Booommmm!!! Suara ledakan terdengar memekakan telinga. Beberapa kompi prajurit mundur teratur, beberapa dari mereka berjalan tertatih-tatih karena terkena radiasi ledakan. Daratan yang pagi ini masih berupa pasir, sekarang sudah ternodai oleh genangan darah dimana-mana. Suara pedang beradu dan teriakan kebencian semakin menambah suramnya Medan perang.
Zeus tetap mengayunkan pedangnya membabi-buta. Angin padang pasir yang membelai rambutnya tak ia hiraukan, pun matahari yang semakin panas membara tak menggoyahkan semangatnya untuk segera mengakhiri perang.
Sebagai seorang panglima ia memiliki tanggungjawab besar untuk bangsanya. Sesuai mandat raja Hades yang telah memintanya langsung untuk memimpin perang ini.
Athena adalah bangsa yang besar. Seluruh daratan di kawasan utara memuji mereka karena keindahan alam dan kekayaan yang berlimpah. Lantas dengan serakah, beraninya negeri maritim seperti Mauritius berani menantang mereka. Ini tidak bisa dibiarkan.
Zeus berangkat perang dengan meninggalkan banyak hal. Keluarga, harapan, cita-cita dan harga diri. Ia membawa 20 ribu pasukan dalam perang ini. Pasukan berkuda 10 ribu, pasukan panah 5000, serta pasukan rahasia 5000 personil. Semuanya adalah pasukan terlatih.
“Mundur” serunya ketika salah seorang pemanah berhasil memanah seorang kepala prajurit dari Mauritius.
Pasukan pedang mundur teratur, diganti dengan pasukan panahan yang kembali melancarkan serangannya.
Slash, slash, slash Ribuan anah panah mengudara, membunuh satu persatu pasukan Mauritius yang sedang lengah karena mereka pikir Zeus akan benar-benar mundur dan menarik pasukannya.
Banyak pasukan yang langsung tumbang, Zeus menggunakan kesempatan itu untuk menyerang lagi. Komandan Xia dan Hao ia perintahkan untuk mengambil harta rampasan perang selagi ia mencari panglima besar Mauritius. Panglima Hera. Keindahan sesungguhnya dari bangsa Mauritius adalah panglima besar Hera. Lihatlah kulit yang putih bagai porselen, tubuh yang tinggi dan serta suara komando yang lantang. Caranya berteriak sungguh tegas dan berani.
Namun sayang, panglima tersebut sangatlah angkuh dan sombong. Dia tidak hanya berdarah dingin tetapi juga licik. Di hari pertama peperangan, Hera mengutus seorang mata-mata untuk meracuni Zeus dan pasukannya. Beruntung, racun tersebut sudah diantisipasi oleh Zeus. Dia sebelumnya sudah menyangka hal ini akan terjadi. Jadi ia membagikan Ramuan penghilang racun kepada semua pasukannya setiap malam.
Dari kejauhan Zeus dapat melihat panglima besar Hera sedang melawan 2 lusin pasukan pedang. Gerakannya begitu ringan dan cepat seolah ia sedang mengincar musuh-musuhnya tanpa ampun. Pedangnya bergerak mengikuti suara angin gurun yang tenang namun pasti. Kakinya dengan lincah menghindar ketika seorang prajurit akan menusuk kakinya. Ia menengok kebelakang dengan wajah murka.
“Beraninya kau menyerangku dari belakang.!!” Teriaknya marah.
Tanpa ampun ia melukai prajurit-prajurit hingga mereka tak berdaya. Sekitar 13 orang kini tewas di bawah kakinya. Ia terengah-engah sambil menatap tajam ke depan. Dimana perang masih berlangsung. Tangannya mengepal berusaha mengatur emosi yang sedari tadi berontak ingin keluar.
“Arghhhh!!!!!!, Zeus. Hadapi aku” ucapnya lantang.
Zeus tersenyum dari tempatnya, rupanya panglima besar Mauritius. Hera. Sudah termakan taktiknya. Zeus menyuruh pasukan panahnya sebanyak 2000 orang untuk mengambil posisi. Kini hanya tersisa sekitar 6 ribu pasukan yang masih tersisa. Zeus akan memanfaatkannya dengan baik. Setidaknya masih ada 5000 pasukan bayangan yang berada di garis paling belakang.
Ia berjalan dengan mantap. Tujuannya hanya satu membunuh kesombongan Hera sekaligus membawa kemenangan untuk Athena.
“Hyaaaaaaa, …” Kedua panglima saling beradu pedang. Keduanya sama-sama tangguh karena keduanya memiliki guru yang sama. Bahkan keduanya pernah berlatih bersama.
“Kamu masih sama Hera. Lemah tetapi sangat sombong” Zeus memaki Hera yang sedari tadi berusaha menyerang kesetanan.
“Kamu juga tetap sama panglima, selalu terencana dan berani menantang maut” Hera mengibaskan pedangnya ke samping. Berharap bisa menggores lengan Zeus yang tidak tertutup baju zirah.
Zeus terkekeh, ia perlahan mundur.
“Dulu kita tidak pernah bertengkar, kamu tahu?” Zeus memulai.
“Ya. Dulu kita adalah 2 orang murid yang sama-sama menuntut ilmu di perguruan. Kita bahkan sering menghadapi kekecewaan dan kehilangan. Terimakasih untuk masa-masa persahabatan itu. Zeus.” Hera tidak menyerang lagi. Ia hanya memperhatikan Zeus yang diam ditempatnya.
“Mengapa penguasa kita membuat skenario sekeji ini, Hera. Sahabatku. Akhirnya kita yang menjadi pion mereka. Aku mulai lelah”
Zeus menancapkan pedangnya di atas tanah. Ia terduduk dan menatap sekitarnya. Pasukannya memang cukup lihai dalam berperang. Banyak prajurit Mauritius yang tumbang karena beberapa tebasan mengenai bagian vital.
Hera mengikuti, Ia juga ikut mengamati banyak prajuritnya yang telah tumbang. Prajurit itu pasti memiliki keluarga yang ditinggalkan. Entah bagaimana nasib ribuan keluarga prajurit yang ditinggalkan karena keegoisan perang ini.
“Bagaimana mengakhiri perang ini? Prajuritku banyak yang gugur. Kalaupun mereka selamat, banyak yang akan menjadi cacat karena bekas perang besar ini? Kau punya ide Zeus ”
“Aku akan mengakhiri ini, kita akan mengakhiri ini bersama. Maksudku kita akan keluar dari lingkaran penguasa kita yang serakah” “Bagaimana?” Hera bertanya.
“Tusukkan pedangmu padaku. Biarkan dunia menganggap aku mati. Namun di hari ketiga, ingatlah untuk menemuiku di gubuk tengah hutan tempat biasa kita membakar ikan. Aku tahu selama ini kamu bersembunyi dengan topeng kesombongan itu Hera. Akhiri saja” Zeus meyakinkan Hera untuk segera mengakhiri ini semua. Perannya sebagai panglima sudah lama membuatnya berada di jalan yang salah.
“Kau yakin Zeus?. Kabar kematianmu akan menjadi pukulan berat untuk Athena. Kita berdua tahu, negaramu sangat menghargai kepiawaianmu dalam mengatur perang”
“Kau tidak tau Hera. Penguasaku sedang mengatur strategi lain untuk menguasai Semenanjung Malaka. Sementara rakyat berada di bawah garis kemiskinan, para penguasaku justru tidak memperhatikan bagaimana meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Para pria dipaksa untuk berpedang dan berperang sementara para wanita hanya tahu dapur. Tidak ada pendidikan bagi rakyat miskin. Betapa mirisnya itu Hera”
“Aku mengerti. Kita akan mengakhiri semua ini. Rencana selanjutnya akan kita bahas 3 hari lagi. Zeus.” “Ya. Aku siap Hera.” Zeus menatap mata Hera. Ia terkesiap ketika mata pedang Hera mengenai dada kirinya.
Hera mengangkat pedangnya.
“Panglima Zeus telah kalah, mundurlah Athena. Kalian telah Kalah!!!” Suara lantang Hera menjadi latar berakhirnya perang.
Mendadak pasukan Athena mundur, mereka lari tunggang langgang meninggalkan Zeus yang tengah terkapar di tempat penusukan. Hera menyuruh pasukannya mundur. Ia memanggil seorang pemimpin pasukan.
“Ares. Kabarkan kemenangan kepada seluruh pasukan, aku akan mengurus mayat panglima Zeus. Berikan pedangku kepada Apollo. Dia tahu apa yang harus dilakukannya ” “Baik panglima Hera ” Ares menjalankan kudanya memecah lautan manusia yang masih tergugu di Medan perang.
“Kita menang!!! Mauritius menang!!” Ucapnya lantang.
Ares hanya tidak tahu bahwa setelah ini Mauritius akan kehilangan Hera.
Cerpen Karangan: Maulida Solekhah Maulida Solekhah IG @maulida_so