Matahari sudah terbangun untuk menyinari bumi dan burung-burung bernyanyi merdu di pagi hari. Sanju yang biasanya bangun di pagi buta, hari ini tertidur lelap seperti bayi. Tadi malam, Sanju terlalu banyak belajar untuk ulangan fisikanya besok sampai lupa waktu, yang dia pikirkan malam itu hanyalah belajar, belajar, belajar dan belajar.
“KRIINGGGG..!!!” Sepertinya, alarm yang sudah tidak sabar melihat Sanju masih terus tertidur, akhirnya berteriak membangunkan Sanju. Sanju, terkejut mendengar teriakkan alarm. Dan akhirnya dia harus terbangun untuk mematikannya. Sanju terduduk diam melamun di tepi tempat tidurnya, memikirkan mimpi yang mengganggunya semalam. Mimpi yang tidak ada akhirnya, mimpi yang tidak ada jalan keluarnya, dan mimpi yang terus-terusan berulang. Sejak kejadian yang hampir merenggut nyawa Sanju, dia selalu memimpikan hal yang sama, mimpi itu terus berulang hingga Sanju berusia 15 Tahun. Sungguh malang, perempuan ini, dia harus mengalami kejadian yang sudah membekas di hatinya. Setelah melamun cukup lama, akhirnya dia beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas untuk mandi.
Hari ini Sanju sangat khawatir, matanya tidak bisa lepas dari buku fisikanya. Fisika merupakan mata pelajaran yang hampir membuat kepala Sanju pecah hingga berkeping-keping, walaupun dia telah belajar mati-matian demi memperjuangkan sang ratu ulangan, dia masih kurang yakin dengan perjuangannya melawan naga dengan kekuatan ilmu fisika. Apakah dia harus menyerah begitu saja? Atau apakah dia tetap belajar? Pilihan yang begitu rumit bagi Sanju.
Selesai Sanju menyiapkan dirinya untuk sekolah dia bergegas turun untuk menyantap sarapannya. “Selamat pagi kak!!” Menyapa kakaknya yang sedang memasak sarapannya. “Selamat pagi Ju.” “Yuk, turun, kita makan bersama.” Balas Kak Mia kepada adiknya.
Sanju berlari kecil menghampiri kakaknya yang sedang memasak, dan mengambil piring dan garpu untuk menyantap pancake kesukaannya. Sekarang Sanju hanya tinggal bersama Kak Mia, ya dia merupakan Kakak Sanju. Lalu dimana kedua orangtua Sanju? Kedua orangtua Sanju tinggal di Bali sedangkan Sanju tinggal di Jogja bersama dengan kakaknya. Alasan Sanju pergi ke jogja adalah untuk bersekolah disana dan kebetulan Kak Mia juga kuliah sembari kerja di Jogja.
“Tumben sekali kamu bangunnya siang Ju, biasanya sebelum kakak bangun kamu sudah bangun?” Tanyanya Kak Mia. “Iya kak, tadi malem aku kebanyakan belajar sampai jam 3 pagi…” Jawab Sanju dengan suara pelan. Kak Mia yang merasa kasihan melihat muka adiknya yang lesu, lalu mengelus kepalanya sambil memberi semangat kepada adiknya. Bagi Sanju, Kak Mia adalah satu satunya orang yang sangat mengerti dengan kondisi dia sekarang, Sanju sangat menyayangi kakaknya lebih dari apapun.
Setelah Sanju menghabiskan pancake tersebut, dia bergegas berangkat ke sekolah. “Kak, Sanju berangkat dulu ya!” Seru Sanju. “Hati-hati di jalan ya Ju.” Sambil menepuk-nepuk pundak Sanju “Siap kak makasih ya.” Senyum Sanju kepada kakaknya.
Seperti biasanya, Sanju berjalan ke sekolah sambil belajar sungguh anak yang rajin bukan? Sepertinya tidak ada yang salah dari ini, hanya saja setiap Sanju berangkat ke sekolah dia harus melewati sebuah rumah yang telah terbengkalai puluhan tahun, disitulah tempat dimana semuanya terjadi, kejadian yang tidak akan pernah bisa Sanju lupakan. Setiap dia melewati rumah tersebut bulu kuduknya selalu berdiri seolah rumah tersebut sudah memiliki ikatan erat dengan Sanju, Sanju berusaha mengalihkan pikirannya untuk tidak mengingat kejadian tersebut, dia berusaha untuk tetap fokus belajar dan menahan rasa ingin menangis Entah apa yang telah terjadi dimasa lalunya, hanya Sanjulah yang tahu.
Tak terasa, Sanju telah sampai di depan gerbang sekolah, Sanju berhenti sejenak dan menatap gedung sekolah dengan tatapan gelisah, ia merasa khawatir, apakah dia dapat menyelesaikan ulangan tersebut dengan baik? Bagaimana jika dia gagal? Bagaimana jika perjuangannya sia-sia? Serangkaian pertanyaan telah berputar seperti cincin planet Jupiter dipikiran Sanju.
Tiba-tiba… “DORR!!” Zeo menepuk pundah Sanju dari belakang. “WAAAHH!!” Kaget Sanju yang sedang melamun. “Zeo! Jangan kagetin gitu dong!” Jawab Sanju kesal. “Hehe, emang lagi ngelamunin apa sih?” “Engga, gapapa yuk! kita masuk ke kelas.” Sanju hanya mengabaikan pertanyaan yang diberikan oleh Zeo dan melanjutkan perjalanannya. “Hey Ju! Tungguin dongg!!!” Seru Zeo kepada Sanju yang telah berjalan mendahuluinya.
Karena Zeo terus-terusan mengoceh, Sanju terpaksa menunggu Zeo menyesuaikan langkahnya dengan Sanju agar dapat berjalan bersama. Di perjalanan, Sanju masih terus belajar fisika bisa dibilang Sanju merupakan siswi teladan di sekolahannya, bahkan dia terus mendapatkan peringkat teratas sedari dia masuk SMP. Ini dikarenakan dari kecil Sanju diajarkan untuk mementingkan nilai sekolahnya dibandingkan apapun di dunia.
Zeo yang bosan melihat temannya hanya fokus belajar pun nyeletuk “Ju, kamu ga bosen apa belajar terus? Itu sampai kiamat tiba pun, kayaknya kamu bakal terus belajar ya.” Tanya Zeo kepada Sanju. “…..” Sanju hanya diam dan mengabaikan pertanyaan Zeo. “Lagi belajar apa sih!? Fisika ya?” Zeo yang penasaran mengintip ke arah buku catatan Sanju. Zeo tidak heran dengan sikap temannya itu, karena jika Sanju sedang belajar dia tidak bisa diganggu gugat lagi, bahkan jika ada sebuah lubang di depan Sanju, mungkin dia akan terjatuh namun, di akan terus belajar.
Sesampainya di kelas, Sanju langsung menaruh tas dan mulai belajar, tatapannya kearah buku catatan tersebut terlihat serius sekali. Zeo yang duduk bersebelahan dengan Sanju hanya bisa terdiam menatap temannya yang sedang serius belajar. Zeo yang bosan menepuk pundak Sanju pelan, Sanju yang sedang serius belajar akhirnya menoleh ke arahnya. “Semangat!…” Bisik Zeo kepada Sanju. Sanju hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dan kembali belajar. Zeo merupakan satu-satunya teman Sanju yang sangat peduli dengannya, dia bahkan selalu mengkhawatirkan kondisi mental Sanju semenjak tragedi yang tragis tersebut.
“KRIIINGGGG…. KRINGGGG…” (suara bel sekolah) Suara bel sekolah telah berbunyi, pertanda bahwa pelajaran akan segera dimulai. Sanju menghelangkan nafas dan menutup buku catatan fisikanya. Zeo yang melihat temannya sedang panik berusaha menenangi Sanju dan memberinya semangat. “Pasti kamu bisa Ju! Kamu kan udah banyak belajar, nanti ngerjainnya pelan-pelan saja, jangan terburu-buru.” Zeo mengelus punggung Sanju dengan pelan memberi kesan bahwa Zeo sedang berusaha membuat Sanju tenang. “Iya… Aku agak gugup aja.” Jawab Sanju pada Zeo. “Udah pokoknya, kamu pasti bisa! Tuh gurunya sudah datang. Ingat ngerjainnya pelan-pelan saja.” Senyum lebar Zeo kepada Sanju. Sanju membalas senyuman Zeo tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Ruangan yang awalnya berisik dan rusuh seperti pasar malam akhirnya sunyi. Rasa khawatir Sanju telah berada di puncak tetapi dia masih berusaha agar tetap tenang. “Baik anak-anak semua, mari kita mulai ulangan fisika pada hari ini ayo masukkan semua buku ke dalam tas!” Seru guru tersebut kepada murid-muridnya.
Sanju menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan, dia siap untuk berperang dan memperjuangkan nilainya! Zeo yang berada di sampingnya tersenyum tipis melihat temannya yang sangat ambisi. Jiwanya terlihat berkobar-kobar bersiap untuk perang dunia kedua. Akhirnya kertas ulangan pun dibagikan oleh guru fisika, sekarang kertas soal telah berada di genggaman Sanju, sekali lagi, dia menarik nafas dan mulai mengerjakan. Diawali dengan menulis nama di lembar jawaban dan mulai mengerjakan soalnya satu-persatu.
Sudah 1 jam berlalu, Sanju telah berada di soal terakhir tangannya masih terus bergerak tidak ada henti untuk menulis di kertas jawaban. Sampai akhirnya tepat pada waktunya! Sanju berhasil menjawab soal 20 soal yang telah diberikan, perasaan lega dan senang telah dirasakan oleh Sanju sekarang, dia memanfaatkan menit-menit terakhir untuk memeriksa hasil pekerjaannya dan mengumpulkannya pada gurunya.
“Hufftt… tadi soal fisika susah-susah banget Ju, otak aku udah mau kebakar ni.” Zeo menarik tangan Sanju dan meletakkannya di atas kepalanya, seolah memberitahu Sanju bahwa sebentar lagi kepala Zeo akan segera meledak. “Makanya belajar kemarin kamu aku ajak belajar bareng, ga mau sihh” Sanju memberikan sebuah puk-puk di kepala Zeo agar membuat dia tenang, bagi Zeo sebuah puk-puk di kepala merupakan sebuah ketenangan.
Setelah membuat Zeo tenang, mereka akhirnya melanjutkan pelajaran seperti biasa. Di tengah pelajaran tiba-tiba Sanju merasa ngantuk, dia tidak mau tertidur di kelas dan melewatkan pelajaran yang sedang berlangsung, dia terpaksa harus menahan rasa kantuknya. Sampai dia benar-benar tidak kuat, lalu dia memutuskan untuk pergi izin kepada gurunya untuk pergi ke toilet agar Sanju dapat mencuci mukanya. “Perasaan aku sudah tidur dengan cukup kenapa masih merasa mengantuk sih!!” Seru Sanju kesal.
Sanju berjalan ke toilet sendirian, jarak antara kelas dengan toilet dapat dibilang cukup jauh tapi itu tidak masalah bagi Sanju karena dia sudah benar-benar tidak dapat menahan rasa mengantuknya. Akhirnya Sanju sampai di toilet dia bergegas untuk mencuci mukanya dengan air yang mengalir dan berharap dapat menghilangkan rasa mengantuknya. Sanju menatap wajahnya di cermin, terlihat kantung matanya telah menghitam dikarenakan Sanju terus begadang untuk belajar. Sanju tidak dapat tertidur jika dia belum selesai belajar.
Tiba-tiba Sanju melihat seseorang mengintip dari arah pintu keluar toilet, tapi saat Sanju berbalik tidak ada siapa-siapa disana. Sanju dapat melihat jelas sosok tersebut dari ujung matanya, sosok tersebut terlihat dengan jelas di cermin, Sanju merasa ketakutan, dia langsung keluar dari toilet dan lari secepat mungkin menuju kelasnya. Entah apa yang telah dia lihat tadi namun sosok tersebut terlihat jelas dan menakutkan Sanju. “Aku cuman halusinasi! Aku cuman halusinasi!!!!” Sanju mengatakkan itu berulang-ulang kali dalam hatinya sembari berlari menuju kelas.
Cerpen Karangan: Flora Maleeka Afriyanto instagram: @Rinsukoo