Genesis Nila – X IPS 2 Hari Sabtu, harusnya menjadi hari santai, tapi aku terkurung di dalam kamarku sambil mengerjakan PR. Banyak banget tugasnya! keluhku. Aku mulai uring-uringan lalu memutuskan untuk tidur-tiduran di atas kasur. Aku main HP lalu menyadari sesuatu, Kenapa gak minta tolong dia aja? pikirku. Aku langsung menelusuri kontak HP-ku lalu meneleponnya. Dia mengangkat teleponnya.
“Ya, Gen, ada apa?” jawabnya. “Lagi ngapain?” “Biasa, basket.” “Mau bantuin gua ngga kerjain PR ngga?”
Tiba-tiba terdengar suara gangguan dari HP-ku untuk waktu yang lama. Setelah itu, panggilan menjadi normal kembali.
“Halo? Halo, Arnold?” “Oh, ya. Sorry tadi ada gangguan. Ngomong apa lu barusan?” “Mau bantuin gua kerjain PR ngga?” “Gua ada urusan hari ini, maaf banget.” “Ya udah, ngga apa-apa.” Aku mengakhiri panggilanku.
Apa yang terjadi barusan? batinku. Aku langsung beranjak dari tempat tidurku lalu duduk lagi di meja belajarku. Aku menyingkirkan buku-buku yang ada di meja belajarku lalu meletakkan laptopku di atas meja. Aku melacak HP Arnold melalui laptopku. Setelah beberapa menit, akhirnya aku menemukan di mana dia berada. Aku langsung keluar dari kamarku lalu pergi ke dapur, tempat adikku berada.
“Mir!” “Hmm?” jawabnya. Aku duduk dekatnya lalu berkata, “Mau ikutan gua kepoin si Arnold?” “Hah? Ngapain kepoin si Arnold?” Adikku tampak terkejut mendengar ajakanku. “Tadi gua nelepon dia, cuma tiba-tiba ada gangguan gitu. Jadi, gua lacak HP-nya terus gua nemuin dia di sini,” ucapku sambil menujukkan lokasinya. “Boleh aja, gua juga lagi males di sini.” “Lu ngga ada tugas?” “Ngga ada.”
Akhirnya kami pergi ke lokasi tersebut. Sesampainya di sana, kami tidak bisa menahan keterkejutan kami. Ternyata, tempat yang kami tuju adalah sebuah gang yang diapit oleh dua gedung. Aku langsung membuka HP-ku untuk memastikan lokasinya.
“Lu yakin tempatnya disini?” tanya adikku. “Ya, gua yakin banget. Dia masuk ke gedung itu.” Aku menunjuk ke arah salah satu gedung di gang tersebut. “Kita ngga mungkin masuk lewat pintu, gimana kalau lewat jendela itu aja?” Dia melirik ke arah jendela gedung tersebut.
Dia langsung pergi dan menurunkan tangga darurat yang ada di sisi gedung tersebut. Setelah itu, kami menaiki tangga itu satu per satu lalu masuk ke gedung tersebut lewat jendela. Setelah kami masuk lewat jendela, kami sampai di sebuah ruangan yang nampaknya adalah sebuah gudang. Kami bersembunyi di antara lemari-lemari penyimpanan barang sambil mengawasi pintu gudang.
“Ok, habis ini kita kemana?” tanya adikku. Aku membuka HP-ku lagi. “Dia ada di lantai 6.” “Kita harus nyari lift.” “Lu yakin? Perasaan gua ngga enak.” “Sekali-kali coba dulu.”
Ya juga, ngga ada salahnya mencoba, pikirku. Akhirnya kami pun berjalan menuju pintu gudang lalu membukanya. Setelah membuka pintu gudang, ternyata sudah ada 8 orang yang mengepung kami, menunggu kami keluar. Mereka bersenjata lengkap dan siap menembak kami kalau kita melawan. Kami pun mengangkat kedua tangan kami tanda menyerah.
“Sekarang, keluarkan senjata kalian!” perintah salah satu orang di depan kami. “Kami ngga punya senjata,” kata adikku. Dia mengeluarkan walkie talkie-nya lalu berbicara dengan seseorang. “Kami telah menangkap orang yang kau maksud, Inspektur.” Setelah itu, terdengar jawaban dari walkie talkie-nya. “Bawa mereka ke sini.” Akhirnya kami diantar ke tempat “Inspektur” itu berada.
—
Miranda Nila – X IPS 3 Kami diantar ke lantai 6 gedung tersebut. Setelah sampai, kami diantar ke suatu ruangan rapat yang sudah diisi oleh beberapa orang, termasuk Arnold.
“Tinggalkan kami semua,” ucap “Inspektur” setelah kami masuk. “Baik, Inspektur.” Setelah itu, mereka pergi meninggalkan ruang rapat.
“Silahkan duduk.” “Inspektur” mempersilahkan kami untuk duduk di tempat yang tersedia. Setelah kami duduk, ada seorang cowok yang berkata kepada Arnold, “Bukannya mereka kenalan lu, Arnold?” “Ya, betul,” jawab Arnold. “Ehem, bisakah kalian jelaskan kenapa kalian bisa menyusup ke tempat ini?” ucap seorang pria yang sepertinya adalah pemimpin rapat tersebut.
“Saya bisa jelaskan.” Aku mengambil inisiatif untuk menjelaskan. “Awalnya, Kakakku sedang berbicara dengan teman kami, Arnold. Namun, di tengah-tengah telepon, tiba-tiba ada gangguan yang cukup lama. Hal ini yang membuat Kakakku resah sampai-sampai dia melacak HP teman kami dan pada akhirnya kami menyusup ke tempat ini.” “Sasagi, seharusnya kamu jangan memotong panggilan seseorang,” ucap pemimpin rapat tersebut. “Maafkan saya, Bos. Saya nggak tahu.” Orang yang bernama Sasagi itu angkat bicara. “Tapi, yang membuatku terkesan adalah bagaimana kalian bisa melacak HP teman kalian?” Sekarang ada seorang wanita yang bertanya kepada kami. “Itu sudah menjadi hobi saya, Bu. Saya suka mengutak-atik komputer. Jadi, kalau urusan beginian mah udah bukan masalah lagi,” kata kakakku.
“Arnold, pinjam HP lu bentar,” ujar pria yang bernama Sasagi itu. Dia memberikan HP-nya padanya. Setelah itu, pria yang bernama Sasagi itu membuka casing HP-nya untuk memeriksa isinya. “Ah, gua juga punya pelacak kayak begini,” ucapnya setelah memeriksa HP-nya. “Kalian dapat ini dari mana?” “Dari perusahaan bapaknya Arnold,” kata kakakku. “Gua juga belinya di situ.” Dia merogoh ke dalam mantelnya lalu memperlihatkan kelima chip pelacaknya kepada kami. “Itu biasanya dipake buat ditempelin di badan orang atau ngga di tembok biar tau orangnya lewat mana,” ucap kakakku antusias. “Gila! Gua suka anak ini,” ujar pria yang bernama Sasagi itu.
“Sebelum pembicaraan ini berlanjut, siapa nama kalian?” ucap pemimpin rapat tersebut. “Saya Genesis dan ini adik saya, Miranda.” Kakakku memperkenalkan dirinya dan juga aku. “Kami semua belum memperkenalkan diri, nama saya Taufik. Inspektur itu namanya Linda, pemuda yang baru saja berbicara dengan kalian namanya Sasagi, dan wanita yang terkesan dengan kalian barusan namanya Canaan. Kalau sisanya mungkin kalian sudah saling kenal di sekolah,” ucap pemimpin rapat tersebut yang ternyata namanya adalah Taufik. “Saya mengenal Arnold dan cowok itu, tapi saya tidak mengenal cewek itu,” kata kakakku. “Gua Kaputri, kelas XI IPA 1,” kata cewek itu memperkenalkan diri.
“Seperti yang Canaan katakan, saya juga sedikit terkesan dengan kalian berdua. Bagaimana kalau kalian membantu kami?” tawar Pak Taufik. “Kalau saya sih boleh aja, gimana kalau Kakak?” “Boleh aja, gua ngga mau kehilangan kesempatan ini.” “Baiklah kalau begitu, mari kita mulai rapat kita.”
Ruangan rapat seketika menjadi gelap lalu proyektor pun menyala. Kami diperlihatkan foto dan profil dari 2 orang. Setelah itu, Pak Taufik menjelaskan apa yang terjadi.
“2 hari yang lalu, putri presiden, Giana Tricipta, hampir diculik dari Istana Kepresidenan. Untungnya, Inspektur Linda berhasil menangkap penculiknya sehingga nyawa putri presiden tidak terancam. Setelah menggali informasi lebih dalam, ternyata Giana bukan target satu-satunya dan dua orang ini merupakan target selanjutnya.”
“Siapa mereka berdua?” tanyaku penasaran. “Celestia Ganesha, putri Menteri Dalam Negeri dan Theodore Koesno, putra Menteri Keuangan.”
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 22 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com