“Apa tujuanmu datang?” Imaji menatap Caca seketika, tanpa basa basi ia rapikan kembali komik komik aneh yang membuat otaknya demam lalu berjalan dan duduk di samping Caca. Dengan anggun ia meletakan telunjuknya di dahi Caca kemudian menggerakan tangannya menuju arah jendela yang kini terbuka lebar. Mata Caca pun dengan sendirinya mengkuti lentikan jari Imaji dengan serius.
“Tujuanku kesini adalah untuk menjadi sahabatmu dan membawamu bersenang senang keliling dunia.” Caca terdiam sebelum kemudian tertawa terbahak bahak mendengarnya. Imaji yang bingung sontak mengangkat alisnya, heran sekaligus takjub bahwasannya gadis seperti Caca dapat tertawa selepas itu. Tanpa sungkan sungkan Caca mendekat pada Imaji menggenggam tangannya dan membawanya berjalan menuju arah pintu dimana Imaji datang dengan memecahkan vas bunga disana.
“Terimakasih atas kunjungannya. Sekarang pulanglah ke tempat asalmu” Dengan nada lirih Caca mengungkapkan rentetan kata itu dengan sempurna, kata sederhana yang sangat menusuk hati sekaligus otak Imaji. “Kau mengusirku?!” Imaji membalas ungkapan Caca spontan “Yah karena kau hanya akan membuang waktuku” Caca menatap imaji datar sebelum keduanya melangsungkan tatapan tajam yang membuat ruangan itu menjadi panas. “Aku datang dengan niat baik untuk menjadi sahabatmu dan kau dengan terang mengusirku?!” Imaji yang nampak semakin kesal tak lagi sanggup menahan diri. Sedangkan Caca dengan santainya memikirkan jawaban setimpal untuk memberi umpan balik gadis bergaun hijau itu. “Aku tidak pernah memintamu datang apalagi memintamu menjadi sahabatku” Imaji semakin melototkan matanya, bagaimana bisa ada makhluk yang dengan tenang mengatakan hal sejahat itu? dari sekian banyak anak yang sudah ia temui baru kali ini ia menemuka sosok seperti Caca yang berkepala batu dan tak berhati. “Tidakkah kau berpikir sebelum bicara? Bagaimana kata sekasar itu bisa tersimpan dalam otak dan melewati tenggorokanmu?!”
Caca terdiam mengalihkan pandangannya menjauhi gadis yang mengomelinya, tak menghiraukannya Caca lebih memilih untuk duduk dan membaca novel yang baru saja ia pesan siang tadi. Imaji membuang nafas menstabilkan kembali tekanan darahnya dan berjalan menuju jendela, menatap tuan rembulan dan jajaran bintang yang masih menggantung menemani kegembiraan malam tahun baru, matannya kini melihat ke bawah dimana kota yang cantik itu penuh dengan gemerlap lampu dan masyarakat bersuka ria, kini ia membalik pada gadis yang duduk membaca novel, Caca. Yang sendiri dalam ruangan ini, terisolasi bersama sepi.
“Tidakkah kau ingin bahagia bersama mereka? Maksudku kau pernah seperti mereka dan itu menyenangkan kan?” Dengan lembut imaji mencoba kembali berkomunikasi dengan Caca Sesaat Caca membiarkan otaknya membuka kenangan itu meletakan kembai pikirannya menyusuri kenangan itu.
“Bukankah hal hal itu lebih menyenangkan daripada duduk mengisolasi diri dengan membaca kata setiap harinya?” “Kau salah, justru dengan mengisolasi diri dan membaca novel itu sangatlah menyenangkan, jauh dari kebisingan masyarakat yang membuatmu harus merasakan sakit.” Dengan lantang Caca membantah ucapan makhluk hijau itu. “Engga Ca, aku tahu kalau kau tidak senang berada disini, aku tau kau selalu ingin melihat dunia itu, aku tau kau sangat ingin keluar dari sini dan memulai hidup baru, tapi kenyataan dan sakit itu masih menghantuimu benar kan?” Imaji berjalan mendekat, dengan senyum di wajahnya ia mengulurkan tangannya, membuat Caca harus terpatung dengan tatapan kaca di kedua matanya.
“Ayo Ca, bersama sama kita keluar dari dunia gelap ini, kita bersama keluar dan kembali menyambut mentari.” Caca menggeleng membuang pandangannya menjauhi gadis itu. “Pergilah, usahamu akan sia sia aku tak akan pergi dari tempat ini” “Aku tak akan pergi tanpa kau!” Imaji melototkan matannya membuat Caca harus menghelan nafas panjang, entah harus dengan bahasa apa lagi ia harus mengusir Imaji. “Kenapa kau keras kepala?! Ini urusanku kenapa kau yang repot?!” “Karna aku tak mau kau kesepian disini Ca!” Mendengar hal itu Caca terdiam. Mencoba mengatur nafasnya sembari menahan diri agar tidak menelan gadis di depannya itu.
“Kau tahu, kesepian itu jauh lebih menyenangkan daripada hidup dikelilingi banyak orang yang hanya penuh dengan kebohongan dan kemunafikan. Dan itu sebabnya aku lebih memilih duniaku sendiri disini.” jelas Caca. “Ca, tidak semua orang di dunia ini selalu berbohong dan munafik, cobalah kau keluar dan kembali bergaul seperti dulu” “Buat apa?!” Imaji terpatung mendengar jawaban singkat Caca, kini bukan lagi ia yang bicara tetapi Caca yang seolah menuangkan segala unek unek yang ia pendam hampir 4 tahun ini.
“Melalukan kebali hal yang pernah membuat kita sakit, bukankah itu sama dengan kita menyakiti diri sendiri? Hanya orang aneh yang mau melompat ke jurang yang sama.” “Itu ga akan terjadi Ca, aku jamin akan banyak orang yang mau menerimamu dan menjadi sahabatmu” “Bagaimana aku bisa percaya?” Caca melempar tatapannya pada gadis yang duduk sembari menitikan air mata. Ia tak tahu mengapa ia menangis tapi melihat tetesan air mata membasahi pipi membuatnya juga menangis dan ingin mengusapnya. Sama halnya yang lain ini kali pertamannya ia kembali menangis bersedih melihat kesedihan orang. Ia bahkan tak percaya jika ia masih memiliki kelembutan hati untuk merasakan kesedihan.
“Disaat teman teman dan sahabatku berdusta dan menyakitiku, termasuk keluargaku sendiri, bagaimana bisa aku percaya padamu?!” Dengan sekejap kenangan dan sakit yang bertahun tahun coba Caca lupakan dalam hitungan detik kembali melintas, meski hampir 4 tahun kejadian itu berlalu namun hingga saat ini rasa sakitnya masih sama. Kata dan tindakan jahat dari teman teman dan keluargannya terputar jelas di otak, seketika semua itu membuat tubuh Caca gemetar hingga raganya tumbang dalam pelukan Imaji.
“Ca, dunia itu luas dan yang kau alami hanya benih dari satu petualangan dunia, masih bayak orang orang baik diluar sana, cobalah buka matamu, biarlah yang terjadi menjadi kenangan dan cerita untuk masa depan kita. Jangan bebani langkahmu dengan masa lalu.” “Kau tahu Ca, di balik pintu ini bertampal lembaran lembaran memo harapan dari teman teman kelasmu, mereka menantimu untuk kembali bergabung dan tertawa bersama mereka. Dan di sudut balik pintu ini, ada kakakmu yang selalu mengetuk pintu ini ribuan kali.”
Caca terdiam, benarkah apa yang Imaji katakan? Perlahan ia pun melangkah mendekati pintu itu, pintu yang tak pernah ia buka meski selalu berbunyi ribuan kali, pitu yang selalu membatasinya dari dunia luar, pintu yang menjadi batas dunianya, Caca menatap ruang kamarnya, yang tak terasa sudah hampir 4 tahun menjadi duniannya bersama ribuan novel dan komik yang ia koleksi. Ya sangat singkat hanya dengan membaca novel dan mengisolasi diri tahun sudah kembali berganti.
“Mari kita tembus pintu ini” Imaji mengulurkan tangannya seraya tersenyum
Caca yang masih dilema tak menanggapi Imaji ia hanya termenung menatap pintu itu, kedua sisi kehidupan membuatnya bimbang diantara melangkah dan mundur, itu hanya dua pilihan namun bagaikan dihadang dua jurang setiap sisinya. Bagaimana jika di balik pintu itu ia akan kembali dihadang oleh keluarga dan sahabat sahabatnya seperti dulu?
Imaji menggenggam tangan Caca erat, memaksanya untuk membuka pintu itu tanpa harus berpikir panjang. Caca yang bimbang hanya mengiringi langkah Imaji, perlahan hingga telapak kakinya memberi jejak pada dunia. Dunianya yang gelap seketika berganti menjadi dunia penuh warna, seperti yang Imaji katakan pintu kamarnya penuh dengan memo dari teman temannya dan dibalik pintu itu berdiri bunda, ayah dan kakak tirinya yang menyambutnya dengan pelukan hangat.
“Terimakasih Imaji tanpamu aku tak akan berani melewati pintu itu” ucap Caca tersenyum dan memeluk Imaji. “Ini bukan karenaku, tapi karena hati dan kebaikan dirimu mengalahkan kegelapan.”
Caca termenung menatap kaki Imaji yang perlahan tergantikan oleh serbuk hijau, Imaji yang heran melihat tingkah Caca mengangkat kedua alisnya seolah bertanya. “Apa kau akan pergi?” Imaji tersenyum mendengar pertannyaan Caca. Dengan tersenyum ia melepas gelang dari pergelangan tangannya. “Tidak ada yang abadi di dunia ini Caca, dan tugasku sudah selesai. Ingatlah bahwa kau tak sendiri ada banyak orang yang peduli padamu kau hanya perlu melihat sisi lain agar menemukan kebahagiaan, jangan menilai sesuatu hanya dengan satu sudut tapi pahami juga sudut lainnya.”
Tubuh Imaji benar benar lenyap setelah ia memakaikan gelang ditangan Caca, gelang hijau yang sangat cantik sebagaimana wajah Imaji.
“Tok Tok Tok” Caca menatap ke arah pintu yang terkunci? Dan ia menatap sekeliling tempat dimana ia duduk dan membaca novel sebagaimana sebelumnya, Kamarnya, tempat dimana ia menjalani dunianya. Lalu apakah Imaji itu hanyalah imajinasi? Atau bunga tidur? Caca memegang kepalanya yang pusing hingga ia terkejut mendapati gelang di tangannya…
Selesai
Cerpen Karangan: Cahyanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com