Namaku Niko Kurniawan, seorang pria yang baru saja ditinggal oleh orang yang aku cinta. Aku sedih karena tidak pernah melihatnya lagi. Setelah peristiwa kecelakaan itu aku tidak pernah mendengar kabar tentangnya, Ia telah pergi dari kehidupanku Entah kemana. Kepergiannya meninggalkan banyak pertanyaan yang aku tidak mengerti, aku bingung dengan peristiwa yang terjadi, ini semua sulit diterima oleh akalku.
Aku sudah sering bilang ke Silvi untuk apa sih kamu datang ke dukun itu? Kenapa kamu lebih mempercayainya ketimbang tuhan kamu sendiri? Apakah kamu tidak mempercayai tuhanmu? Lantas, untuk apa kamu bertuhan? Silvi menjawab “aku udah bilang sama kamu ya Niko, aku gak mau bahas soal ini, berkali-kali aku bilang bahwa Mbah Saeng itu adalah penasihat keluargaku, Ia adalah orang kepercayaan keluargaku, apapun yang dikatakannya selalu benar, oleh sebab itu kami selalu pergi ke tempatnya untuk meminta petunjuk.
Timbul rasa keingintahuanku pada Mbah Saeng. Sehebat apa dia? apakah dia sehebat tuhan yang menciptakan dunia ini? Atau justru seburuk manusia yang merusak dunia ini? Aku bilang ke Silvi, boleh gak aku ketemu sama Mbah Saeng? Aku sedang butuh pencerahan, mungkin saja dia bisa memberiku saran.
Percayalah aku tidak benar-benar ingin bertanya, tapi ini adalah caraku untuk menjawab rasa penasaranku terhadap Mbah Saeng. “Boleh kok, nanti hari Rabu kamu datang ke rumahku, dan kita pergi sama-sama ke tempatnya, kebetulan aku juga ada urusan dengannya”. Urusan Apa kataku? “Rahasia” ucap Silvi.
Rabu, 26 juli 2022 Aku tiba di depan gerbang rumahnya. Silvi sudah menyambutku di depan pintu. “Hai Nik” Silvi berkata dan tersenyum. “Hai sayang” aku mencium pipinya. Silvi mempersilahkan aku masuk, kami duduk di ruang tamu, ini bukan kali pertama aku masuk ke dalam rumahnya. Sebelumnya aku sudah pernah masuk, dan saat itu kebetulan ada orangtuanya. Namun saat aku duduk, aku merasa rumahnya begitu sepi. Lantas aku bertanya padanya “Papa Mama kamu ada di rumah?” “Enggak Nik, mereka lagi di luar negeri ngurusin bisnis, biasa lah”. “Oh sayang banget, padahal aku pengen ketemu mereka, udah lama juga kan aku gak ketemu mereka.” Saat obrolan berlangsung, Bi Nanik (Pembantu Silvi) datang membawa 2 es jeruk yang Segar, satu Ia berikan kepada Silvi, satu lagi untukku.
Gak terasa Waktu menunjukan pukul 18.15, aku meninggalkan Silvi di ruang tamu karena aku ingin solat Maghrib. Setelah selesai dengan Ibadahku, Silvi telah duduk menungguku di ruang tamu dengan pakaian rapih. Ia memakai gamis hijau dibalut dengan kerudung putih. Ia begitu cantik di mataku, saat aku memandanginya terdengar suara wanita memanggil namaku “Nik, Nik, Niko!” aku sadar, aku begitu larut memandanginya. “Are u okay?” “Yeah I’m okay” “Yaudah yuk berangkat”. Pukul 18.30 kami berangkat menggunakan mobil ditemani oleh Pak Yono (Sopir Silvi).
Pukul 09.00 tibalah kami di sebuah jalan yang gelap, jalan kecil yang hanya bisa dilalui oleh satu mobil saja, jalan yang gelap karena tidak ada cahaya terpancar kecuali dari mobil ini. Sepertinya sisi kiri jalan itu hutan, dan sisi kanan itu jurang yang cukup dalam. Jalanan yang gelap membuat siapapun yang melewatinya tidak merasa tenang, begitupun yang aku rasakan saat ini. Minimnya cahaya membuat suasana jalan jadi menakutkan. Padahal takut itu hanyalah sugesti bukan? Aku masuk ke dalam sugesti ketakutan itu dan mencoba untuk keluar dari Sana. Dari kejauhan aku melihat sebuah rumah tua, posisinya ada di sebelah kiri, rumah itu berdiri sendiri dikelilingi Pohon-pohon tinggi. “Itu rumahnya?” aku bertanya. “Iya Nik” ucap Silvi.
Tibalah kami di depan rumah Mbah Saeng. Hanya Aku dan Silvi yang turun dari mobil. Pak Yono (Sopir Silvi), Ia menunggu di mobil. Rumah Mbah Saeng terbuat dari kayu, rumahnya tidak begitu kecil, justru tampak luas karena memanjang ke samping. Silvi mengetuk pintu rumahnya. Tak lama kemudian pintu terbuka, laki-laki rambut panjang, kumis tebal, diselimuti oleh jenggot tebal tampak di hadapanku. Ia memakai pakaian serba hitam, Aku mengira Mbah Saeng itu sudah sepuh, namun nyatanya ia tampak seperti laki-laki umur 40 tahunan.
Silvi menyalami Mbah Saeng dan berkata “Kenalin mbah ini pacarku namanya Niko” Mbah Saeng menatapku dengan tajam, aku pun menyalaminya sambil berkata “Niko Mbah”. Ia tidak berkata apa-apa, namun setelah aku menyalaminya, Ia cukup lama memperhatikanku, sampai aku bertanya ada yang salah mbah? Namun lagi-lagi Ia tidak berkata apa-apa.
Mbah Saeng membawa Silvi masuk ke dalam rumahnya, di sela-sela jendela aku melihat mereka sedang berbicara. “Tidak bisa Silvi” “kenapa mbah?” Dia memiliki Jin pendamping, namun aku bisa memainkannya, kita lihat seberapa hebat Jin pendampingnya” Ucap Mbah Saeng, Silvi tersenyum.
Mereka keluar dari dalam, “ini mbah pacar aku, katanya dia butuh pencerahan dari Mbah.” Mbah Saeng melihatku dengan tatapan tajam dan berkata “Masuk”. Aku masuk ke dalam, “duduk” Ucap Mbah Saeng dan mempersilahkan aku duduk di ruang praktiknya. “Aku tau apa tujuan kamu sebenarnya, kamu ke sini karena kamu meremahkanku kan?” Aku pun menjawab dengan tenang “tidak mbah, aku ke sini bukan karena meremehkan mbah, aku ke sini karena menghargai mbah, mbah seperti orangtuaku, aku ke sini untuk meminta nasihat mbah”. “Akan aku beri kamu nasihat, tidak ada gunanya kamu mempengaruhi Silvi, karena Silvi sudah dalam pengaruhku, dan bila kamu coba-coba untuk mempengaruhinya, maka kamu dalam pengaruhku” tangan Mbah Saeng mengisyaratkan aku untuk berdiri dan keluar dari ruangannya. Aku bangkit melangkah keluar, suara Mbah Saeng masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku keluar dengan perasaan jengkel, rasanya aku ingin membakar rumah ini dan melenyapkan semua kesesatan yang ada di sini.
Saat aku keluar aku melihat Silvi sedang berdiri agak jauh dari rumahnya Mbah Saeng, aku pun berjalan menghampirinya. Saat aku mendekat dan ingin memegang pundaknya ada suara wanita memanggilku dari belakang “Niko”, reflek aku menoleh ke belakang, rupanya Silvi yang memanggil “kamu ngapain disitu”. Aku bingung, yang tadi aku liat itu siapa?.
Aku kembali ke teras rumah Mbah Saeng. “Udah dapet pencerahannya Nik?”. “Udah Sil, pulang yuk.” Silvi melihatku dan tersenyum “Yuk pamit Sama mbah” kamu aja deh yang pamit, aku tunggu disini aja” Silvi masuk ke dalam. Tak lama kemudian Silvi keluar bersama Mbah, aku berkata “pulang dulu ya Mbah”. Ia tidak menjawabku, ia hanya melihatku dengan tatapan tajam.
Perlahan kami berjalan meninggalkan rumahnya menuju mobil. Entah mengapa rasanya aku ingin menoleh ke belakang, seperti ada magnet yang menarik kepalaku, aku pun menoleh ke belakang, aku melihat Mbah Saeng masih berdiri di teras rumahnya, dan yang membuatku takut adalah, aku melihat ada sosok ular hijau berkepala manusia di sampingnya. Dari bawah itu ular, namun dari pinggang ke atas itu manusia. Yang bikin seram adalah wajahnya, wajahnya aneh aku sulit untuk mendeskripsikannya, hanya sedikit yang bisa aku deskripsikan yaitu ular itu memiliki lidah yang panjang, dan kedua kupingnya besar.
Jumat, 27 Juli 2022. Aku berkonsultasi dengan seorang ustad, aku ceritakan apa yang aku lihat saat aku berada di Rumah Mbah Saeng, aku ceritakan kejanggalan-kejanggalan saat aku berada disana, aku juga ceritakan perkataan dukun itu kepadanya. Ustad taufik mengatakan bahwa mungkin saja Silvi telah terkena sihir, coba saja kamu ajak Silvi ke sini, dengan izin Allah Insha Allah pengaruh jahatnya akan musnah dengan Ruqyah.
Sabtu, 28 Juli 2022. Aku membawa Silvi ke rumah Ustad Taufik. Silvi di Ruqyah, ia menangis, berteriak, marah, ragam ekspresi dikeluarkan mana kala ustad taufik membacakan ayat Al Quran. Sampai pada Surat Yunus ayat 81-82 “Setelah mereka melemparkan, Musa berkata, “Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan kepalsuan sihir itu. Sungguh, Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang yang berbuat kerusakan”. “Dan Allah akan mengukuhkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukainya.” Silvi muntah darah, merah darah yang kental menggumpal di lantai. Ia tampak tidak berdaya, ia begitu lemas, wajahnya pucat seperti orang sakit.
Cerpen Karangan: Andi Riansyah Blog / Facebook: @andii.rsyh Mahasiswa Ilmu Komunikasi