Kamis, 19 April 2019 Mimpi indah? Bukan, bukan mimpi indah, bukan mimpi buruk, namun kau bangun tepat dimana kau berada, tidak lain tidak bukan kau menamai hidup itu bukan mati? Namun kau tak menemui cerita lengkapnya? Begitulah yang aku pikirkan sejauh ini.
Kala itu, sore hari, sore sekitar jam 5 sewaktu aku pulang dari sekolah, Kupacu sepeda motorku mengendarai motor butut mengelilingi kota hingga tiba di rumahku,
“Nak sudah pulang?” Ayah menanyaiku “Sudah yah” aku mencium tangan ayah, lalu mencari ibu di dapur namun tak kutemui
Kunyalakan tv mencari tempat melepas lelah sejenak setelah bersekolah seharian penuh dan tadi sore aku mengikuti program ekstrakulikuler hingga sore, dan kini waktu menunjukkan pukul 6 sore, Sahut menyahut suara adzan berkumandang, aku menoleh ke kanan ke kiri nampak sore ini ada yang ganjil, entah hanya perasaanku atau apa namun yang kurasakan perasaan gamang, terkucil, sedikit ketakutan dan kekawatiran. Aku mencoba menenangkan diriku, namun tak kuasai diriku sendiri perasaan aneh tersebut masuk hinggap dalam diriku, Perasaan kosong, tak bertepi dan seperti halnya menaruh barang berharga hilang lalu kecewa, entah
“Nak sholat dulu, ibu menunggumu untuk kau imammi” “Baik yah” yang pada dasarnya aku adalah anak penurut maka dari itu aku memutuskan untuk langsung mengambil air wudhu, Ketika berwudhu, perasaan ganjil itu mendatangiku lagi, kali ini lebih kuat, perasaan hilang, tak tahu arah dan seperti tak beriman menguasai diriku, Aku masih menguatkan tubuhku, berusaha untuk tenang dan tidak menghiraukannya.
“Le, buruan ibu sudah menunggu lama” Ibuku menegurku, dengan suara agak kencang “Baik, Bu” aku berpura pura tidak terjadi apa apa namun rasa ganjil ini semakin merasukiku “Ibu mau sholat duluan?” Ibuku tak menjawab, Aku menghampiri ibuku untuk mengimaminya, ayahku jika waktu adzan, biasanya sudah berangkat untuk melakukan sholat di masjid
Sesuai sholat aku menyalami ibuku, ketika aku menyalami ibuku, ibuku menggenggam tanganku secara tiba tiba, ibuku sedikit bergumam aku tak tahu apa yang beliau katakan, namun suaranya nampak tak seperti suara ibuku, Agak takut aku, kusembunyikan, tubuhku berdesir, ada hal yang tidak bagus terjadi kali ini. Namun ketika menggenggam tangan ibu, kurasakan kenyamanan, tak seperti biasa, rasa nyaman itu menjalari seluruh tubuhku, menghapus perasaan ganjil yang menghantuiku sejak sore tadi. Ibuku menggenggam erat lagi, menatapku, tatapannya kosong, aku ngeri melihatnya, pikiranku tak karuan.
“Buk?” Aku bersuara pelan “Eh, eh, eh iya iya” Ibuku sedikit tersentak dari rautnya ia nampak kebingungan, namun ia sembunyikan lalu tanpa berkata apapun ia mencopot mukenanya lalu bangkit meninggalkanku, tak seperti biasanya jika beliau berdoa sejenak sebelum mencopot mukenanya. Hari ini nampak banyak keganjilan, aku menepis, aku berdoa, alam doa ku aku berdoa agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
Malam jam 8 selepas sholat Isa, aku berpamitan untuk menuju ke pasar Parangkusumo, pasar unik yang hanya buka pada malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon saja. “Buk, yah aku minta ijin, mau pergi ke luar” “Kemana nak?” Ibu bertanya padaku “Jalan jalan buk” “Yaudah nak, jangan pulang malem malem” “Ya buk” Aku mengendarai motor, sendirian lalu menerabas gelap malam.
Tiba tiba, perasaan gamang tadi merasukiku di dalam perjalanan, Ah, apakah ini, Aku yang berpedoman kepada Tuhan yang maha esa berdoa, agar diberi keselamatan
Sesampainya di pasar, kakiku agak linu berat dan seperti ditarik ke bumi, Aku berusaha berjalan mencari di ramainya pasar, Namun sebelum aku duduk, kurasakan mual dan pusing yang secara tiba tiba kurasakan. Sekonyong konyong aku mutah, dalam terang lampu pasar aku menyadari betul aku muntah darah, darah hitam pekat anyir dan kemerahan Aku muntah lagi untuk kedua kalinya, kali ini bercampur pasir. Orang orang di sekitarku memperhatikanku, aku tak peduli, yang kurasakan hanya khawatir dan kini rasa sakit yang luar biasa dari dalam perut.
Aku hendak mencari pertolongan namun bingung, meminta tolong ke siapa mengingat aku di tengah tengah pasar dan tak ada yang kukenal di tempat ini, Dan untuk yang ketiga kalinya aku memutahkan kembali sesuatu, kini hanya darah bercampur pasir, aku semakin panik lalu orang orang di sekitarku menampakkan empatinya dengan mengerubutiku,
Tiba tiba nafasku tersengal sesak sekali, kepalaku sangat berat, kurasakan tubuhku kepanasan dan kesakitan, aku meronta kencang, Lalu tiba tiba tubuhku ambruk ke tanah ‘B r u u u u k . . . .” Aku tidak pingsan, aku masih sadar sepenuhnya tubuhku jatuh dengan keraspun aku sadar, namu tak kurasakan sakit di tubuhku
Lalu suara mendesing di kepalaku ‘n g i i n g g g g . . . . .” Panjang Panjang, nafasku tercekat suara yang tadinya ramai, kini tak terdengar tubuhku kaku berat membumi, tertarik bumi, kurasakan dingin di kakiku, dingin itu menjalar naik hingga ke pertuku, kakiku sudah mati rasa sepenuhnya lalu perutku, hingga menyentuh leher, perasaan dingin, gamang, kosong menyentuh tubuh dan perasaanku, tubuhku dingin, sangat dingin, nafasku berhenti, denyut jantungku berdetak pelan, semakin pelan hingga ikut berhenti, Sedih, kecewa, ingin menangis, Aku berdoa, menyebut namaNya
Aku sadar betul tubuhku kaku, mati, dan dingin lalu perlahan ubun ubunku panas panas itu keluar sesuatu, serasa tubuhku tertarik dari ubun ubunku, agak berat nampaknya. Aku tak merasakan kaki, tangan dan seluruh anggota badanku, yang kurasakan aku sadar jika AKU keluar dari ubun ubunku, Aku tak bergerak banyak, penglihatanku normal, namun tubuh tak berbentukku keluar dari tubuhku yang dulu, perlahan lahan hingga terlepas
‘B L E K K K K K . . . . . ! ! !’ Tiba tiba seperti dihantam pesawat namun tak terasa sakit, terhantam benda gelap dan besar sangat kencang, memukul tubuh abstrakku, dipukul kencang, namun sekali lagi, tak kurasa sakit. Namun aku sadar betul, lalu seperti dihantam untuk kedua kalinya
‘B L E E K K K K K . . . . . ! ! ! ‘ Seperti benda hitam besar dan keras menghantam kesadaranku, sangat keras namun aku tak merasakan sakit, namun untuk yang kedua kalinya tubuh tak berbentukku terlempar ke tanah, diatas pasar
Aku mulai sadar, jika tubuh fisikku telah mati, entah karena apa semuanya terasa berat, Aku sadar jika aku masih di tengah tengah pasar namun dengan gambar yang kabur kaburan, kadang terlihat aga jelas kadang kabur, tidak ada suara sedikit pun yang terdengar hanya suara “ngengg . . . . . . .” Yang terdengar dan tak bisa kuhentikan, dan kurasakan waktu tak beraturan, sedikit berhenti dan kadang lancar atau kadang semakin cepat, beberapa orang berlari, lalu tiba tiba semua berhenti, yang membuatku tidak nyaman. aku sadar jika aku telah mati, dan aku juga melihat bagaimana orang orang mengerumuniku membopongku lalu membawaku ke tempat yang rata dan kulihat dalam kabur kaburan pandangan dan waktu yang janggal dimana segala hal bergerak lambat namun kadang tiba tiba tampak lebih cepat dari biasanya, seseorang menelponkanku sebuah ambulan.
Semua ini tampak nyata,
Angin berhembus kencang diatasku membentuk pusara gelap dan Hitam, angin itu tepat diatasku, besar mungkin berdiameter 500 meter, membentuk gumpalan awan pekat dan gelap namun anehnya, tak ada seorang pun yang tersedot di pasar itu, pasar itu nampak tidak tersentuh oleh angin itu, Kesadarnku dengan bentuk fisikku yang bisa dikatakan tidak ada, hanya sebatas penglihatan dan kesadaran tersedot ke dalam angin tersebut, tersedot pelan, aku berusaha berpindah tempat menjauhi angin itu, Namun angin awan gelap itu nampaknya mencariku, kemanapun aku bergerak angin awan besar itu melaju. Hingga aku berpasrah, kesadaranku tersedot di dalamnya. Saat tersedot, aku merasakan segala hal dalam hidupku terasa terlepas, beban, penat, suka, duka, kenangan, rasa takut, gembira semua hal! Hilang tersedot dalam awan gelap tersebut.
Pasar ramai itu telah hilang dalam pandanganku, yang kulihat hanya awan gelap dan perasaan gamang, kosong, tak beriman, tak berkeinginan, semua jadi satu, seperti tidak merasakan segala sesuatunya. Hingga satu waktu, kesadarnku masuk kedalam pusaran awan gelap itu, Seperti nafas yang sedang tercekat tiba tiba awan itu bergerak pelan, pelan hingga berhenti, nampak dari kejauhan kulihat bawah segala sesuatunya berjalan sangat pelan, pelan hingga semua hal di bawahku berhenti, Orang orang yang membeli, berkerumun, jualan bakso, jualan minuman, jualan jimat, jualan obat, semua berhenti! Samar samar kulihat mereka tak bergerak sesenti pun!
“D u u u k k k k k k . . . .”
Memasuki awan, kesadaranku mengantuk sesuatu benda keras, terantuk seperti tersandung baru lalu terpental ke arah bumi, yang kurasakan kesadaranku tak menempel di bumi, namun masuk ke dalam tanah, di tanah pasar tubuhku masuk ke dalamnya, seperti perasaan menusuk ke bumi, Lalu terpelanting seperti ketiadaan gravitasi terpelanting keatas jauh seperti diayunkan ke atas, kulihat sekilas aku menabrak penjual es keliling namun tubuhku hanya seperti asap yang terbuang begitu saja. Seketik tubuhku terlempar jauh keatas menembus awan, lalu dalam samar pandanganku kulihat bumi yang selama ini aku tonton di televisi terlihat di depanku, Lalu
‘W u u u k k k k k . . . . . ‘
Tubuh abstrakku tertarik bumi, tertarik kencang, sangat kencang lalu menabrak bumi, kali itu mendarat di tanah lalu terpelanting beberapa ratus meter dari tempat tubuh abstrakku terjatuh.
Awan gelap datang kembali, dan masih tepat diatas kepalaku, berputar, kini lebih kencang, sangat kencang lalu menarik tubuh abstrakku ke dalamnya, hingga aku tak sadar, kesadaranku hilang, aku tak sadarkan diri.
Aku membuka mata, Kulihat di sampingku ibuku, ayahku, dan beberapa anggota keluargaku, Ibu masih mengenakan mukena sambil berdoa di sampingku, ayahku mengusap dahiku dengan lap basah,
“Yah” Aku memanggil ayah dengan sedikit berbisik karena memang kurasakan sangat letih sekarang ini. Ayahku terperanjat kaget, hendak dibuangnya kain lap basahnya, Ibuku melotot tak percaya Ayah berteriak memanggil dokter, ibuku memelukku kuat kuat, seperti tak ingin dilepaskan.
“Ibu” Mendengar aku menggil namanya ibuku menangis histeris, menangis sejadi jadinya sambil tetap memelukku. Tubuhku kembali lemas, aku memejamkan mata, rasa lega menjalar dalam tubuhku, kini aku mengantuk lalu tertidur tak sadarkan diri.
Senin, 27 Mei 2019 Saat ini aku sudah diperbolehkan pulang oleh rumah sakit, selama itu pula aku mendapat perlakuan kasih sayang dari ayah dan ibuku, dari mereka aku juga mendapat cerita jika waktu beberapa Minggu yang lalu aku jatuh pingsan dan meninggal, lalu tiba tiba saat dibawa ke rumah sakit, jantungku berdetak kembali, jika ditotal aku jatuh pingsan selama hampir 9 hari, waktu yang lama, namun entah apa yang aku alami namun waktu itu yang kurasakan tidaklah lama, hanya 2 jam kurang.
Selasa, 28 Mei 2019 Aku sudah beraktifitas seperti biasanya walaupun ayah dan ibu kadang melarangku untuk tidak terlalu kecapekan,
Rabu, 29 Mei 2019 Aku menulis di buku catatanku ini, aku menulis seingatku, selebihnya aku lupa. Jika salah kata, atau pemilihan kata yang aku tak pernah meralat setiap katanya, membacanya kembali aku tak berani, dan aku menuliskan berdasarkan apa yang aku ingat
Cerpen Karangan: Nisca Marsandi YKPK