Terkadang lebih cepat tidak selalu lebih baik, dibutuhkan proses menunggu untuk mendapatkan yang terbaik, begitu pula proses yang telah kita jalani sebagai manusia, roda terus berputar menyisakan bekas sejarah dalam setiap putarannya. Di suatu kota masa depan dimana banyak hal-hal yang masih menjadi imajinasi di benak orang di masa lalu menjadi nyata disini, Metrokansas 23 maret 2058.
“Hmm.. udah ga terasa satu lustrum (lima tahun) udah lewat aja, semenjak awal perilisan mobil terbang model terbaru”, gumam Adelio dalam hati yang tengah duduk di bangku kelas, sambil menatap ke arah kalender digital yang terpasang di papan tulis layar sentuh kelasnya.
Adelio adalah siswa kelas sembilan, ia tinggal bersama ayahnya yang mana ia adalah seorang ilmuan yang paling disegani di kota, ibunya sendiri sudah lama pisah rumah dengannya, dikarenakan ayahnya selalu larut dengan projeknya dan tidak sempat meluangkan waktu bersama keluarga.
“Hadehh.. masih berapa lama lagi sih ini sekolah kelar, rasanya udah kek berabad-abad duduk disini”, gumam Adelio sambil menghela nafasnya dalam-dalam, bahkan bisa tercium rasa kekecewan pada helaan nafasnya. Detik menjadi menit, menit menjadi jam tak lama kemudian terdengar bunyi bel yang menandakan sekolah sudah selesai,
“Oke anak-anak kita sudahi dulu ya pembelajaran untuk hari ini, jangan lupa pelajari dan baca materi yang sudah ibu berikan ya karena besok akan ada PH Fisika” ucap Bu Guru Sassy ke pada seisi kelas.
“Jaman udah canggih tapi masih sama aja cara belajarnya tetep mesti baca juga” bentak Adelio dalam hati sembari ia merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang ke rumah.
Ia pulang ke rumah menggunakan kereta kapsul, yang mengarah langsung ke distrik rumahnya. Kereta kapsul ini sendiri merupakan sarana transportasi, yang baru diresmikan oleh pemerintah untuk menggantikan kereta bawah tanah yang sudah kuno, maka untuk menaiki kereta ini cukuplah mudah hanya perlu mencari stasiun bawah tanah yang tentunya sudah tersebar di sudut kota.
Para murid berlarian keluar dari kelas, begitu pula Adelio yang ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan bermain video game kesayangannya, melepas penat yang ia rasakan selama berada di sekolah. Namun sebelum ia pergi ke halte kereta kapsul terdekat, ia selalu mengajak temannya untuk pulang bersamanya.
“Sekalian pulang bareng ga?” Tanya Adelio kepada teman sekelasnya, badannya tinggi, rambutnya berantakan, dan kulitnya sawo matang itulah Tanaika.
Tanaika adalah anak laki laki yang selalu setia menemani Adelio, dimana ada Tanaika disitu ada Adelio dan begitu pula sebaliknya, layaknya air dan mata air dimana ada air tentu berasal dari mata air, dan panjang jalur air lah yang menceritakan seberapa panjang mereka telah bersahabat. Mereka berdua memang mempunyai relasi yang ketat dikarenakan semenjak kecil Ayahnya Adelio selalu menitipkan Adelio kepada kedua orangtua Tanaika selama ia bekerja, namun karena sekarang Adelio sudah besar maka ayahnya percaya ia dapat mengurus dirinya sendiri.
“Ayok boleh aja” balas Tanaika, “Sekalian main di rumahku ya, ayahku kayaknya bakal pulang malem, ya biasalah orang penting”. Tawar Adelio sambil memberikan celetuk mengenai ayahnya.
Setelah itu mereka berdua pun memutuskan untuk pergi ke halte kereta kapsul terdekat, sambil membawa ransel futuristik di punggungnya mereka berjalan ke depan gerbang sekolah, memberikan kesan akhir yang lega karena terlepas dari belenggu lingkup sekolah. Dua menit mereka berjalan dari sekolah, tak dirasa sudah sampai didepan pintu masuk stasiun bawah tanah. Mereka pun memutuskan menggunakan tangga eskalator karena kereta keberangkatan mereka tak lama lagi akan tiba dan untuk menunggu kereta selanjutnya membutuhkan jangka waktu yang lama.
“Dua tiket, untuk orang dewasa tolong” ucap Adelio ke robot yang bekerja sebagai pengawas loket sekaligus mampu mencetak tiket dengan sekejap mata.
Di zaman ini bukanlah suatu hal yang baru lagi melihat banyak profesi manusia yang tergantikan oleh benda logam yang dapat berpikir layaknya manusia, dikarenakan kinerjanya yang efektif dan lebih cepat dari manusia biasanya namun, dari sisi negatifnya angka pengangguran justru meroket.
“Silahkan kereta keberangkatan kalian ada di peron tiga” ucap robot tersebut sambil memberikan dua lembar tiket, yang masing-masingnya diberikan kepada Tanaika dan Adelio.
“Ayok langsung aja kita ke peronnya biar ga ketinggalan” ucap Adelio.
Nampak dari jauh kilatan cahaya dari ujung peron menyorot mata mereka menandakan kereta sudah ingin tiba, satu dan dua kedipan mata, kereta itu sudah sampai tepat di samping peron dan siap menghantarkan mereka ke tempat tujuan. Setelah itu mereka segera naik ke kereta karena tak lama lagi kereta akan berangkat,
“Fiuhh untung saja kita ga telat kalo sampe, bisa-bisa mesti nunggu 30 menit lagi buat kereta selanjutnya” ucap Tanaika dengan nafas tersengal-sengal.
Suasana didalam kereta terlihat ramai karena bertepatan dengan jam pulang sekolah, semua bangku terisi penuh tak tersisa terlihat juga banyak pelajar yang pulang menggunakan transportasi ini layaknya Adelio dan Tanaika dikarenakan kereta kapsul ini cepat, terjangkau dan bersih.
“Ya sudahlah berdiri aja, palingan empat menit dah nyampe ini kan kereta canggih cuy” kata Adelio, sambil memegang gagang pengangan kereta untuk menjaga keseimbangan, walaupun saking cepatnya kereta ini bahkan tidak terasa goncangan sedikit pun.
Jam menunjukkan pukul satu lebih 37 menit, tak lama dari itu terdengar suara yang keluar dari pelantang suara yang terpasang di atas langit-langit gerbong kereta,
“para penumpang yang terhormat sekarang kita sudah sampai di Stasiun distrik ometera, perhatikan barang bawaan anda jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar. Untuk menjaga keselamatan bersama silahkan turun ketika kereta berhenti dengan sempurna, terimakasih” begitulah ucap operator kereta ketika sudah tiba di stasiun.
“Nah dah sampe nih” ucap Adelio,
mereka pun dengan seksama memastikan bahwa tidak ada barang yang tertinggal sebelum keluar dari kereta. Decit rem dari kereta terdengar nyaring, terlihat dari jendela kereta banyak orang yang berdiri di peron mengantre untuk masuk, pintu kereta pun dibuka banyak orang yang himpit-himpitan untuk segera keluar dari kereta. Memang bukanlah suatu perjalanan yang menguras tenaga sedikit, terlihat keringat mereka berkucuran dari dahinya
“sebelah sini nih pintu keluarnya” ucap Adelio sambil mengarah ke pintu keluar stasiun.
Sesampainya di pintu keluar, situasi kota terlihat ramai dan juga hari berganti senja.
“Rumahku aslinya ga jauh si dari halte sini, tinggal jalan kaki palingan nyampe” ucap Adelio memberi tahu letak rumahnya,
karena ini kali pertamanya Tanaika pergi ke rumah Adelio dikarenakan alamat rumah ilmuwan dilindungi pemerintah, dan haruslah dirahasiakan karena di rumah Adelio menyimpan banyak sekali dokumen-dokumen dan penemuan yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Namun karena Adelio sebelum sekolah sudah izin ke ayahnya untuk membawa temannya ke rumah jadi tidak masalah, asalkan jangan menerobos masuk ke ruangan kerjanya.
“Yodah yok jalan biar sehat” celetuk Adelio sambil menyemangati Tanaika bahwa mereka tak lama lagi sampai ke tujuan mereka.
“Ini rumah mu, del?”. Tak disangka lima menit mereka berjalan sudah sampai didepan rumah kecil yang sedikit kumuh, “memang tampak dari depannya gini, coba deh masuk dulu”, ajak Adelio sambil menarik tangan Tanaika sambil memasukkan kode rahasia untuk membuka pintu rumahnya. “Buset ini beneran rumahmu del?” Teriak Tanaika dengan nada tidak percaya.
Sungguh ajaib rumah Adelio yang tampak depannya hanya seperti rumah kecil biasa, namun ketika dilihat dari tampak dalamnya menjadi besar dan layaknya seperti mansion yang berisikan perabotan canggih.
“Ya gitulah, ayahku sengaja buat ginian supaya orang-orang ga tau ini tuh aslinya rumah seorang ilmuwan” jelas Adelio. “Silahkan masuk, anggep aja rumah sendiri”
Disitu tampak bermacam-macam perabotan canggih mulai dari perapian yang bisa menyala sendiri, kulkas yang dapat menyiapkan segala keperluan kita, dan juga robot asisiten yang senantiasa membantu kita kapan saja.
“Mau minum ga? Pasti haus kan gara-gara habis jalan kaki tadi” tawar Adelio, sontak Tanaika pun meng-iyakan “boleh aja”
dengan cekatan robot asisten pun segera membuat dua gelas jus segar.
“Ini dia dua gelas jus jeruk segar dinginnya tuan” ucap robot asisiten tersebut. “Dah ayok langsung main aja” sambil meminum jusnya Adelio mengarahkan Tanaika menuju kamarnya.
Dalam benak Tanaika ia sudah membayangkan bagaimana wujud kamar Adelio, dan benar saja sama seperti apa yang ia pikirkan kamar Adelio berbentuk besar dan tentunya banyak alat canggih didalamnya. Pandangan Tanaika langsung tertuju kepada TV layar lebar berbentuk hologram yang tertempel di dinding kamar Adelio.
“Wough keren bet kamarmu del” takjub Tanaika, “biasa aja kali, yok langsung aja main aku punya game terbaru nih yang baru rilis” “ayok gas” jawab Tanaika, yang tentu saja tidak mau menolak penawaran yang menggiurkan dari Adelio.
Cerpen Karangan: Jeovan Arlyne Andikatama