Dengan handphone barunya dan juga spesifikasi yang canggih, Dani pun sangat menikmati tiap pertandingannya. Hampir di seluruh pertandingan yang ia mainkan, dia berhasil menjadi MPV dan membawa timnya memenangkan permainan. Tak terasa waktu pun sudah pukul 12 malam.
“Udah dulu ya, udah malem nih.” Kata Dani. “Keren lu dan, mentang-mentang hp baru langsung gacor.” Balas Andi. “Nah gitu dong.”, “GG..” Jawab yang lainnya. “Keren kalo gini terus kita bisa ikut turnamen.“ Balas Rian. Dani pun sangat senang dengan pujian teman-temannya. Ia tak menyangka bahwa handphone-nya sangat enak dipakai bermain game.
Dani kemudian melepaskankan TWS-nya dan kemudian pergi ke kamar mandi sebelum tidur. Saat melihat ke cermin Dani kaget melihat hidungnya mengeluarkan darah. Dani kemudian membasuhnya dan juga berusaha membersihkan darah yang mengenai pakaiannya juga. “Sebaiknya aku istirahat.” Gumamnya.
Esoknya di sekolah. Dani terlihat sedang berkumpul dengan temannya saat jam istirahat. “Mabar kuy” Ajak Rian. “Ayo, bisalah beberapa match di kantin.“ Jawab Dani. Mereka pun pergi ke kantin. Dani memperlihatkan handphone barunya kepada teman-temannya.
“Wah hp merk apa itu?” Tanya Rian. “U-Cell.” Jawab Dani. “Hah baru denger? Merk baru ya?” Tanya Andi. “Iya baru, tapi spek nya lumayan loh.” Ucap Dani bangga. “Yaudah ayo kita mulai. Nanti keburu masuk lagi.” Kata Dadan.
Di handphone Dani muncul pop-up gaming mode. Setelah di klik, kali ini mode itu tidak bisa digunakan karena perangkat TWS-nya tidak terpasang. Dani lupa membawa TWS-nya karena memang dia tidak suka menggunakannya. Sudahlah sama saja pikirnya, tanpa itu pun masih bisa memainkannya.
Beberapa pertandingan mereka mainkan tapi tim mereka selalu kalah. “Yah, emang susah kalo sudah level ini. Lawannya pada jago.” Kata Andi. “Gapapa nanti kita bisa menang lagi. Sekarang kita gak serius mainnya takut keburu masuk.” Kata Rian.
Pulang sekolah, Dani langsung pergi ke kamar dan mencari TWS-nya. Dia kemudian mencoba gaming mode dan seperti tadi malam, kejadian tersengat listrik dan sesuatu yang merayap ke telinga kembali terjadi, tapi kali ini Dani tidak menghiraukanya.
Benar saja, Dani menjadi hebat dalam permainan itu. Player lain serasa menjadi lambat ketika bermain. Lagi-lagi Dani menjadi MPV di match tersebut. Begitu pula saat bermain dengan temannya, disaat terdesak pun Dani bisa membalikan keadaan dan memenangkan pertandingannya. Tapi setelah selesai bermain, hidung Dani kembali mengeluarkan darah.
“Apakah ini efek terlalu lama bermain game?” Pikir Dani. Tapi Dani tidak menghiraukannya, saat ini bagi dia menang dalam permainan dan mengikuiti turnamen adalah tujuannya. Lagipula tidak ada efek samping pada tubuhnya. Dari kecil juga Dani memang sering mengalami mimisan dan tidak sampai terjadi hal yang tidak diinginkan. Efek itu terus terjadi ketika Dani menggunakan gaming mode, Dani hampir memenangkan seluruh pertandingan yang ia jalani. Tapi sebagai gantinya, Dani terus mengeluarkan darah dari hidungnya.
Beberapa hari kedepannya, Dani jarang berkumpul dengan teman-temannya. Hari-harinya pun dihabiskan di kamar bermain game ketika pulang sekolah. Meskipun begitu, teman-temannya tidak peduli dengan hal tersebut karena tim mereka terus meraih kemenangan dan turnamen sudah ada di depan mata.
Andi mengirim pesan. “Dani kita ikut turnamen bulan depan ya?” “Ok Siap! Kita yakin bisa juara.” Jawab Dani.
Hari berganti dan Dani mulai terlihat tidak seperti biasa karena efek menggunakan gaming mode di handphone-nya. Wajahnya pucat dan bibirnya membiru. “Dan, kamu tidak apa-apa?” Tanya Andi. “Nggak, emangnya kenapa?” “Mukamu pucat. Yakin nih?” “Serius! Gapapa.” Dani tidak merasakan apa-apa meskipun wajahnya terlihat pucat.
Hampir setiap hari Dani bermain game dengan menggunakan gaming mode dari handphone itu meskipun efek buruknya dia terus mengeluarkan darah dari hidungnya.
Suatu hari setelah selesai bermain game, handphone Dani menunjukkan peringatan ‘CODE RED: insufficient blood.’ Tapi Dani tidak menghiraukannya.
Makin lama tubuh Dani terlihat makin kurus dan wajahnya semakin pucat. Semua teman di sekolahnya pun menghawatirkannya. Tapi Dani heran karena dia tidak merasa kurang sehat. Semuanya tampak normal baginya. Begitupun kedua orangtuanya, Dani heran kedua orangtuanya sangat khawatir padahal dia tidak merasakan apa-apa. Dani merasa sehat seperti biasanya. Akhirnya Dani dibawa ke rumah sakit oleh kedua orangtuanya. Dani didiagnosis mengalami anemia. Tapi dokter pun heran karena Dani tidak mengalami gejala seperti penderita anemia pada umumnya.
Dani pun dipulangkan ke rumah dengan diberi resep obat saja. Dani hanya dianjurkan untuk beristirahat di rumah untuk beberapa hari ke depan. “Dan, kita batalin aja ya. Kamu kan lagi sakit, masih banyak turnamen lain.” Ucap Andi dalam pesan singkat. “Ngga apa-apa, nanti pas turnamen juga pasti sembuh. Tenang aja. Aku baik-baik saja.” Balasnya. “Kita latihan aja sekarang, dokter juga bilang kalo aku tidak ada gejala apa-apa. Nanti pasti sembuh. Masih ada waktu seminggu sebelum turnamen.” Tambahnya. “Okelah. Jaga kondisi aja. Semoga cepat sembuh.“ Balas Dani.
—
Ruang ICU di rumah sakit terasa sunyi ditengah hiruk pikuk beberapa perawat dan dokter yang sibuk mondar mandir menangani Dani yang terbujur kaku. Ayah Dani yang berada di ruang itu pun hanya diam mematung. Monitor ICU menunjukan garis hijau lurus dan jatuhlah air mata dari kedua mata ayah Dani.
Teriakan histeris terdengar di luar ruangan ICU. Tubuh ibunya Dani terkulai lemas ke lantai dan dipindahkan ke kursi oleh beberapa kerabat Dani lainnya. Beberapa teman Dani pun termasuk Andi, Rian, Dadan dan yang lainnya datang dan hanya termenung melihat apa yang terjadi pada di sana. Semuanya hanya bisa menangis dan saling menghibur satu sama lain. Tidak percaya dengan apa yang terjadi.
“Yuk kita pulang dulu, nanti kita melayat ke rumah Dani jika jenazah sudah dipulangkan.” Kata Andi kepada teman-temannya.
Andi kemudian mendatangi salah satu kerabat Dani, meminta untuk diberitahukan jika jenazah Dani sudah berada di rumah. Di sepanjang jalan pulang, mereka hanya menunduk lesu dan berjalan lunglai menuju ke halte bus untuk pulang.
Alarm pengingat turnamen berbunyi di handphone Andi. “SATU HARI LAGI TURNAMEN M3” Andi kemudian mematikan alarm-nya. Sambil menunggu bus, mereka hanya diam menunduk tanpa ada satu kata pun terucap.
“Ehemm” Suara seseorang membuyarkan kesedihan mereka. Andi melihat seseorang dengan kemeja putih berdasi hitam dan celana hitam berdiri tepat di depannya. Pria itu sangat tinggi dan terlihat kurus. Wajahnya terlihat pucat dengan rambut kelimis.
“Selamat siang adik-adik, Saya Tan. Boleh minta waktunya sebentar?” Pria itu menyapa mereka. “Kami sedang mencari beberapa orang untuk me-review produk gadget kami. Apakah kalian mau mencobanya?” Kata pria itu sambil tersenyum lebar.
Cerpen Karangan: Zed Blog: catatanzed.blogspot.com Penulis biasa-biasa saja.