Daisy… Daisy… Give me your answer, “do” I’m half crazy over the love of you It won’t be a stylish marriage I can’t afford a carriage But you’ll look sweet upon a seat Of a bicycle built for two…
Daisy… Daisy… Entah mengapa lantunan melodi yang bergandengan dengan penggalan lirik itu tiba-tiba muncul di kepalaku malam ini. Dan setelah mereka hadir, datanglah gambaran mengenai masa lalu. Mereka datang tanpa mengetuk pintu di otakku, membuatnya pusing karena cerita yang bercampur aduk. Pikirku, masa iya efek dari insomnia yang baru saja kualami beberapa hari ini? Ah, tidak mungkin juga. Toh, aku memang sudah terkena late-month insomnia sejak lima bulan yang lalu. Hm… Aku penasaran apa yang akan terjadi setelah aku membuat anak-anak berisik ini menyanyikannya. Mungkin sebaiknya aku akan menciptakan suasana seru selagi mereka berteriak ketakutan.
Jam menunjukkan pukul 10:52 malam dan para gadis di kamar Aster belum juga terlelap. Nina, Monika dan July baru keluar dari kamar mandi, Ami dan Sumire bermain perang bantal, semuanya tengah asyik sendiri terkecuali satu. Seorang gadis berdarah Polandia-Amerika-Tiongkok yang masih sibuk menulis sesuatu di buku hariannya sambil sesekali menatap ke luar jendela untuk melihat kabut tebal yang menutupi bulan purnama. Aleena–Heather Belle, alias Heatherbelle, atau bisa juga Annabelle, dan Si Itik Buruk Rupa. Kalimat jujur, cewek itu memang aneh. Sejak kakinya berpijak pada Panorama Multimedia Boarding School for Girls, dia tidak pernah memiliki teman hanya karena berdarah campuran. Dia sendiri bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan mengenai keluarganya. Privasi harus dijaga, begitulah kata gadis yang selalu ingat dengan rosarionya. Ah, kalung salib, jika kau tidak tahu. Tak hanya itu, tiap jam istirahat dia pasti akan memilih untuk makan di gudang. Sudah ribuan kali orang-orang menegurnya, tapi ia tetap tidak menggubris mereka. Sempat muncul sebuah julukan baru untuknya: “Anak Gudang”. Namun, hinaan itu kini sirna bersama kenangan pahitnya di awal masuk sekolah.
Heatherbelle yang kini berusia 17 tahun memang masih belum mendapatkan teman. Banyak guru memanjatkan doa untuknya agar semua siswi bisa menerima kehadirannya terlepas dari perilaku dan cara berpakaian sehari-harinya yang nyentrik. Juga, guru konseling masih berjuang hingga sekarang untuk membuat Heatherbelle mendapatkan teman layaknya siswi lain. Heatherbelle yang pernah menguping doa guru dan menyimak janji manis guru konseling hanya bisa tertawa di tempat persembunyiannya.
Buk! Tiba-tiba saja, sebuah bantal mengenai kepala Heatherbelle cukup keras hingga membuat sedikit kesakitan, namun tak ditunjukkan. “Oi, Tuli!” celetuk Sumire, “Kau mau ikut cerita seram estafet atau tidak?” Dia dengar itu. Ce-ri-ta-se-ram-es-ta-fet. Spontan, dia langsung menggelengkan kepalanya karena tidak tertarik. Kemudian, dia mendengar suara seperti anggota tubuh yang dipukul bersamaan dengan milik July yang memprotes, “Bodoh! Dia mana mau kalau cerita bergilir? Buat anak seperti dia, cocoknya itu story-telling,”
“Hah? Sotoy teling?” tukas lainnya, dugaan terkuat ialah Susanna Putri. Beberapa menit setelahnya, terdengar jeritan Susanne–panggilannya–disertai nama “Nina”. Oh, mereka meminta cerita rupanya…, batin Heatherbelle. Beranjak dari kasur sambil menggendong buku harian dan tersenyum miring sedikit, Heatherbelle berujar, “Pirang benar. Aku tidak akan tertarik kalau caranya estafet.” Sesampainya di lingkaran gadis, Heatherbelle mengambil tempat untuk duduk di antara diameter. Untungnya, lampu sudah dimatikan sedari tadi, jadi dia hanya perlu mengeluarkan pemantik dan merobek beberapa kertas dari buku hariannya. Ketika dia mulai membakar kertas pertama, seseorang berseru. “KAU SUDAH GILA, YA? KAU AKAN MEMBAKAR RUANGAN INI!” Sayangnya, peringatan itu tidak diindahkan oleh Heatherbelle. Malah, gadis itu hanya berdesis seperti ular, membuat Si Penegur langsung diam sambil menahan rutukannya. Lima kertas sudah perlahan terbakar karena Heatherbelle membuat apinya menjadi kecil, dan ia pun siap untuk bercerita.
“Daisy… Daisy… Give me your answer do…,” “Hei, Aneh! Ini sesi cerita seram, bukannya karaoke!” “I’m half crazy over the love of you…,” “It won’t be a stylish marriage,” “I can’t afford a carriage,”
Tess… Setitik air mulai jatuh dari tiap pipinya kala Heatherbelle menutup matanya.
“But you’ll look sweet upon a seat…,” “…Of a bicycle built for two…”
Hening. Seisi ruangan seketika kehilangan kebisingannya seakan-akan mulut semua orang terkunci begitu saja. Heatherbelle yang mengetahui hal ini mengukir senyuman tak terlihat. Bukan karena ruangan yang gelap dan hanya diisi oleh cahaya rembulan, tapi tertutup oleh rambut coklatnya.
“25 tahun setelah Jerman melancarkan serangan Kapal Selam Tak Terbatas tepatnya pada masa perang dunia ke-2, seorang wanita muda ditemukan tewas di dalam kamarnya. Tidak, dia tidak mengakhiri nyawanya karena alasan klise seperti kekasihnya meninggalkannya demi wanita lain atau cinta yang tidak direstui karena kekasihnya seorang tentara. Dia ditinggal tanpa kabar dan menemukan belahan jiwanya pulang tanpa bisa memeluknya. Tragis? Bisa dibilang begitu. Kekasihnya gugur bersama kawan-kawannya di medan pertempuran Dewa Atlantis, alias laut. Dari puluhan hingga ratusan awak kapal yang menyelam ke dasar laut, hanya pria itu satu-satunya yang bisa dibawa pulang meski anggota tubuhnya tidak lagi lengkap. Samuel Bell, atau biasa dipanggil Sammy, adalah nama dari belahan jiwa Daisy Antoinette. Setelah kepergian Sammy, Daisy mengubah nama belakangnya menjadi “Bell”, persis seperti lagu lama yang ditulis ulang oleh kekasihnya ketika dia pergi jauh tanpa berpamitan. Spesialnya, mendiang Sammy juga menyiapkan suara itu di dalam fonograf. Manis, pikir Daisy. Sammy sudah memikirkan pernikahan mereka setelah perang usai. Sayangnya, hal itu tak pernah terjadi lantaran dia terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Pemberi Hidup.”
Cukup lama Heatherbelle menceritakan kisah yang berkaitan dengan nyanyiannya di awal sampai semua yang di dalam kamar Aster tak sadar jika api yang dinyalakan oleh Heatherbelle tadi perlahan melahap karpet dan kayu. Melalui kesempatan untuk mengambil napas ini, Heatherbelle melihat sekelilingnya. Senyum bak iblis mulai muncul pada wajahnya. Kemudian, dia melanjutkan kembali ceritanya.
“Daisy yang terpukul atas kematian Sammy, bertahun-tahun hanya keluar rumah untuk duduk di teras sambil mengenang kembali hari-hari cerahnya bersama pria jangkung itu sampai kematiannya pada tahun 1948. Orang pertama yang menemukan mayatnya adalah sepupunya sendiri, Alexandra Monroe. Alexa, akrabnya, berkata bahwa dia melihat teman bermainnya itu terlihat seperti menggapai langit-langit. Mulutnya dan matanya terbuka. Sebuah pemandangan yang cukup membuat Alexa menjerit keras hingga memanggil semua tetangga yang ada di sekitar.”
Tepat saat Heatherbell mengeluarkan kata “menjerit”, seorang gadis mengeluarkan jeritan histeris dan membuat semuanya ikut seperti apa yang dia lakukan. Ya, api hasil membakar kertas tadi kini sudah merambat dari karpet hingga siswi-siswi penghuni kamar Aster. Tak tahan mendengar suara melengking dari beragam manusia, Heatherbell yang telah berdiri di tempat memberi komando. “DIAAAAAAAAAM!!” perintahnya dengan nada tinggi. Tak lama kemudian, dia menyanyikan lagu itu kembali.
“Daisy… Daisy… Give me your answer do…” Lengan bawah perlahan menghitam, kuku bertukar cakar yang dilindungi oleh sarung jari berbahan emas serta batang mawar muncul untuk menyelimuti kedua tangan.
“I’m half crazy all for the love of you,” Sayap kelelawar turut menampakkan dirinya kali ini, bersamaan dengan gaun tidur yang berubah menjadi gaun bertema medieval pendek tanpa lengan warna hitam dan merah darah.
“It won’t be a stylish marriage,” Pada kaki, yang semula telanjang–tanpa ditutupi apapun–menjadi mengenakan sepatu hak tinggi berwarna emas. Dari ujung hingga mendekati lutut menghitam hingga nampak seperti mengenakan stockings. Sama seperti kedua tangan, kaki Heatherbelle juga dililit oleh batang bunga mawar.
“I can’t afford a carriage,” Tiap helai rambut memutih, bola mata turut menghitam dan mengeluarkan air mata berwarna merah serta gigi taring yang memanjang. Heatherbelle sudah tidak ada lagi, hanya ada wanita berparas mengerikan seperti titisan iblis yang datang dari masa lalu.
“But you’ll look sweet upon a seat,” Beberapa dari mereka yang menyaksikan perubahan Heatherbelle makin ketakutan dan mengeraskan suara mereka. Lolongan bercampur isakan kala meminta pertolongan di saat ruangan perlahan memanggang beberapa siswi menyelimuti telinga panjang iblis wanita itu.
“Of a bicycle built for two…” Cukup lama Si Jelmaan Incubus menunggu semuanya berhenti berteriak. Menghirup udara segar dari ruangan yang terbakar dan aroma tubuh yang mirip dengan daging panggang, mengeluarkannya perlahan setelah itu. Menggelengkan kepalanya sambil tertawa menggoda, dia berterus terang, “Otak udang! Sudah benar kalian berniat untuk membakarku waktu itu, malah sekarang kalian yang terbakar.” Kemudian, Sang Ratu Api tertawa licik dan berjalan menuju salah satu jenazah siswi yang terbakar. Dihampirinya benda padat yang masih diselimuti jago merah itu dan berbisik, “Tidak ada yang bernama Heatherbelle. Tidak ada sejarah yang mencatat lagu Daisy Bell adalah lagu terkutuk. Hanya ada Daisy Belle, dan sekarang… dia telah menanam kutukan di dalam lagu lama favoritnya.”
—
Di era menuju kehancuran ini, banyak orang yang menganggap bunuh diri sebagai “hal paling sepele” karena menimbulkan 1 korban di tiap kasusnya. Yang mereka tidak pernah tahu ialah kasus semacam ini sudah dikategorikan “berat” apabila korbannya sudah banyak dan terdapat pada rentang usia remaja hingga dewasa awal. Salah satu kasus yang tabu jika kujadikan topik investigasi adalah “Daisy Belle”.
Siswi 17 tahun itu, katanya, meregang nyawa setelah terjun bebas dari atap sekolah. Yang membuat ini semakin menarik adalah investigasi yang tergolong cepat dan ditutupnya kasus ini hanya dalam kurun waktu 5 hari pasca kematian gadis malang itu. Banyak yang menduga jika pihak sekolah–Panorama Multimedia Boarding School for Girls–sengaja menutup kasus ini karena mereka dibungkam oleh seseorang. Beberapa temanku yang sempat menempuh pendidikan di sana berkata bahwasannya memang ada siswi-siswi yang bisa membuat kasus itu ditutup. Aku tidak akan menyebutkan caranya karena aku bisa saja mengotori kertas jurnal ini oleh muntahanku. Yang mereka sebutkan ialah dari golongan teratas. Inilah yang menyebabkan kasus Daisy Belle cepat rampung dan tidak diadakan investigasi lanjutan meskipun dari pihak keluarga mendiang sudah berulang kali meminta dan menuntut. Malangnya bagi mereka…
Beruntung, aku dapat menghubungi sepupuku, Tasha, yang sempat berjuang melawan ngerinya penindasan di sana. Begini penuturannya: ‘Daisy Belle itu tidak mati bunuh diri. Gadis itu terkenal akan kemampuan dalam bidang sastra dan bahasanya, tapi seringkali dibuat seakan-akan bodoh karena seluruh siswi tahu kelemahannya. Daisy Belle akan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain saat dia tahu ada orang lain yang lebih baik darinya dan Daisy Belle benci orang yang mengejek hobinya, yaitu menulis.’
‘Sebagai saksi hidup di hari kematiannya, Tasha melihat Daisy Belle sedang berdiri dan menatap ke arah langit yang tertutup awan hitam. Tasha sempat bertanya pada gadis itu mengenai keadaannya, dan sempat bercerita mengenai penderitaannya selama 3 tahun di sana. Setelah bercerita dan berusaha membuat Daisy Belle tenang, Tasha sempat menawarkan ajakan pertemanan kepada gadis blasteran Polandia-Amerika-Tiongkok itu. Daisy Belle hanya mengangguk, meski Tasha tahu melalui mata Daisy Belle yang seolah memberi pesan berbunyi, “Aku tidak bisa mempercayai siapapun…” ’
‘Belum sempat Tasha menuruni keseluruhan tingkat anak tangga pertama, dia sudah mendengar suara hinaan, tawaan serta… teriakan seseorang yang hendak dibawa pergi oleh malaikat maut. Tasha sudah berusaha secepat mungkin untuk datang ke arah sumber suara. Naas, dia hanya bisa melihat sosok Daisy Belle perlahan ditarik oleh gravitasi bumi hingga ia sendiri yang melihat tubuh gadis itu seperti tak beraturan. Mirisnya lagi, di saat dia belum sempat berduka atas kematian teman barunya itu, dia sudah harus bersembunyi dari kejaran geng terkuat di sekolah hingga keesokan harinya. Setelah kejadian itu, Tasha memaksa orangtuanya untuk memindahkannya ke sekolah lain karena takut menjadi kambing hitam dari orang-orang kuat itu.’
Aku benar-benar bersyukur remaja seumuran Tasha saat itu berhasil keluar dari lingkungan beracun semacam Panorama Multimedia Boarding School for Girls, terlepas statusnya menjadi buronan orang kuat lantaran menjadi saksi hidup saat tragedi terbunuhnya Daisy Belle terjadi. Kudengar, baru-baru ini terjadi kebakaran di sana yang menyebabkan seluruh siswi di kamar Aster hangus terbakar dan sekitar 15 siswi dari kamar Mawar dan Dahlia mengalami luka bakar sedang hingga serius. Beberapa di antara korban yang tewas ialah pelaku pembunuhan Daisy Bell dan staff sekolah yang turut menutupi kebenaran tentang kematiannya. Kebetulan yang aneh, tapi kuharap inilah karma yang pantas mereka dapatkan.
Dari sudut pandang Tasha, bisa disimpulkan bahwa Daisy Belle dibunuh oleh cecunguk-cecunguk penuh pencitraan di sekolahnya, bukan karena bunuh diri sebab prestasi akademiknya kian menurun. Aku berharap, dari kisah yang dibungkam oleh orang-orang yang ingin membersihkan namanya dengan uang akan ada keadilan. Dan dari kisah ini juga, aku berharap kita semua sadar akan bahayanya tindak-tanduk kita jika itu bersifat menyakiti orang lain, terlebih lagi jika kita memanfaatkan kelemahannya hanya untuk membuatnya semakin jatuh ke dalam jurang tanpa dasar dan bukan menariknya ke atas untuk bersinar bersama kita di masa depan.
Dan untuk Daisy Belle, beristirahatlah dengan tenang. Terima kasih karena telah menjadi Dewi Freya untuk dirimu sendiri, Gadis Kuat.
Lokasi Tidak Diketahui, 25 Agustus 2021
Arsenio Bastian Eliot, bersama Tatjana Euonia Haydeenar
Cerpen Karangan: Rei-san
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 17 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com