Di suatu pagi hanya Emu seorang diri yang berada di rumah. Terasa hampa dan sedikit menyakitkan memang, tanpa hadirnya teman, saudara dan keluarga. hidup yang begitu menyedihkan, ya… Namaku Emu konno usiaku 19 pada tahun ini, walaupun aku tidak memiliki banyak teman (bisa dibilang nolep) tapi aku memiliki Keluarga yang lumayan harmonis. “Sebelum tragedi mengenaskan itu terjadi”
~ Kota Aquila tahun 9212 ~ “Kakak apa benar kita hari ini jadi ke rumah Kakek dan Nenek?” Ucap Kiana (adik dari Emu) “Tentu saja ya masa kakakmu yang cantik ini berbohong” menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Kiana. “Hmmm… idih percuma cantik engga punya pacar” “Ini bocah emang minta dipukul ya” “Xixixixi, ampunnn kak”
Tiba tiba Ayah dan Ibu datang ke kamar kami dengan berkata… “Cepat siap-siap kemas pakain kalian! habis ini kita berangkat ke rumah Nenek dan cepat mandi, sarapan sana!” “Iya Ayah, Ibu” Sahut Kiana dan Emu.
Setelah Kiana dan Emu selesai berkemas, sarapan dan mandi. Mereka pun berangkat ke rumah Nenek yang berada di pegunungan St Freya. Di saat perjalanan menuju ke rumah Nenek, terjadi tragedi yang tidak akan Emu lupakan seumur hidup. Dimana saat itu ada jalan yang berlubang, membuat roda mobil mengalami pecah ban yang mengakibatkan mobil tidak seimbang dan tergelinding jatuh ke dalam ngarai yang sangat dalam.
Dalam keadaan setengah sadar. Emu mencari Ayah, Ibu dan juga Kiana di dekat puing-puing mobil yang sudah hancur lebur. Walaupun Dia sedang terluka berat, Emu hanya ingin mencari dimana keluarganya saat ini berada. “Ibu… Ayah… Kiana dimana kalian berada?” ucap Emu yang sedang sekarat dan tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang sangat luar biasa.
Lama kelamaan badan Emu terasa sangat berat, nafas yang terengah engah, kepalanya mulai sangat pusing. karena tidak kuat lagi menopang tubuh untuk berdiri dan matanya pun mulai kabur, dia terjatuh dan tak sadarkan diri. Sebelum pingsan, Emu sempat mendengar suara samar-samar dari banyak orang.
~ 5 menit sesudah Emu jatuh pingsan ~ “Oi lihat itu ada anak korban kecelakaan, cepat bantu dia!” Suara samar-samar yang terdengar olehnya dari regu penyelamat yang baru sampai menolong keluarga Emu. “Ini… dimana? Kenapa gelap sekali?, apakah aku sudah mati?” Ucap Emu yang bingung dan mulai menoleh ke kanan. “Eh ?!, bagaimana ada cahaya yang sangat terang di kegelapan seperti ini?” Lama kelamaan cahaya itu mulai menyinari kegelapan.
Emu yang baru sadar setelah kecelakaan, sedang kebingungan dimana tempat dia sekarang ini. “Dimana ini? Bukannya barusan aku terluka berat karna kecelakaan?” “Tunggu… Dimana Ibu, Ayah dan Kiana?!” Ucap Emu yang sedikit merasa panik
Tiba-tiba datang seoarang Suster cantik membawa makanan dan obat menghampirinya “Tenanglah kamu di tempat yang aman” “Hai Cutie apakah kamu sudah agak enakan badan?” Ucap Suster tersebut. “Ya mendingan, tapi… tempat apa ini?” Ucap Emu yang sedikit bingung. “Hmm? Tentu saja di Rumah sakit, kamu terluka berat dan hampir kehilangan nyawa” Sahut dari Suster tersebut. “Jadi dimana Ayah, Ibu dan Saudaraku?” Ucap Emu dengan muka serius dan keingin tahuan yang sangat besar. “Mereka… mari ikuti Aku” Ucap Suster dengan wajah murung.
Mereka berjalan melewati lorong yang sangat panjang, langkah demi langkah Emu yang masih belum sepenuhnya pulih, mulai merasakan firasat buruk tapi dia tidak tau kenapa.
Dan mereka berhenti di depan kamar dengan nomer seri 156. Suster berkata kepada Emu dengan sangat hati-hati, bahwa yang ada didalam kamar tersebut adalah kenyataan yang tidak mungkin bisa dirubah (Takdir). Di situlah Dia membuka pintu kamar dengan pelan, dan Emu melihat bahwa Ayah, Ibu dan Adik tercintanya telah Meninggal dunia.
“Ayah… kenapa Ayah tertidur disana, bukannya kita akan jalan jalan ke pegunungan St.freya?” “Ibu bukannya kita akan memasak daging asap bersama di rumah Nenek?” “Woi Kiana bukannya kamu tadi sangat ingin pergi ke rumah Nenek?” “Kalian… mengapa kalian tidak ada yang menjawab pertanyaanku?! Mengapa…” Ucap Emu yang sangat tertekan kehilangan Orang yang dicintainya.
Hari itu adalah hari yang paling Dia benci untuk selamanya, keesokan harinya Emu diperbolehkan pulang oleh Suster dan Dokter yang ada di rumah sakit itu.
Yah… begitulah singkat cerita mengapa Emu yang dulunya sangat ceria menjadi sangat pendiam, walaupun bukan hanya itu. Dirinya pun setelah kejadian yang memilukan tersebut masih terkena bullying di sekolah.
~ Kota Aquilla, rumah Emu tahun 9216 ~ “Apakah dunia ini menolak kehadiranku?” “Mengapa hidup yang damai ini pergi begitu saja?” “Mengapa… mengapa dunia ini membenciku?” “Mengapa? Mengapa? Mengapa? Mengapa?!!” Ucap Emu dengan nada emosi.
Terlintas di pikirannya “Mengapa dunia ini tidak membiarkanku mati?” “Apakah Aku hanya dijadikan hiburan bagi dunia? Atau hanya tontonan untuk para Dewa? Jika benar bahwa Aku hanya sebagai mainan ataupun pertunjukkan Dewa, Aku akan Membalaskan apa yang Aku rasakan!” Isi pikiran dia hanya “Bunuh, Bunuh, Bunuh dan Bunuh!!”
Setelah kejadian tersebut Emu hanya diselimuti oleh kebencian, kegelisahan dan kesedihan. Mau itu di rumah ataupun di sekolah, Emu yang dulunya periang dan selalu membantu temannya berbeda dengan yang sekarang.
Minggu demi minggu Emu sudah mulai menyerah atas hidupnya dan sudah kehilangan akal sehatnya. “Hidup huh? Aku sudah tidak punya apa apa lagi… jika saja Aku mempunyai kekuatan sudah pasti bisa melindungi orang-orang yang kusayang.” Ucap Emu yang sudah menyerah untuk hidup dan bersiap siap untuk bunuh diri dengan cara harakiri ~ Emu pun tewas karena bunuh diri ~
“Tempat yang gelap ini… rupanya Aku sudah mati huh… Cahaya? Mengapa ada cahaya di kegelapan yang bisa menelan segalanya?” Emu pun mendekati cahaya tersebut, semakin didekati cahaya itupun akan semakin redup.
Setelah Emu telah sampai dimana cahaya itu muncul, tiba-tiba cahaya itu menghilang dan yang terlihat sekarang hanya jurang kegelapan yang tidak ada ujungnya.
Tapi ada suara samar-samar yang muncul didekat jurang itu. Terdengar seperti “Masuklah kedalam sana niscaya engkau yang sebelumnya hanya Makhluk lemah akan menjadi Makhluk terkuat di alam semesta maupun di Multiverse Rex vitae”.
Setelah mendengar bisikan itu berkali kali, Emu sedikit tertarik tapi Emu merasakan adanya kecurigaan terhadap perkataan tersebut. Sampai bisikan itu berubah menjadi bisikan yang membuat Emu langsung menuju ke jurang kegelapan, perkataan tersebut adalah “BUNUH DEWA-DEWI REX VITAE” ~ Setelah Emu masuk ke jurang kegelapan ~
“Hmm… tempat apa ini?” “Kenapa badanku susah untuk digerakkan?” “Tunggu dulu… tangan siapa ini?! Kenapa tangan ini kecil sekali?” “Eh… apakah ini tanganku?! Kakiku juga mengapa jadi mengecil?!” “Apakah aku berinkarnasi? Wanita itu… Apakah Ibuku di Dunia ini? Sepertinya iya”
Yang dilihat oleh Cecilia (Ibu dari anak perempuan itu) saat melihat Emu yang sedang kebingungan. “Bwaa bwa bwa bwa ga go bwaa?” Perkataan Anak perempuan kecil yang terdengar oleh Cecilia. “Hm? Ada apa Putri anak termanisku” Ucap Cecilia sambil mencubit pipi bayi dengan gemas. “Ahhhh sakit bu, jadi namaku dikehidupan ini adalah Putri huh”
Datanglah Anak perempuan dengan kencang melewati pintu kamar Putri. *Duakkk “Ibu aku kembali!” Ucap Anak kecil yang bersamangat. “Selamat datang Yukki, kalau buka pintu pelan pelan aja Adikmu ini sampai keget loh” Ucap Cecilia dengan sedikit geram karena Yukki (Kakak dari Putri) masuk dengan mendobrak pintu kamar. “Hehe maaf-maaf tadi itu engga sengaja mendobrak pintu” Sahut Yukki “Janji ya engga mendobrak pintu lagi?” “Iya, iya janji” Ucap Yukki dengan sedikit menyesal. “Kalau begitu ajak main Adikmu dulu sebentar, Ibu mau masak dulu” “Baiklah”
~ Yukki pun mengajak Putri bermain sebentar ~
“Kalian cepatlah turun mari makan” Ucap Cecilia dari dapur. Yukki pun langsung menggendong Putri untuk makan bersama di dapur. Setelah mereka selesai makan bersama, Yukki membantu Ibunya mencucikan piring karena piring tadi sangat kotor dan banyak.
~ Bersambung ~
Cerpen Karangan: Alif Putra Wicaksana, SMPN 1 Puri Blog / Facebook: Alif putra wicaksana SMPN 1 PURI