Rena telah menjadi teman baikku selama ini. Setiap hari aku selalu bermain dengannya. Paman Dani, ayah dari Rena pun sangat baik dan ia sudah seperti ayahku sendiri. Aku tinggal di rumah mereka bersama Ayah dan Ibuku. Setiap hari Ibu dan Ayah bekerja di kebun. Aku biasanya hanya duduk diam menunggu Rena pulang untuk bermain. Untuk sebuah boneka kayu sepertiku, aku bisa menunggu dia bahkan ketika dia pergi seminggu ke rumah neneknya. Setiap dia pulang, dia pasti selalu bermain denganku.
Hanya saja akhir-akhir ini dia sangat jarang memainkanku. Apalagi ketika dia membawa benda kotak bercahaya itu. Setiap hari dia duduk dan menatap kotak itu lalu jemarinya menari menekan kotak lain yang menyambung pada kotak bercahaya itu. Aku hanya bisa diam melihatnya asyik bermain, tertawa bahkan menangis di depan benda itu. Jika saja aku bisa bergerak, mungkin aku akan ikut bermain bersamanya atau aku bisa saja merusak benda yang telah merenggut waktu berhargaku dengan Rena. Rena pun hanya sesekali menatapku dan tersenyum kepadaku. Aku tidak bisa marah padanya, wajahku diciptakan selalu tersenyum. Andai saja dia tahu raut mukaku yang sebenarnya, dia pasti akan segera mengambilku dan meminta maaf kepadaku.
Tiba-tiba dia beranjak dari kursinya dan mendekatiku. Ia membawaku dan mendudukanku di atas meja menghadap ke kotak bercahaya itu. Kotak itu tidak hanya bercahaya, ia memunculkan gambar dan tulisan-tulisan. “Rayi, ini adalah Laptop, ayah baru saja membelikannya untukku. Dengan ini, aku bisa mencari segala sesuatu dan menjelajah ke seluruh negeri tanpa harus pergi dari tempat kita duduk sekarang.” Ucap Rena. “Kemudian ini handphone, ini bisa menghubungkanku dengan orang lain di seluruh dunia.” Tambahnya. Dia menjelaskannya dengan riang, aku tetap saja belum bisa memaafkan si “Laptop” dan “Handphone” ini. Dia telah mencuri Rena-ku. Andai saja tanganku bisa aku gerakkan, mungkin aku sudah bisa menghajarnya. Tapi aku juga mulai takjub dengan si “Laptop” ini. Rena hanya menekan beberapa tombol dan tiba-tiba muncul gambar-gambar dan tulisan-tulisan lain.
Rena membawaku menjelajahi dunia lewat Laptop ini. Jika saja Rena tahu, mataku terbuka lebar tak henti-hentinya takjub akan apa yang aku lihat meski sebenarnya mataku memang selalu terbuka lebar. Setelah beberapa lama, Rena akhirnya menutup Laptopnya dan hendak tidur. Dia pun mengembalikanku ke rumah dan aku pun tidur di kamarku yang nyaman, meski sebenarnya aku tidak bisa memejamkan mata.
Paginya, Rena bangun dan bersiap pergi ke sekolah. Setelah pulang, ia kembali mengajakku untuk melihat Laptop dan itu terjadi terus menerus setiap hari. Setiap hari Rena hampir selalu berada di depan laptop. Apalagi beberapa bulan ini nampaknya Rena tidak pergi keluar untuk sekolah, entah apa yang terjadi. Pagi, siang dan malam selalu saja Rena diam di hadapan laptop. Kehidupannya Setiap hari disibukkan dengan laptop, dan aku kembali terlupakan. Mungkin hanya sesekali saja aku diajak melihat laptop dan itu pun tidak lama dan membosankan. Rena akhir-akhir ini tidak membawaku mengelilingi dunia, dia hanya menatap tulisan-tulisan dan kemudian membalasnya. Tapi sepertinya dia sangat asyik melihat tulisan itu, jika saja aku bisa membacanya.
Kemudian hal yang buruk terjadi. Rena mambawa beberapa temannya untuk datang ke rumahnya. Mereka datang untuk bermain dengan Rena, awalnya aku senang karena Rena membawa teman-temannya, mungkin aku juga akan berkenalan dengan mereka. Begitu mereka datang, Rena dan teman-temannya tidak bermain. Mereka asyik sendiri dengan Laptop yang mereka bawa, atau mereka membawa sesuatu yang lebih kecil yang mereka sebut handphone. Setiap temannya hanya sibuk memandangi Laptop atau Handphone mereka, nyaris mereka tidak berbicara satu sama lain atau bermain dengan boneka atau yang lainnya seperti teman Rena yang dulu.
Salah seorang teman Rena kemudian terlihat bosan dan melihat sekeliling. Pandangan dia tertuju padaku dan dia beranjak dari tempat duduknya. Rena dan yang lainnya tampak acuh tak acuh melihat temannya itu. Dia kemudian mendekatiku dan memandangiku. Dia tersenyum kepadaku dan aku pun membalas senyumannya, jika saja dia tahu. Dia kemudian membawaku, aku senang akhirnya setelah tadi aku tidak yakin dia akan membawaku untuk bermain. Tiba-tiba dia mengangkatku ke atas dan berteriak. “Lihat… Rena punya boneka ini, kayak anak kecil aja.” Ucapnya sambil tertawa.
Rena berdiri dan akan mengambilku dari genggaman temannya. Tapi aku kemudian dilemparkan dan terus menerus dilempar ke teman yang lain. Rena berusaha untuk mengambilku tapi sepertinya teman-temannya cukup bandel tidak membiarkan Rena mendapatkanku. Aku terus dilempar kesana kemari, rasanya pusing sekali dan ingin muntah. Kemudian Rena berhasil menggenggam tanganku tapi tanpa disadari temannya itu menarik dengan keras hingga tali penghubung tanganku putus.
Mereka kemudian berhenti, dan suasananya menjadi hening. Rena terlihat sedih sambil memegang tanganku yang sudah putus, dia kemudian mengambilku dan menaruhku kembali di rumahku. Dia menaruh tanganku di pangkuanku. Teman-temannya kemudian bergantian memeluk Rena dan meminta maaf kepadanya. Harusnya mereka meminta maaf kepadaku, lihat yang terjadi kepadaku. Tanganku putus dan kalian hanya diam saja. Rena sepertinya memaafkan mereka. “Maaf ya Rena, lagipula itu kan kamu udah dewasa, masa masih main boneka.” Kata salah satu temannya. Rena hanya diam saja, dan mereka kembali asyik dengan handphonenya masing-masing.
Beberapa hari kemudian mereka datang kembali dan seperti biasa hanya asyik dengan handphonenya atau bermain laptop sambil tertawa cekikikan. Sepertinya rena sudah benar-benar memaafkan mereka, dan mereka pun tidak ada niatan untuk mengambilku dan melakukan hal bodoh kepadaku. Rena dan teman-temannya pun nampaknya makin hari makin dekat meskipun mereka hanya memandangi handphonenya masing-masing jika sedang berkunjung ke rumah Rena.
Kemudian datang lagi seorang temannya, kali ini dia seorang laki-laki dan sendiri. Dia datang dan berbicara dengan Rena, tidak seperti teman perempuannya yang sibuk dengan handphonenya. Rena sepertinya sangat senang berada di dekatnya dan jangankan aku, laptop dan handphonya pun disimpan di meja dan tidak dipegang kecuali laki-laki itu sudah pulang. Mereka asyik berbincang, bercanda dan tertawa bersama. Rena tak henti-henti memandanginya saat laki-laki itu berbicara kepadanya. Sepertinya dia lebih baik dari teman perempuannya yang hanya asyik masing-masing. Dia kemudian melihatku dan mendekatiku.
“Kamu masih main boneka?” Tanya dia pada Rena sambil menempelkan telunjuknya pada hidungku. “Kenapa kamu tidak buang saja? lagipula ini sudah rusak, tangannya putus.” Tambahnya. Rasanya sakit sekali mendengar ucapannya, andai saja dia bisa melihat mukaku yang merah padam dan tanganku yang mengepal meskipun hanya sebelah. Jika saja aku bisa memukulnya atau melemparkan tangan putusku ke arah mukanya yang tengil itu.
Rena terkejut dan kemudian membawaku. Akhirnya Rena tidak tinggal diam, dia membawaku dan menyimpanku ke atas meja. Rena tidak akan diam jika aku dihina seperti itu. Rena telah lama mengenalku, dia menyayangiku. “Aku lupa, sebenarnya aku sudah lama ingin membuangnya.” Ucap Rena. Aku terkulai lemas, memang Rena hanya menggeletakkanku di atas meja, tapi tetap saja aku tidak menyangka Rena akan berkata seperti itu. Rena kemudian membawaku dan memasukanku dan rumahku ke dalam sebuah dus besar. Rena dan Laki-laki itu kemudian membawaku keluar rumah dan mereka menyimpanku di dalam gudang. “Kita simpan saja disini, nanti biar ayahku yang membuangnya.” Ucap Rena.
Kemudian dus yang berisi aku dan rumahku itu disimpan begitu saja dan mereka meninggalkanku di dalam gudang yang dingin dan gelap ini. Aku hanya bisa menunggu, mungkin akan tiba waktunya ketika Rena kembali membawaku untuk bermain. Aku percaya itu, aku pasti akan melihat Rena kembali. Ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi padaku. Dulu ketika Rena kecil, dia beberapa kali meninggalkanku karena suatu hal, tapi pada akhirnya Rena akan kembali mencariku. Apalagi dia tidak membuangku, dia hanya menyimpanku di dalam gudang ini. aku hanya tinggal menunggu saja.
Aku tak tahu berapa hari, bulan, bahkan tahun aku berada di gudang ini. Rasanya pandanganku kabur karena tertutup debu dan hal lainnya. Sepertinya cukup lama aku diam disini menunggu kembalinya Rena yang akan membawaku, memperbaikiku dan bermain bersama lagi. Aku sudah terbiasa menunggu, bagiku, kata bosan itu hampir tidak ada, wajahku akan selalu tersenyum menanti kedatanggannya.
Secercah cahaya muncul menembus kegelapan, kilauannya memberikan harapan besar bahwa apa yang aku tunggu akhirnya kembali, apa yang aku inginkan akhirnya terkabul. Terdengar suara langkah kaki seseorang yang memasuki gudang ini dan langkah kaki itu tedengar makin keras. Dus yang berisikan aku itu terangkat. Seseorang yang belum aku ketahui membawaku ke luar. Cahaya mentari begitu terik, sudah lama aku tidak merasakan hangatnya sentuhan mentari yang menyengat di tubuh kayuku ini. Seseorang itu tampak tidak asing, hanya saja telah tumbuh janggut putih di dagunya dan kulitnya menjadi keriput. Itu adalah Paman Dani, ayahnya Rena. Aku tidak sabar melihat Rena yang sekarang, mungkin dia telah tumbuh dewasa.
Paman Dani berjalan cukup lama dan dia kemudian melemparkan dus itu ke arah kepulan asap yang membumbung tinggi. Seketika aku terlempar keluar dari dus itu dan melihat api yang berkobar mulai menyengat tubuhku ini. Dari kejauhan aku melihat sosok perempuan yang aku tidak akan pernah lupa meskipun tak berjumpa untuk waktu yang cukup lama. Rena, dia telah tumbuh menjadi seorang wanita yang cantik dan rupawan. Di sebelahnya tampak seorang pria tampan yang mendampinginya dan mereka nampak serasi. Setelah aku melihat lebih jelas, Rena sepertinya menggendong seorang bayi perempuan yang cantik, dan ada seorang anak laki-laki yang sedang berdiri dibelakang kedua orangtuanya itu. Mereka sepertinya anak-anak dari Rena.
Rena melihatku dan dia nampak terkejut melihatku. Dia kemudian menyerahkan anak perempuannya dan bergegas menghampiriku yang sudah tertumpuk dengan barang lain yang mulai hangus terbakar. Rena sekarang berada di hadapanku, melihatku yang sudah hampir menjadi abu. Dia menitikkan air mata dan mulai menangis. Aku hanya tersenyum dan itulah yang aku bisa lakukan kepadanya. Keinginanku sudah tercapai, aku bisa melihat Rena lagi. Meskipun aku tidak bisa bermain dengannya, tetapi aku tidak menyesalinya. Aku bahagia melihat Rena memiliki seseorang yang bisa menjaganya dan juga bermain dengannya. Senyuman di wajahku memudar seiring tubuhku yang berubah menjadi abu yang terapung ke langit yang tinggi bersama kepulan asap hitam.
Cerpen Karangan: Zed Blog: catatanzed.blogspot.com Penulis biasa biasa saja
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com