‘Chiya. Kenapa kamu ga datang ke taman malam ini? Kamu sibuk Hm, padahal ada sesuatu yang ingin ku kasih tau, sekarang juga, tapi kamu ga datang, besok kamu ga akan tau lho rahasia yang sebenarnya.
Aku pernah dengar, ada seorang anak laki-laki yang menepati janjinya untuk selalu bertemu dengan sahabat perempuan walaupun akan menempuh jalan yang berbeda, tapi sayangnya dia meninggal setelah melakukan perjanjian itu, saat itu dia sedang mengambil hapenya yang terjatuh dalam danau di sebuah taman, dia menyelam ke dalam danau namun sayangnya ia tak bisa berenang, dan kakinya terikat oleh reruntuhan besi yang ada di dasar danau itu, dia tak bisa diselamatkan lagi.
Lalu setelah beberapa tahun, dia pun bisa menepati janji itu, dia bertemu dengan sahabatnya, mereka bersenang-senang, bermain bersama, seperti dulu lagi, tanpa sahabatnya tau kalau yang ada di samping dia bukan manusia lagi, hanya saudarinya yang tau, lekaki itu hanya diberi 7 hari untuk selalu bertemu dengan sahabatnya, dan dia ingin setiap pertemuan itu ada maknanya dan kenangan yang indah, dia pun berusaha memanfaatkan hari-hari itu, dibantu oleh saudarinya juga.
Namun di hari ketujuh, dia hampir tak bisa memenuhi janjinya, sahabatnya tidak datang ke taman itu, padahal sebentar lagi lelaki itu akan pergi selamanya, dia tak ingin mengingkari janjinya, lalu ia pun menceritakan semuanya dengan sebuah surat.
Mau tau cerita itu akan berakhir bagaimana? Aku tak bisa memberitahunya, karna aku tak tahu akhir dari cerita itu. Bukankah akan menyedihkan jika akhirnya perempuan itu tak datang ke taman di hari terakhir kesempatan mereka untuk bertemu?
Apa kamu tak sadar ini hari terakhirnya? Apa kamu tak ingin ke taman itu sekarang?’ Reaksi apa yang harus ditunjukkan? Atas semua yang sudah terjadi dan tentang kenyataan yang sebenarnya terjadi? Apa ini alasan Kishi selalu mengejutkanku di taman itu? Dan hawanya yang tak bisa Chiya tebak?
Tak ada reaksi sama sekali, kecuali hati yang terkejut atas semua penyataan itu. Tidak, Chiya tak ingin berakhir seperti itu.
Ia melihat ke arah jam, 11.35. Dia yakin, masih ada waktu untuk menepati janji mereka. Ia tak mempedulikan seberapa berantakan ruangan yang ada di dalam rumahnya, hanya memakai jaket dan celana panjang, menutup pintu dan langsung berlari menuju taman yang sayangnya lumayan jauh dari rumahnya, tapi ia tetap yakin masih ada waktu untuk mereka, Chiya tak ingin menghancurkan janji ini, berlari tak peduli orang-orang yang menatap heran ke arahnya, janji harus ditepati, dan Kishi sudah berusaha banyak untuk menepati janji kita.
Sayangnya, tidak ada jadwal bus lagi untuk mengantarnya ke wilayah tempat taman itu berada, sudahlah dia tak bisa berpikir lagi, hanya lari salah satu caranya, dia berlari bersama waktu yang mengejarnya, berusaha untuk mendahului sebelum tak ada lagi kesempatan untuk pertemuan terakhir mereka.
10 minute before… Tolong, kakinya sudah lelah tapi hatinya memaksa untuk berlari berbalapan dengan waktu yang semakin dekat mengejarnya, tapi ia tak ingin berakhir dengan seperti itu, dia sudah banyak membantu untuk menepati janji mereka, dan Chiya harus berusaha untuk itu juga.
5 minute before Sangat dekat selisih antara Chiya dan Waktu, tapi akhirnya dia berhasil sampai dulu, dia berhasil mendahului waktu, ia melihat suasana taman yang sangat sepi, sebelum…
“Hhmm, jadi begini akhir cerita itu, yah aku sudah tau.” Suara itu membuat Chiya menoleh ke belakang. “Kau sudah tak ada?” “Dari awal kita bertemu lagi aku sudah tidak ada.” Sesuatu terasa menusuk badan Chiya.
“Nyatanya kebahagiaan kita seperti kembang api yah.” Kishi mendengar ucapan Chiya yang terasa miris. “Tak perlu khawatir, kebahagiaan dan kesedihan sudah jadi hal lumrah, lagipula, langit tak selama jadi malam kan? Dan tak selamanya menjadi siang kan?” “Jangan anggap kehidupanmu hanya selalu tentang kesedihan, atau sebaliknya, karna mereka berdua seperti siang dan malam, akanuncuk dan datang secara bergantian.” Chiya serasa ingin mengatakan sesuatu tapi terlalu berat diucapkan.
“Kita tak bisa bertemu lagi… besok?” “Sudah tak bisa, Chiya.” Air matanya sudah mengalir dalam kedipan, terlalu singkat sekarang untuk dikatakan sebagai perpisahan.
“Tak bisa bermain lagi besok?” “Tidak” “Tak bisa makan bersama besok?” “Tidak” “Tak bisa menjahili aku besok?” “Tidak” “Tak bisa duduk bersama lagi besok?” “Tidak”
Chiya muak dengan jawaban itu. “Harus berapa kali aku bertanya sampai kamu tidak menjawab hal yang sama?” Kishi sudah tak tau lagi harus menjawab apa, kenyataannya memang begini. “Sudah takdir.”
1 minute before… “Chiya, boleh aku ucapkan kata-kata terakhir?” “Jangan” Kishi tersenyum mendengar itu. “Kamu takkan bisa mendengar suaraku besok.”
Chiya berpikir sebentar. “Terserah mau berkata apa saja.”
“Maaf yah, sudah bohong sama Chiya, seolah-olah menjadi manusia yang utuh sangat susah, tapi sekarang aku tak perlu berbohong lagi.” “Aku sudah berusaha menepati janji kita, karna aku tau, janji harus ditepati, dan adikku membantu juga agar aku bisa menepati janji itu.” “Dan aku tak sangka sekarang kamu yang sudah mau berusaha berbalapan dengan waktu untuk menuntaskan janji kita.”
30 second before… “Aku juga mau barengan sama Chiya terus, makan bersama, main bersama, seperti hari-hari kemarin, tapi tak bisa lagi, maaf yah Chiya waktu itu aku ceroboh, saat itu aku langsung menyebur ke dalam danau hanya untuk mengambil handphone.” “Lagipula, saat itu, aku ingin mengirim pesan buat Chiya.” “Kalau aku, suka sama Chiya.”
20 second before… Air mata Chiya mengalir lebih deras lagi, sebentar lagi waktunya akan habis dan dia masih belum siap. Mengingat mereka yang selalu bersama, teman masa kecilnya hingga remaja.
“Aku terlambat mengatakannya yah.” “Sebentar lagi aku akan pergi, hhhmm, rasanya berat yah, padahal aku masih mau makan Taiyaki lagi.”
Kishi berjalan mendekat ke arah Chiya, dengan badannya yang mulai bercahaya bertanda dia akan pergi, sebentar lagi.
“Kamu bisa menangis sekarang, tapi jangan besoknya, besok kamu harus menikmati kebahagiaan setelah kesedihan.” “Aku selalu mengetahui apa yang kamu lakukan, tanpa kamu mengetahui apa yang sedang kulakukan.”
10 second before… “Terimakasih sudah menepati janji kita, sebentar lagi akan ku berikan hadiah kecil untukmu.” “Chiya…” 5… “Aku…” 4… “Sangat menyukaimu.” 3… “Aku dan kamu…” 2… “Menepati janji kita…” 1… “Terimakasih.”
Badannya menjadi serpihan kecil yang terbang ke arah langit, lalu berubah menjadi kembang api yang meriah dan pilu.
And now, he’s exploded like fireworks
Chiya melihat kembang api yang meledak di langit, awalnya indah namun perlahan menghilang dan suasana menjadi sangat sepi.
“Saat malam penuh kembang api~” “Yang meledak dengan meriah ~” “Seolah itu bukan hal yang pilu ~” “Membiarkan dirimu mengindahkan langit ~” “Seolah kenangan kita tetap ada selamanya ~” “Namun kita, hanya sementara ~” “Pada akhirnya, kebersamaan kita seperti kembang api ~”
Cerpen Karangan: Nazahra
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 19 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com