“Niko… Niko… Bangun Niko” suara samar-samar terdengar di telingaku, aku mulai sadar dan perlahan membuka mata. Aku perhatikan sekelilingku, ternyata aku ada di dalam mobil, dan suara yang memanggilku ialah suara ustad Taufik. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar Niko.” “memangnya aku kenapa ustad?” “Beberapa saat waktu kita memasuki jalan hutan ini, tiba-tiba tubuh kamu terdorong ke belakang, seperti ada yang mendorongmu, dan setelah itu kamu tidak sadarkan diri. Ustad langsung berhenti dan mencoba untuk menyadarkanmu.” Aku baru ingat tentang apa yang terjadi pada diriku, namun aku tidak menceritakannya, yang aku inginkan adalah segera sampai ke rumah Mbah Saeng, aku sangat khawatir pada Silvi, aku takut hal buruk terjadi pada dirinya.
“Jalankan mobilnya ustad, aku tidak apa-apa”. Kami melanjutkan perjalanan. Jalan yang gelap dan sepi membuat suasana menjadi mencekam, apa lagi sisi sebelah kiri itu hutan dan sisi sebelah kanan itu jurang. Ada yang lebih buruk daripada bertemu dengan hantu, yaitu bertemu dengan Harimau. Hewan-hewan nyata dapat melukai manusia secara nyata. Semoga perjalanan kami baik-baik saja.
Sejauh ini perjalanan kami baik-baik saja sampai tiba-tiba mobil berhenti mendadak. Aku bertanya “ada apa ustad?” lihat itu di tengah jalan, ada ular besar sekali”. Memang benar Ada ular python cukup besar melintang di tengah Jalan. Aku mengatakan pada ustad Taufik “tabrak aja ustad bismillah”. Aku yakin Mobil Nissan Terrano ini mampu melewati ular itu, apa lagi mobil ini memakai ban Offroad. Ustad Taufik mengambil Ancang-ancang untuk menggilas Ular itu, suara gas mobil meninggi, kopling dilepas dan mobil melaju dengan kencang.
Anehnya saat mobil ini melewati ular itu, mobil ini tetap stabil. Kami merasa seperti melewati jalan biasa, kami tidak merasa menggilas ular itu. Kami sempat berhenti sejenak untuk melihat ke spion belakang, apakah ular itu masih hidup atau mati. Namun kami tidak menemukan ular itu ada disana. Sungguh sulit dimengerti, aku mencoba untuk tidak peduli dan berusaha melupakan semua kejanggalan yang terjadi. Ustad taufik menjalankan mobilnya, dan kami melanjutkan perjalan.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara gemuruh benda jatuh diatas mobil, suara itu tidak sekali melainkan berkali-kali. Kami seperti dihujani oleh suara benda jatuh dari atas pohon. Ini bukan hujan, kalau hujan pasti air terlihat membasahi kaca mobil. Tiba-tiba dari atas mobil, muncul ular-ular berukuran kecil memenuhi seluruh kaca mobil. Kami yang melihat fenomena itu sangat terkejut, ustad Taufik berhenti menginjak rem secara tiba-tiba. Wiper mobil difungsikan untuk menghempaskan ular-ular itu, namun setiap kali wiper mobil bergerak untuk menghempaskan ular-ular itu, disaat itu juga ular-ular kembali memenuhi kaca mobil, jadi seolah kami dihujani oleh ular.
Kemudian saat kami terdiam dan berdoa, ada suara seperti sesuatu yang diremukan pada sekeliling mobil kami, mobil kami seperti dihimpit oleh suatu benda (yang ternyata adalah ular raksasa), mobil ini terangkat. Lantunan DOA keluar dari bibir ustad taufik, Hasbunallah Wanikmal Wakil Nikmal Maula Wanikman Nasir. Mobil ini dijatuhkan, dan saat itu juga kaca-kaca mobil yang tadinya dipenuhi oleh ular-ular, kembali seperti semula. Naasnya mobil ini sudah terguling begitu cepat masuk dalam jurang. Yang aku rasakan tubuhku seperti terlempar, namun tertahan oleh Seat Belt yang aku gunakan. Beberapa kali kepalaku terbentur, kaca mobil pecah berhamburan. Raga ini sulit untuk dikendalikan, sampai akhirnya tak tersadarkan.
Saat aku sadar, aku rasakan tubuhku begitu sakit. Kakiku tidak bisa bergerak karena terjepit, kepalaku begitu sakit akibat benturan, tubuhku penuh luka dan darah. Aku menoleh ke arah Ustad Taufik dan aku histeris. Perasaanku begitu sakit saat aku melihat ustad Taufik bersimbah darah, perasaanku begitu perih saat aku lihat ustad taufik sudah tidak bernyawa.
Air mata ini jatuh, aku menangis. Langit masih gelap, dan aku tidak boleh terlelap, aku harus mencari bantuan, aku mencari ponselku dan mulai melihat ke samping, belakang, namun tidak ada. Aku ingin mencarinya ke luar mobil, namun karena keterbatasan kakiku yang terhimpit mobil, membuatku tak berdaya, tak bisa kemana-mana.
Mataku berkunang-kunang, pandanganku mulai buyar, dan akhirnya terlelap dalam kesakitan, yap aku pingsan. Dalam pandanganku, aku bisa keluar dari himpitan body mobil. Aku ingat tadi aku ingin mencari ponselku, dan aku mulai mencarinya. Namun tanpa aku sadari ponsel itu sudah ada di tanganku. Dering ponsel berbunyi, saat aku lihat itu panggilan telepon dari Silvi. Aku mengangkatnya “Halo sayang? Kamu dimana? Tolong aku, aku kecelakaan di hutan dekat rumah Mbah Saeng” “Aku ada di atas Niko, Aku melihatmu dari atas”. Dari bawah jurang aku melihat Manusia setengah ular berdiri di atas jalan, dan itu adalah Silvi. “Terimakasih Niko” telepon dimatikan.
Aku terbangun, pelan-pelan aku membuka mata, memperhatikan dimana aku berada. Cahaya menembus masuk dari jendela, malam telah sirna, pagi telah tiba.
“Pah Pah Niko sudah sadar, cepat panggil Dokter”. Suara itu sepertinya tidak asing di telingaku, itu suara Ibuku. Ternyata aku berada di rumah sakit dan ayah ibuku ada di kamarku. Ibuku di sampingku, dan Ayah Berada di sofa kemudian berdiri melangkah keluar memanggil Dokter. Tak berselang lama ayah kembali masuk bersama dokter, dokter memeriksaku.
Aku bertanya siapa yang membawaku ke sini dokter? “Seorang perempuan yang telah membawa kamu ke sini”. “Perempuan? Siapa dok?” “Kalau tidak salah namanya Silvi”. “Silvi dok? Dimana dia sekarang?” Ibuku sontak berkata “Silvi yang telah memberitahu ibu bahwa kamu telah mengalami kecelakaan, Silvi memberikan alamat rumah sakit, dan dia bilang dia tidak bisa menunggu disini, karena orangtuanya tiba dari luar negeri dan memintanya untuk pulang”. Aku diam dan berpikir bagaimana bisa Silvi yang membawaku kemari sementara aku pergi mencarinya karena di hari itu dia menghilang. Aku juga baru ingat kalau aku pergi bersama ustad Taufik di hari itu, lantas aku bertanya “Ustad Taufik bagaimana Bu?” Ayah Menjawab “Ustad Taufik meninggal di tempat kejadian, Jenazahnya sudah diantar menuju kediamannya”.
Seminggu aku terbaring di rumah sakit ini, sebelum aku pulang ke Jakarta, aku dijemput polisi untuk dimintai keterangan, dan aku ceritakan semuanya pada pihak kepolisian. Aku baru bisa pulang ke Jakarta setelah satu minggu. Selama aku terbaring di Rumah Sakit, aku selalu memikirkan Silvi, setiap hari aku menunggu kabar darinya, setiap hari aku mencoba menghubungi dia, namun tidak bisa. Nomornya tidak Aktif.
Setibanya di Jakarta dengan keadaanku yang belum sembuh total, aku pergi ke rumah Silvi ditemani Kakakku. Kami tiba di depan gerbang rumah, aku turun dari mobil dibantu oleh kakakku, aku melangkah dengan tongkat menuju bel rumah. Kubunyikan belnya 1 kali, tidak lama kemudian seorang pembantu keluar membuka pintu gerbang. “Ada perlu apa ya mas, mba?” pembantu itu ternyata bukan Bi Nanik, melainkan orang lain. “Silvinya ada?” “Silvi? Silvi siapa ya mas, di rumah ini gak ada yang Namanya Silvi?” “Ah mbak jangan bercanda, saya sering kesini, ke rumah pacar saya namanya Silvi?” “Gak bercanda mas, ini bukan rumah Silvi, ini rumah majikan saya namanya Pak Rendi, kami baru seminggu pindah ke sini”. “Hah, jadi rumah ini bukan rumah Silvi?” “Bukan mas” “mbak tau nomor telepon orang yang jual rumah ini?” “Waduh saya gak tau mas”.
Semenjak saat itu, aku tidak pernah tau keberadaannya, dia tidak pernah datang lagi ke kampus, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya. Dimanapun kamu berada silvi, aku harap kamu baik-baik saja, aku harap kamu selalu dalam lindungannya, aku harap kamu bisa keluar dari pengaruh dukun sialan itu.
Di sebuah ruang makan yang mewah. Fraz “Bagaimana rumah baru ini mah, Sil?” Dewi “Jauh lebih besar dari rumah yang dulu pah” Silvi “Perfect, I like it pah! Makasih ya Pah mobil barunya” Fraz “Kamu pantas mendapatkannya, ayo kita menikmati hidangan makan malam ini.” Pak Fraz (Ayah Silvi), Ibu Dewi (Ibu Silvi), dan Silvi menikmati makan malam.
Selesai
Cerpen Karangan: Andi Riansyah Blog / Facebook: @andii.rsyh Mahasiswa Ilmu Komunikasi