Aku membuka kepalan tanganku dan melihat lembaran-lembaran uang di tanganku. Anak bodoh! Akhirnya gua bisa makan sekarang, pikirku.
“Mencuri itu tidak baik loh.” Aku menoleh kepada orang yang ada di depanku. Dia yang barusan mengatakan hal itu. “Jangan sok suci deh. Lu juga nyuri.” Aku melihatnya memegang dompet yang bisa kupastikan berisi banyak uang. “Hehe, gini-gini gua juga butuh duit, bro. Ada tugas ngga hari ini?” “Gua masih mantau. Nanti gua kasih tau.” “Ok, gua duluan.” Dia pergi meninggalkanku.
Seketika itu juga, aku langsung membeli makanan untuk makan siang. Setelah selesai makan siang, aku kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran terakhir. Pelajaran terakhir pun selesai dan bel pulang berbunyi. Sebelum pulang, aku pergi ke ruang guru untuk mengambil headphone-ku. Di sekolah ini terdapat aturan bahwa semua alat elektronik yang dibawa murid harus disimpan di ruang guru dan dapat diambil kembali oleh murid setelah pelajaran terakhir selesai.
Setelah mengambil headphoneku, aku bukannya langsung pulang, melainkan aku pergi ke suatu tempat terlebih dahulu. Sebuah bar yang terletak tak jauh dari komplek rumahku menjadi tempat yang kutuju. Bar ini bisa dibilang tempat penukaran uang dengan barang hasil curian. Aku sering mendapatkan uang dari situ. Kebetulan, sekarang aku pergi ke sana untuk mengambil uang dari hasil curianku.
Bar dengan plang nama 21 Bar di atas terasnya sedang lumayan sepi saat ini. Aku memasuki bar tersebut dan langsung disapa oleh bartender bar. Aku menanyakan kepadanya ke mana pemilik bar tersebut. Dia bilang pemilik bar sedang keluar dan dia menyarankan untuk menunggu di bar saja. Akhirnya aku duduk di depan bar dan memesan minuman.
Aku terkejut ketika pintu bar terbuka. Perempuan yang tadinya kutemui di taman kota dan di kantin sekolah datang ke bar ini. Dia sempat celingak-celiguk sebelum akhirnya datang kepadaku dengan ekspresi marah.
“Lu nyuri dari gua?” tanyanya setelah duduk di hadapanku. “Sabar dulu, sis. Dateng-dateng udah marah-marah.” “Ya iyalah, duit gua tiba-tiba ilang pas pulang. Gua emang lupa kejadian pas lagi di sekolah, cuma gua yakin lu yang ngambil duit gua.” “Oh, duit itu,” kataku sambil menegak minumanku. “Tadi pagi kan gua udah suruh lu buat balikin duit gua nanti.” “Ya ngga usah nyuri juga kali. Nanti juga gua bayar.” “Gua laper banget tadi siang. Gua mau minta ke lu, tapi ‘kepribadian’ lu yang lain lagi ambil alih.” “Adik gua dari dulu emang suka sekolah. Makanya, pas lagi di sekolah, adik gua ambil alih badan gua.”
Begitulah kira-kira penjelasannya. Temanku ini memang sakit jiwa. Dia menderita suatu penyakit dengan istilah Dissociative Identity Disorder atau umumnya disebut penyakit kepribadian ganda. Kalau di sekolah, tubuhnya akan diambil alih oleh kepribadian “adiknya” dan kalau di luar sekolah, kepribadiannya yang lama biasanya akan kembali mengambil alih. Aku tidak begitu tahu masa lalunya seperti apa, tapi mungkin ada kejadian di masa lalunya yang membuatnya menjadi seperti ini.
Setelah perdebatan singkat, akhirnya yang ditunggu muncul juga. Pemilik bar tersebut memasuki pintu bar dan menyapa bartender bar. Aku langsung berdiri dan menanyakan uangku. Dia berkata bahwa uangnya ada di kantornya. Aku langsung mengikutinya ke atas, sedangkan temanku masih duduk di bawah. Pemilik bar itu masuk ke kantor dan membuka laci meja kerjanya. Sebuah amplop coklat diambilnya dan diberikan kepadaku. Aku segera menerima amplop itu lalu turun ke bawah.
Rupanya perempuan itu baru saja selesai menerima telepon dari seseorang. “Udah selesai urusan lu?” “Udah selesai,” jawabku sambil menunjukkan amplop coklat kepadanya. “Kenapa? Ada tugas?” “Yoi, kita ketemuan sekarang sama yang lain.” “Di mana?” “Di tempat biasa.” “Ayo kita pergi.”
Setelah itu, perempuan itu beranjak dari kursinya. Kami keluar dari bar dan pergi ke suatu tempat. Akhirnya kami sampai di tempat tersebut. Sebuah rumah mewah menjadi tempat yang kami tuju. Kami pun masuk dan berjalan ke arah ruang rapat lalu memasukinya.
“Duduk dulu. Kita tunggu mereka berdua,” kata seorang pria yang sudah duduk di ruangan tersebut.
Setelah menunggu, akhirnya dua orang yang ditunggu datang juga. Mereka langsung mengambil tempat duduk. Pria yang tadi sudah datang duluan berkata, “Jadi, ada kerjaan apa ini?” Pemimpin kami yang baru saja datang membalas, “Malam ini, kita akan pergi berburu. Persiapkan diri kalian.”
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 8 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com