Cerita ini dimulai sejak 1000 tahun yang lalu. Berdirilah sebuah kerajaan yang kuat, makmur dan sejahtera. Kerajaan ini dipimpin oleh raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut dicintai oleh rakyatnya. Beliau mempunyai seorang anak laki laki yang dirawatnya dengan baik. Anak tersebut telah dipersiapkan untuk menjadi raja yang melebihi ayahnya.
Didatangkan guru dari seluruh negri untuk mendidiknya menjadi pangeran yang cerdas, kuat dan bijaksana agar bisa memperluas wilayah kerajaannya di masa yang akan datang. Sang raja berharap anak semata wayangnya bisa menjadi raja yang didambakan rakyatnya dan mampu membawa kerajaannya menuju masa kejayaan.
Namun sebuah tragedi yang mengerikan terjadi. Tragedi itu bertepatan dengan hari penobatan pangeran menjadi raja baru menggantikan ayahnya. Hari itu diadakan pesta besar besaran di dalam istana. Semua anggota kerajaan menghadiri pesta tersebut. Acara besar itu dimanfaatkan pasukan kudeta untuk membunuh seluruh anggota kerajaan. Semua tamu yang menghadiri pesta tersebut dihabisi secara membabi buta.
Saat kudeta berlangsung pangeran sedang bersiap siap menghadiri pesta di kamarnya ditemani beberapa pengawal. Saat keluar dari kamar, para pengawal tersebut menghunuskan pedangnya ke arah pangeran. Pangeran yang terkejut langsung mengelak dan mengeluarkan pedangnya untuk mempertahankan diri. Untung pangeran sudah dibekali seni berpedang oleh panglima kerajaan dan pendekar pedang dari seluruh penjuru negri.
“Apa yang kalian lakukan? Apa kalian sudah gila? Ranu, apa yang terjadi?” “Pangeran jangan melawan. Biarkan kami mencabut nyawamu dengan tenang. Melawan hanya akan membuat kematian anda menjadi lebih menyakitkan” “Kau menyuruhku untuk menyerah? Ayahku mendatangkan guru dari seluruh penjuru negeri bukan untuk menjadikanku sebagai seorang pengecut!”
Sang Pangeran kemudian maju melawan para pengawalnya dengan brutal. Yang dilakukan para pengawal tersebut sudah sangat jelas sebuah pemberontakan, dan hukuman untuk setiap pemberontak adalah hukuman mati. Lagipula peristiwa pemberontakan di hari penobatan raja tentu bukan kabar baik. Pangeran ingin cepat menyelesaikan pertarungan ini untuk segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah bertarung beberapa menit pangeran berhasil menebas pengawal terakhir. Dengan tergesa gesa pangeran berlari menuju ruang makan kerajaan. Di sepanjang perjalanan menuju ruang makan kerajaan dipenuhi mayat tanpa kepala. Pangeran mempercepat langkahnya sambil berharap anggota keluarganya masih hidup
Setibanya di depan ruang makan kerajaan, pangeran hanya berdiri terdiam dan membisu, berharap semua yang terjadi saat itu hanyalah mimpi. Pangeran merasa ngeri sekaligus sedih yang teramat dalam, disusul perasaan marah dan benci yang meluap luap.
Di pojok ruangan bertumpuk kepala tanpa badan. Terlihat para pengawal sedang menancapkan satu per satu kepala dengan tombak. Diantara para pengawal tersebut ada seseorang yang berdiri sambil memegang kepala kekasih pangeran sambil berteriak, “Pajang semua kepala ini di depan istana kerajaan, tunjukan pada seluruh rakyat bahwa raja mereka yang lembek sudah dikalahkan. Katakan bahwa sekarang kerajaan ini dipimpin oleh raja yang baru, Tirta Wiguna si Darah Besi”.
Orang tersebut kemudian melempar kepala yang di tangannya ke tumpukan kepala di pojok ruangan.
“PANGLIMA!!!” Sorak pangeran dengan wajah memerah menahan amarah kepada orang itu. “Kenapa kau melakukan ini!? Bukankah kau adalah panglima gagah berani yang setia dan selalu mengabdi pada kerajaan!? Kenapa kau tega melakukan semua ini!?” Panglima terkejut, “Pangeran? Wah, pantas saja kepala yang terkumpul ada yang kurang. Ternyata itu kepalamu”. “Brengs*k!!” teriak pangeran. “Hei, hei, seorang pangeran tidak boleh bicara kasar seperti itu. Bukankah aku sudah mengundang guru untuk mengajarimu tatakrama?”.
“Kenapa!? Kenapa!? Kenapa!? Padahal kau adalah panglima yang dibanggakan kerajaan ini. Kau adalah panglima yang berjasa membangun kerajaan ini bersama ayahku menjadi kerajaan besar hingga Saat sekarang. Kenapa?”. “Kenapa? Mungkin karena aku merasa raja yang lama tidak cocok memimpin kerajaan sebesar ini. Kerajaan ini terus menjadi kerajaan yang besar karena aku yang selalu memenangkan setiap peperangan. akulah yang berperan penting dalam memperbesar kerajaan. Sedangkan yang dilakukan ayahmu hanya duduk dan memerintah. Menurutku itu sungguh tidak adil.”
Sang Pangeran berkata, “Sebuah kerajaan tidak akan bisa bertahan lama dengan hanya memperluas wilayah. Diperlukan raja yang adil dan bijaksana untuk mempertahankan kerajaan agar tetap berdiri kokoh. Jika tidak, wilayah yang sudah direbut akan mudah melepaskan diri dari kerajaan. Kekacauan akan terjadi dimana mana dan kerajaan akan runtuh. Orang bertangan besi sepertimu tidak akan mampu mempertahankan kerajaan ini.
“Haha, benar benar naif. Itukah yang kau pelajari dari gurumu? Orang yang lemah seperti ayahmu juga tidak akan mampu mempertahankan kerajaan ini. Contohnya saja saat ini, berkat raja yang terlalu lemah, kudeta dapat dilakukan dengan lancar. Sekarang kekuasaannya berpindah ke tanganku. Lagi pula, perhatikan sekelilingmu! Sekarang bukan saatnya untuk mengobrol!”
Pangeran mencengkram pedang di tangannya dengan kuat. Saat ini dia dikelilingi pasukan elit kerajaan.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada disini? Bukankah aku sudah mengirim pengawal untuk mengeksekusimu?” “Mereka semua sudah kubunuh”. “Haha, omong kosong!! Aku mengirim 5 orang pasukan terbaik kerajaan. Bahkan aku juga mengirim anakku yang sering berlatih denganmu. Dia pasti tahu cara mudah untuk membunuhmu. Seharusnya kau tidak bisa keluar hidup-hidup”. “Kukatakan sekalli lagi, Aku Sudah Membunuh Semuanya”.
Sang Panglima terdiam. Senyum yang dari tadi menghiasi wajahnya perlahan sirna.
“Bukankah kau tidak pernah menang melawannya? Bagaimana bisa?” “Itu setahun yang lalu, semenjak kau pergi berperang menjajah daerah baru. Aku berlatih lebih keras dari biasanya untuk mempersiapkan hari penobatanku sebagai raja baru. Aku berlatih lebih keras agar bisa mendampingimu dalam setiap perang melawan musuh. Aku yang sekarang berbeda dengan aku yang dulu. Karena kuyakin, aku yang sekarang bahkan bisa mengalahkanmu”.
Panglima geram, kemudian bersorak memerintah semua pengawal kerajaan. “Bawakan aku kepala Pangeran keparat itu!!”
Semua pedang mengarah ke pangeran. Pertarungan sengit pun tak terelakkan. Suara pedang yang saling menghantam bagai bunyi hujan. Saling menghujam berentetan. Namun pangeran masih dapat bertahan. Pedang pangeran menari dengan indahnya. Darah beterbangan di udara. Satu persatu pengawal jatuh tak bernyawa. Pengawal yang tadinya berniat membunuh pangeran, perlahan memundurkan langkahnya. Belum ada orang yang pernah melihat pangeran menggila seperti itu sebelumnya.
“Apa yang kalian lakukan? Cepat bunuh dia! Aku ingin kepalanya dipajang tepat di depan pintu masuk istana!”
Belasan pengawal berguguran. Sudah tidak ada yang berani melawan pangeran. Setiap langkah pangeran menghasilkan percikan darah di lantai. Seluruh badannya merah karena noda darah. Pangeran berjalan menuju panglima sambil menyeret pedangnya. Setelah pangeran tepat berada di depannya, panglima mulai mengeluarkan pedang dari tempatnya dan mengarahkan ujung pedang tersebut ke depan wajah pangeran.
“Tidak kusangka kau akan sekuat ini. Bahkan kau bisa mengalahkan belasan pasukan elit terbaik pilihanku” “Mereka hanya lengah karena menganggap remeh kemampuanku. Lagi pula, aku menguasai lebih banyak teknik berpedang dari pada mereka, dan semua itu aku pelajari dari pendekar pedang terbaik dari seluruh penjuru kerajaan, termasuk dirimu. Salahmu karena memilihkan semua guru itu untukku.” “Yah, aku memang salah, aku terlalu meremehkanmu. Tak kusangka kau akan sekuat ini dalam beberapa tahun. Sekarang akan aku perbaiki kesalahan itu, dengan membunuhmu!”.
Panglima menghunuskan pedangnya ke wajah pangeran, namun pangeran menangkisnya. Pertarungan sengit kembali terjadi.
Guru dan murid tersebut saling bertarung sekuat tenaga, sampai sampai suara pedang yang mereka hasilkan terdengar keluar istana. Percikan api keluar setiap pedang mereka bersentuhan. Mereka berdua bertarung dengan mengeluarkan kemampuan maksimalnya. Walaupun panglima lebih berpengalaman dalam bertarung, Pangeran berhasil mengimbangi kemampuan panglima dengan kecepatannya.
Pangeran bisa dikatakan seseorang yang jenius dalam banyak hal. Masa remajanya dihabiskan dengan mempelajari seluk beluk kerajaan dan cara memerintah. Latihan beladiri dan berpedang hanya selingan untuk melemaskan ototnya yang lelah karena belajar. Namun walaupun hanya sekadar selingan, kemampuan bertarung pangeran melebihi kemampuan rata rata prajurit kerajaan.
Beberapa tahun sebelum penobatannya sebagai raja yang baru pangeran mulai memfokuskan waktunya untuk belajar bertarung, karena menurutnya salah satu kemampuan terpenting seorang raja adalah kemampuan berperang. Kehadiran raja dalam medan perang diyakini sangat efektif dalam menaikan semangat prajurit.
Beberapa menit berlalu sejak pertarungan dimulai. Pertandingan yang semula terlihat imbang mulai menunjukan perbedaan. Secara pengalaman, tentu saja panglima yang telah melewati berbagai peperangan lebih unggul. Namun secara stamina, pangeran jauh diatas si panglima.
Panglima kerajaan sudah tua, walaupun lebih berpengalaman dalam bertarung, menggerakan badannya seperti masa masa emasnya dulu tentu semakin sulit. Apalagi jika harus bertarung dalam waktu lama. Hal ini memberi celah pada pangeran untuk terus menyerang panglima dengan lebih brutal. Panglima yang kelelahan mengimbangi kecepatan pangeran mulai terdesak mundur. Belum ada yang pernah melihat panglima terdesak seperti itu.
Semakin lama, gerakan panglima menjadi lebih lambat. Melihat peluang tersebut, pangeran melancarkan serangan terakhirnya ke leher panglima dan kemudian berkata, “Kau sudah tua paman, beristirahatlah!”.
Pangeran memenggal kepala panglima dalam sekali tebasan. Kepala tersebut jatuh dan menggelinding ke arah tumpukan kepala para tamu dan anggota kerajaan.
Pangeran yang tubuhnya basah oleh darah musuh dan darahnya sendiri kemudian menatap seisi ruangan. Pangeran menatap semua prajurit yang masih berdiri mematung dengan tatapan tajam.
“Mulai sekarang akulah raja dari kerajaan ini! Jika ada yang tidak setuju, maju dan lawan aku!!”
Semua orang yang ada di ruangan itu -yang masih hidup tentunya- bersujud ke arah pangeran, berharap nyawa mereka masih bisa diampuni setelah kejadian ini.
Cerpen Karangan: Fajri HG Blog / Facebook: Fajri Hasan Gewang Hai, saya seorang mahasiswa yang hobi nonton dan membaca. Penulis favorit saya adalah “Shujinkouron” Menurut saya dia adalah penulis novel aksi dan fantasi terbaik di Indonesia. Karyanya bisa dinikmati secara online. Gaya penulisan saya juga banyak mengadopsi gaya penulisannya. Gara gara dia saya jadi terinspirasi menulis novel Online juga. Tapi kebetulan ada beberapa cerita yang saya buat bisa dijadikan cerpen, jadi saya publikasikan cerpen saya disinni agar lebih banyak orang yang membaca