Aku tinggal di dunia dimana semua makhluk hidup terlahir dengan satu buah bom waktu di dalam tubuhnya. Alih-alih detak jantung, yang terdengar ketika telinga didekatkan ke dada adalah suara detikan bom. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, waktu di bom berkurang mengikuti jalannya waktu di dunia nyata. Tidak ada yang tahu tepatnya berapa jumlah waktu yang tercantum dalam setiap bom. Namun, ketika waktu sudah habis, bom akan meledak dengan sendirinya, menghancurkan tubuh yang mereka inangi.
Satu-satunya cara untuk menghentikan hitungan mundur bom ialah dengan memegang tangan keyholder atau belahan jiwa setiap orang. Jika kau memegang tangan seseorang yang bukan anggota keluarga ataupun keyholder-mu, kau tetap akan meledak. Hal serupa terjadi pada kakakku satu tahun silam ketika ia dibohongi oleh seorang lelaki yang mengaku sebagai keyholder-nya. Sesaat setelah kakakku memegang tangan lelaki itu, ia meledak dan lelaki itu pergi tanpa merasa bersalah.
Tidak seperti perempuan yang lain, aku tidak begitu peduli siapa keyholder-ku, aku tidak keberatan jika harus meledak tanpa keyholder di masa tuaku bersama puluhan kucing di rumah reot. Hidupku tenang. Setidaknya sampai aku mengenal Markus. Entah mengapa dia tiba-tiba sering mendatangiku dan mengobrol tentang banyak hal denganku. Diapun beberapa kali mengajakku untuk pergi berdua bersamanya. Setiap ajakannya selalu aku tolak. Walau begitu, Markus tetap tidak berhenti datang dan mengobrol lebih banyak lagi denganku.
Satu bulan berlalu, Markus tetap sering mengobrol denganku. Sejujurnya aku sudah tidak merasa aneh. Aku sudah menganggapnya sebagai temanku. Aku mulai percaya dengannya. Kita bahkan merencanakan sebuah perjalanan ke taman hiburan bersama. Aku menyetujui perjalanan ini hanya karena kita teman, tidak lebih.
Di taman hiburan, kita bersenda gurau dan menaiki sebanyak-banyaknya wahana yang dapat kita naiki. Tidak ada satu detikpun dimana aku merasa tidak senang pergi bersama Markus.
Tanpa disadari, malam hari telah tiba. Aku dan Markus memutuskan untuk berbaring di atas rerumputan dan melihat langit yang bertabur bintang. Aku mulai merasa aneh, hatiku mulai berdegup kencang ketika tubuhku berada tepat disampingnya. Aku melirik ke arah Markus yang ternyata sedang menatapku hangat dengan mata besarnya yang berkilau. Pada saat itu juga, Markus mulai meluapkan semua perasaannya. Dia yakin bahwa akulah keyholder-nya. Dia mulai memujiku dan berjanji tidak akan pernah pergi meninggalkanku. Markus menunduk melihat ke arah tangannya, mengisyaratkanku untuk memegangnya.
Aku mulai menggerakkan tanganku ke arah tangannya. Perlahan aku menyentuh lengannya dan kupegang erat telapaknya yang putih. Jemariku mulai menyelimuti bagian punggung tangannya dengan lembut. Tiba-tiba Markus melepas tanganku dan pergi berlari. Aku terheran. Tidak lama, badanku mulai panas yang tak tertahankan. Kulitku mulai memerah dan muncul lepuhan-lepuhan dari dalam. Aku tersadar lalu menghardik pelan.
“Keparat!”.
Cerpen Karangan: Alila Nikmah instagram.com/gambar_idoep