Rumah, ini kisah tentang sebuah rumah. Ketika malam tiba tempat ini seakan mati, gelap gulita tanpa cahaya. Menjelang pagi, saat matahari mulai menerpa, tempat ini kembali hidup.
Suasana rumah mulai hangat, sang Perempuan membuat rumahnya bagai padang gembala. Ia merawat semua yang ada di sana, bagai mentari merawat dunia. Tak ada keluhan untuknya, semua ditelan dengan lapang dada.
Dan saat mentari mulai meninggi, sang Lelaki pergi dari rumah ini. Meninggalkan untuk tetap bisa menghidupi. Dia berjuang sampai malam nanti. Lalu pulang, disambut oleh sang malaikat kecil.
Sang malaikat kecil itu merangkak ke pangkuan. Berjalan ditemani kedua orang tersayang. Berlari-lari kecil berkeliling halaman. Tersenyum bahagia di dalam ruangan.
Sang malaikat kecil semakin lama akan semakin dewasa. Sambil mengantarkan tidur, sang Ibu sesekali melamun. Memikirkan masa depan yang belum tentu akan datang. Memikirkan rumah yang paling indah menjadi hancur. Memikirkan tentang perasaannya, yang sedikit demi sedikit mulai rusak.
Sang Ayah terdiam dalam ruangan, juga melamun. Ia memikirkan banyak hal. Saat kata pulang tak lagi dibutuhkan. Saat rasa lelah tak lagi jadi alasan. Apakah rumah masih bisa disebut rumah?
Sesuatu yang mereka rawat bersama. Yang mereka hidupi setengah mati. Nantinya, tak bisa lagi mengobati.
—
Kini, Sang malaikat kecil telah dewasa. Kedua sayapnya telah lama patah. Ia meninggalkannya di dalam rumah.
Sudah lama sekali ia ingin pulang. Berkali-kali ia ingin pulang. Tapi semuanya masih terlalu berat.
Ia menatap rumahnya yang semakin sepi. Berdiri di halaman, yang dulunya menawarkan kebahagiaan. Sang malaikat kecil berada di depan pintu. Ia terdiam, selalu saja begitu.
Berat rasanya hanya untuk pulang. Perasaan bersedih hadir lagi setelah sempat mati. Lalu, Sang malaikat kecil kembali menuliskan surat. Hanya ini yang mampu ia lakukan.
Bertahun-tahun terus berlalu, hanya surat itu yang mampu ia kirimkan ke rumah. Tempatnya untuk bisa singgah sejenak.
Seperti biasanya ia letakkan surat itu di kolong pintu. Seharusnya itu sudah menumpuk di sana.
Sang malaikat kecil itu sempat tersenyum sebelum pergi meninggalkan rumahnya. Ia berharap tahun ini pun, mereka akan selalu kuat dan tabah.
—
Ayah, Bunda. Semoga kalian selalu sehat di rumah. Daku sudah lama tenang di atas sana. Daku harap Ayah, Bunda, bisa berbahagia.
Hari ini, Daku datang ke rumah. Daku senang Ayah, Bunda, masih menjaganya. Semua masih terlihat sama.
Ayah, Bunda, sudah bekerja keras. Mengurus daku sedari kecil, merawat rumah sedari muda. Daku sangat bersyukur bisa hidup bersama Ayah, Bunda. Maaf, jika surat ini masih pendek seperti sebelumnya.
Tahun depan, Daku akan kembali ke rumah, untuk sekedar bersinggah. Walupun kini kita tak lagi bersama. Ayah, Bunda, Daku harap kalian tetap baik-baik saja.
—
Pesan Sang malaikat kecil kepada orangtuanya yang semakin menua. Yang selalu berusaha tabah dan bersabar.
Andai saja mereka bisa membacanya…
Cerpen Karangan: RainZed