Suasana kota tampak ramai dengan orang-orang yang sedang sibuk dengan diri mereka masing-masing. Benda-benda terbang seperti kapsul saling berdesing dan melesat cepat melalui pipa-pipa raksasa berbentuk transparan. Beberapa orang dengan sepatu aneh yang dilengkapi dengan teknologi roket tampak melesat lincah diudara melewati bangunan, pepohonan dan saluran kapsul dengan mulus seperti burung tanpa sayap.
Aku termangu beberapa saat saat melihat pemandangan luar dari kapsul yang sedang kunaiki. Kapan kemajuan teknologi ini terjadi? Apa yang terjadi sebelumnya? Bagaimana bisa aku bangun dari tidur dan mendapati dunia yang amat berbeda?
“Hey! Hila kau baik-baik saja?” Aku menoleh menatap salah satu temanku yang tak kuingat siapa namaya padahal baru beberapa jam yang lalu aku berkenalan dengannya. “Aku baik-baik saja. Terimakasih,” sahutku lirih.
Saat ini kami sedang menuju gedung sekolah yang sebenearnya aku sama sekali tidak ingat sedang bersekolah disana sampai dua tahun kedepan, atau sebenarnya aku tidak tahu.
Perjalanan menggunakan kapsul terasa tenang dan lancar, meskipun jalur kapsul dibuat seperti pipa air yang berkelok, menukik 90 derajat, bercabang-cabang dan dilengkapi dengan teknologi anti guncangan membuat kapsul kami seperti melewati jalan yang mulus.
Sesampainya di sekolah aku termangu menatap bangunan berbentuk seperti pyramid berwarna putih keperakan yang semuanya terbuat dari platinum. Aku dan siswa lain segera berjalan dan masuk menuju kelas masing-masing. Sayangnya begitu masuk aku langsung mematung bingung.
Dibalik pintu utama terdapat berjejer pintu-pintu transparan yang didalamnya terdapat sebuah tabung dan hanya muat oleh satu orang saja. Anak-anak yang masuk kedalam tabung langsung melesat melalui pipa-pipa dan hilang dibalik langit-langit. Semuanya tampak tenang kecuali aku.
Aku tidak tahu mana pintu yang benar, mana kapsul yang harus kunaiki dan ruang kelas apa yang seharusnya kutuju. Mendadak aku jadi tidak ingat semuanya.
“Hey! Kenapa diam saja disitu? Kau tidak mau masuk?” Aku menggeleng sebagai jawaban. “Kau tidak tahu harus ke kelas mana huh?” Aku mengangguk sebagai jawaban. “Masuk saja tabung itu akan membawu ke kelasmu secara otomatis,” “Terimkasih,” ucapku tulus.
Aku menarik napas mencoba meyakinkan diri semuanya akan baik-baik saja. Segera aku membuka pintu, masuk kedalam tabung lantas kaca tabung menutup otomatis dan wush aku melesat mulus tanpa guncangan, ataupun hentakan melewati banyak lantai keatas dan berhenti dengan tenang didepan sebuah pintu.
Setelah turun dari tabung, aku menatap pintu besar didepanku. Pintu besi besar dengan ukuran 3×3 meter kurasa dengan kaca tebal di bagian tengahnya yang menyalurkan cahaya biru dari dalam ruangan entahlah aku tidak tahu apa yang ada didalam sana.
Tak berselang lama terdengar suara langkah kaki mendekat, seseorang dengan jas putih, kacamata hologram dan tablet tipis seperti kertas ditangannya menyapaku dengan ramah. “Halo Hila kau sudah lama menunggu?” Aku tersenyum sambil menggeleng. “Oh syukurlah kalau begitu. Kenalkan aku dokter Jims aku yang bertanggungjawab atas kesehatanmu,” Aku mengernyit sesaat, kesehatanku? Aku tidak merasa sedang sakit selain ingatanku yang hilang semua. “Kesehatanku?” dokter Jims mengeluarkan kartu hologramnya yang kuyakin itu semacam kunci untuk membuka pintu besi diepan kami. Lantas ia melangkah mendahuluiku masuk.
“Apakah kau merasa aneh ketika terbangun hari ini? Kau tidak ingat apapun bukan?” tanyanya telak. Aku tidak menjawab. Kulihat ruangan itu berisi tabung-tabung berisi manusia didalam cairan dan banyak selang serta benda-benda aneh yang saling berkaitan. Diujung ruangan terdapat tabung yang lebih besar berisi cairan bening yang disalurkan dari tabung-tabung disekitarnya.
“Apa yang terjadi dengan mereka?” tanyaku penasaran. “Mereka adalah produk gagal yang harus direka ulang Hila,” “Direka ulang?” “Yaah.. mereset mereka untuk memulai hidup dari awal sebagai orang yang lebih baik,” “Lalu cairan di tabung raksasa itu?” “Bisa dibilang itu adalah sari dari aktivitas otak mereka yang kami pinjamkan selama ini,” “Maksudmu?” “Sudah kutahu kau memang terlalu bodoh. Otak itu tidak bekerja sesuai dengan target. Saatnya aku diperbaiki,” Dokter Jims berbalik menatapku dengan tatapan menyeringai.
Dua orang laki-laki dengan pakaian serba hitam datang entah dari mana memegang kedua lenganku erat. Aku meronta sekuat mungkin berusaha melepaskan diri tapi tak cukup tenaga melawan mereka. Dokter Jims mendekatiku dan langsung menyuntikan sesuatu di leher kenanku membuatku lemas.
Kedua laki-laki kekar tadi menyeretku ke tempat tidur, Dokter itu memasang beberapa alat di kepala dan beberapa bagian tubuhku, lantas aku dimasukkan ke dalam tabung yang segera penuh dengan cairan berwarna biru yang membuatku meronta tidak bisa bernapas.
Aku melihat Dokter Jims melihatku sambil menyilangkan kedua tangan didepan dada sampai mataku buram dan napasku semakin habis. Samar-samar kudengar suara dari luar tabung. “Apa yang akan kita lakukan dengannya? Mengambil sari otaknya?” “Tidak, dia akan dikembalikan dengan nama lain dan menjalani kehidupan sebagai remaja normal. Aku akan memogram beberapa hal untuk otaknya,”
—
Aku mengerjap-ngerjapkan mata sesaat, kulihat langit-langit ruangan berwarna putih dan tirai berwarna biru di kanan kiri. Kepalaku terasa agak pusing seperti aku baru terbangun dari tidur yang panjang. Aku tidak ingat banyak hal, hanya beberapa hal yang bisa kuingat dengan jelas termasuk satu-satunya orang yang kukenal.
“Hey sayang, kau sudah bangun?” Seorang wanita dengan jas putih dengan kacamata hologram mendekat. Ditangannya terdapat sebuah tablet hologram setipis kertas dengan tulisan ‘Jims’ tertera disana. Aku tersenyum. “Hai Mama.”
Cerpen Karangan: Indar Widia Blog / Facebook: Indar Widiastuti Rahayu
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com