Genesis Nila – X IPS 2 Kantor STAR Jawa Barat, Distrik 10. Sabtu, 26 November pukul 10.15 WIB.
“Celestia Ganesha, putri Menteri Dalam Negeri dan Theodore Koesno, putra Menteri Keuangan.” Dua orang ini akan menjadi target Nova selanjutnya. Begitulah kata Pak Taufik, pemimpin dari STAR divisi Jawa Barat. Aku dan yang lain dikumpulkan di sini untuk membantu mereka melindungi kedua target ini dari cengkraman Nova.
“Dari intel yang kami dapat,” lanjut Pak Taufik, “Celestia akan mengelar pesta ulang tahunnya di Jakarta, sedangkan Theodore akan menghadiri acara amal yang diselenggarakan oleh ayahnya di Surabaya. Meskipun kami telah berhasil mencegah Nova menculik Giana, tidak menutup kemungkinan kalau mereka akan mencoba menyerang Giana kembali. Jadi, saya akan bagi kalian menjadi tiga tim.”
“Ini bakalan jadi seru nih,” ucap Kolonel Sasagi Darius antusias.
“Sasagi dan Arnold, kalian akan menjaga Celestia. Canaan dan Kaputri, kalian akan menjaga Theodore. Sisanya, Linda dan Johan, kalian akan menjaga Giana.” Pak Taufik membagi tugas. “Bagaimana dengan kami?” tanyaku. “Kalian berdua akan membantuku mengawasi mereka menjalankan misi ini.”
Mendengar hal itu, aku cukup kecewa. Kalau kaya begini mah, mending ngerjain tugas aja di rumah, pikirku. Aku bukan tipe orang yang suka bermalas-malasan di rumah sambil menonton televisi. Sebaliknya, aku adalah orang yang aktif, kepo, dan suka berpetualang.
“Baik, Pak,” ucapku sambil bersungut-sungut. “Sekarang, kita masuk ke bagian yang paling penting.” Pak Taufik mengarahkan pointer-nya ke arah tembok lalu memencet tombolnya. Seketika, foto dan profil dari 2 target Nova berubah menjadi foto dan profil dari 5 orang. “Kami menduga bahwa Nova akan mengirim kelima orang ini untuk menculik kedua target.” “Hei, itu bukannya Sophie sama Peter ya?” tunjuk Johan ke arah dua foto orang yang terpampang di tembok. “Gua juga mikirnya gitu,” ucap Kaputri. Adikku menyikutku. “Eh, masih ingat dia? Dia yang nyulik kita kemarin.” “Ya lah gua masih inget.”
“Biar kuperkenalkan mereka semua, Sophie dan Peter merupakan nama samaran dari Skolastika Ratu Fiona dan Pietro Cesar, sedangkan untuk ketiga orang lainnya, mereka masing-masing bernama Akaru Darius, Virly Gossandra, dan Leroy Ottodinata,” jelas Pak Taufik. “Siapa mereka semua?” tanya adikku. “Pembunuh, pencuri, dan penipu semuanya menjadi satu. Mereka adalah kelompok yang paling berpengaruh di Nova, selalu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Soal kekompakan tidak perlu diragukan lagi. Kami sudah memburu kelompok ini selama bertahun-tahun. Namun ketika kami sudah menangkap salah satu dari kelompok itu, dia langsung kabur dari penjara dalam sekejap,” jawab Inspektur Linda.
“Apa yang spesial dari mereka? Mereka tampak biasa-biasa aja buat saya,” ucap Johan. “Kamu kira mereka orang biasa? Justru kamu salah. Mereka semua adalah Astrologist,” ujar Pak Taufik. “Apa?” Johan terkejut. “Semuanya?” “Ya, semuanya,” ucap Pak Taufik menegaskan. “Mungkin kamu sudah pernah bertemu Skolastika dan Pietro di satu tempat, tapi apakah kamu pernah berkonfrontasi dengan salah satu dari mereka?” “Belum, Pak,” jawab Johan. “Kami semua disini setidaknya sudah pernah berkonfrontasi dengan salah satu dari mereka. Sebagai contoh, kemarin, Sasagi dan Arnold berkonfrontasi dengan Akaru. Linda, Genesis, dan Miranda berkonfrontasi dengan Leroy. Terakhir, Canaan dan Kaputri berkonfrontasi dengan Virly.”
Johan langsung menoleh ke arah kami semua secara bergantian. “Rupanya sudah banyak kejadian seru yang terjadi beberapa hari ini.” “Begitulah. Kembali ke topik pembahasan kita, masing-masing dari mereka adalah Astrologist. Oleh sebab itu, mereka pasti memiliki artefak dan kekuatannya masing-masing. Sayangnya, kami hanya mendapatkan informasi mengenai kekuatan Akaru dan Virly, sisanya masih kami selidiki.”
“Apa kekuatan mereka?” tanyaku. Pak Taufik mengarahkan pointer-nya ke arah tembok lalu memencet tombolnya lagi. Sekarang, terpampang banyak foto dan video ketika Akaru dan Virly menggunakan kekuatan mereka. “Akaru bisa memanipulasi tiga elemen alam, air, es, dan petir, sedangkan Virly bisa memunculkan ilusi bagi korban-korbannya.” Setelah aku mendengar penjelasan dari Pak Taufik, entah kenapa sekarang aku malah merasa bersyukur mendapatkan tugas mengawasi.
Miranda Nila – X IPS 3 Aku mengangkat tanganku. “Pak, saya mau memberi informasi tambahan tentang Leroy.” “Silahkan,” ijin Pak Taufik. “Seperti yang sudah disampaikan barusan, saya dan kakak saya sudah pernah berurusan dengan Leroy. Dia menculik dan menggantung kami di sisi jendela kantor kepolisian. Singkat cerita, kami diselamatkan oleh Inspektur Linda dan komandan kepolisian. Berdasarkan pengamatan kami ketika melawan Leroy, dia memiliki artefak zodiak Leo yang berbentuk jaket hoodie berwarna biru tua. Selain itu, pukulannya sangat kuat, sehingga dapat membuat saya langsung pingsan di tempat hanya dengan satu pukulan ringan.”
“Lu lupa satu hal, Mir,” celetuk kakakku. “Jadi, setelah Mira pingsan di tempat, saya masih mencoba melawan Leroy. Namun, Leroy tiba-tiba mengeluarkan siulannya yang sangat memekakkan telinga. Gendang telingaku serasa ingin pecah. Setelah itu, saya langsung dicekik sampai pingsan.” “Kesimpulannya, artefak Leroy adalah jaket hoodie berwarna biru tua. Kemungkinan besar fungsi artefaknya adalah menambah kekuatan fisik, sedangkan untuk kekuatannya bisa saja manipulasi suara,” ujarku. “Baik, terima kasih atas infonya,” ucap Pak Taufik. “Semoga informasi ini dapat membantu kita dalam misi hari ini. Oh ya, satu hal lagi, dikarenakan Jakarta dan Surabaya bukan bagian dari wilayah yurisdiksi kami, maka masing-masing dari kalian akan dibimbing oleh satu orang dari STAR DKI Jakarta dan satu orang dari STAR Jawa Timur. Selamat bertugas semuanya. Good luck.”
Akhirnya rapat pun selesai dan semua orang keluar dari ruang rapat, kecuali Pak Taufik, aku, dan kakakku. Pak Taufik menyuruh kami untuk membawa beberapa tumpukan folder yang ada di pojok ruangan rapat. Folder-folder ini nantinya akan kami berikan ke Divisi Intelijen. Setelah memberikan tumpukan-tumpukan folder ke Divisi Intelijen, kami langsung mengikuti Pak Taufik ke Divisi Taktis. Di situlah kami akan mengawasi pergerakan mereka yang akan menjalankan misi pada hari ini.
“Itu meja kalian,” ucap Pak Taufik sambil menunjuk ke arah dua meja yang saling membelakangi.
Kami pun duduk di kursinya masing-masing. “Boleh juga, gimana menurut lu, Mir?” tanya kakakku. “Biasa aja sih, mirip kayak yang ada di rumah,” jawabku. “Satu hal lagi, tombol lift kita memakai sistem sidik jari untuk mencegah orang luar menggunakan lift kita. Jadi, saya sudah meminta Sasagi untuk memasukkan data sidik jari kalian ke dalam sistem. Misi akan dimulai jam 5 sore. Kalian boleh pulang dulu dan mengambil peralatan kalian.” ucap Pak Taufik.
Akhirnya kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke rumah untuk mengambil beberapa peralatan kami. Kami pergi ke depan lift lalu menekan tombol turun. Di dalam lift, kami berbincang sebentar.
“Abis kita ambil peralatan kita, mau makan dulu ngga?” tanya kakakku. “Boleh aja, gua mau makan burger,” jawabku. “Gua juga mau. Ya udah, kita makannya di restoran–” “Deket pom bensin,” ucapku cepat. “Kok lu bisa tahu?” “Astaga, Gen, kita kan kembar. Otak kita udah kehubung sejak masih di perut.” Setelah berbicara demikian, kami pun tertawa terbahak-bahak.
Cerpen Karangan: A. Raymond S. Facebook: facebook.com/andreas.soewito
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com