“DRRRT… DRRTT… DRRRTTT… DRRRT…” (notif dari ponsel Sanju) Sanju membuka ponselnya dan menerima sebuah pesan dari Zeo. Zeo | Sanju, kamu dimana??? | Ini kakak kamu nyariin dari tadi kenapa kamu belum sampai di rumah? | Katanya kamu belum sampai di rumah dimana kamu, Sanjuuuu. | Kakakmu sampai datang ke rumahku karena mencari kamu tau | Sekarang aku dan kakakmu sedang berangkat ke sekolah apakah kamu terjebak di dalam atau semacamnya Karena Kakakmu melacak hp mu dan ternyata kamu masih di sekolah! Apa yang kamu lakukan?? | Sanju cepat balas pesanku!! | Ini penting Sanju cepat balas! | Kami sudah di dekat sekolah aku harap kamu baik-baik saja.
Sanju sangat bersyukur ternyata Kak Mia dan sahabatnya telah menyadari kehilangannya, Sanju langsung membalas pesan Zeo dan menceritakan semuanya. Zeo sontak kaget dan mengatakan bahwa dia akan datang ke sekolah dengan membawa polisi, Sanju merasa lega dengan itu tapi semuanya tentu belum selesai. Penguntit itu masih berada di sekitar sekolah, yang dia harus lakukan sekarang adalah keluar dari toilet itu tanpa diketahui oleh sang penguntit lalu berlari menuju gerbang sekolah.
Belum selesai memikirkan bagaimana cara dia keluar dari toilet itu sang penguntit telah berada di dalam toilet. “SanjuUuUUu aku tahu kamu disini Sanjuuu~” suara sang penguntit itu lagi. “Permainan telah berakhir Sanju, kamu akan pulang bersama denganku!”
Satu-satu bilik kamar mandi telah didobrak oleh sang penguntit, Sanju baru ingat semenjak kejadian empat tahun yang lalu kakaknya telah memberikan Sanju pepper spray untuk berjaga-jaga jika Sanju dalam masalah. Sanju langsung mengambil pepper spray dan siap-siap menyemprotkan pepper spray tersebut tepat pada mata sang penguntit. Langkah kaki sang penguntit telah terhenti di depan bilik kamar mandi Sanju bersiap untuk mendobrak pintunya.
“Halo Sanju sudah lama sekali TIDAK BERTEMU!” Seru sang penguntit sambil mendobrak pintu bilik kamar mandi Sanju. “SRRRTTTT…” Suara semprotan pepper spray tepat pada mata sang penguntit. Penguntit menjerit kesakitan, Sanju menggunakan waktu tersebut dengan mendorong badan sang penguntit dari lari sekuat tenaga dari kamar mandi tersebut. Sanju lari, dan terus berlari ke gerbang sekolah, perasaan lega tercampur panik telah dirasakan Sanju. Ya benar Zeo dan kakaknya telah menunggu Sanju di depan gerbang bersama dengan segerombolan polisi, Sanju tidak kuat berlari lagi, memeluk kakaknya sembari menangis. Lega rasanya, Sanju bisa kembali di pelukan sang kakak tercintanya. Sanju tidak bisa menceritakan kejadian yang telah dialaminya tetapi Sanju maupun Zeo telah mengerti apa yang telah dialami oleh Sanju.
Tidak lama Sanju keluar, sang penguntit pun telah berada di depan gerbang, tentu saja dia kaget melihat bahwa Sanju berhasil lolos untuk kedua kalinya hanya saja kali ini Sanju telah lolos bersama polisi. Dengan sigap, polisi langsung menangkap sang penguntit dan membawanya ke kantor polisi untuk diinterogasi.
Setelah diinterogasi, nama dari sang penguntit adalah Liam dan telah diketahui bahwa alasan Liam meneror Sanju untuk kedua kalinya dikarenakan Liam dulunya adalah mantan Kak Mia, dia masih belum ikhlas, Kak Mia memutuskan hubungan dengannya. Alasan mengapa Kak Mia memutuskan Liam karena Liam sangat terobsesi terhadapnya, membuat Kak Mia menjadi tidak nyaman. Kak Liam tidak segan-segan untuk mengatur kehidupan pribadi Kak Mia, bahkan selalu diikuti oleh Liam kemanapun dia pergi. Liam menjelaskan dengan mengikuti Mia dia akan membuat Kak Mia menjadi aman bersamanya. Setelah Kak Mia memutuskan hubungan dengan Liam, Liam menjadi kesal membuatnya ingin meneror Sanju sebagai bentuk balas dendam. Dan hari ini dia meneror Sanju dengan mengikutinya sedari rumah dan berniat untuk mencelakai Sanju, ternyata dia sudah mengetahui bahwa Sanju tertidur di perpus, tapi bagaimana? Penguntit licik ini berpura-pura menjadi orangtua murid dengan begitu dia dapat masuk ke dalam sekolah, lalu pergi ke perpustakaan dan meminta seorang pustakawan untuk mengobrol berdua dengannya diluar perpustakaan tersebut. Setelah Itu dia mulai mengancam seorang pustakawan dan memaksa agar pustakawan itu untuk diam lalu menyuruh pustakawan tersebut meninggalkan Sanju tertidur di dalam perpus, sungguh licik.
Kak Mia tentu kaget dengan kenyataan tersebut, dia tak tahu bahwa mantannya akan berbuat sampai sejauh ini, selama ini sang penguntit menggunakan topeng yang membuat Sanju ataupun kakaknya tidak mengenalinya. Pada akhirnya sang penguntit ditahan untuk beberapa bulan kedepan dan diberikan terapi kesehatan mental secara rutin.
Semenjak kejadian yang telah menimpanya kemarin Sanju memutuskan untuk tidak masuk sekolah untuk sementara waktu, dia ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu rasanya berat karena trauma yang dialaminya telah terulang untuk kedua kalinya. Kakak Sanju tentunya menemani Sanju di rumah, Sanju akhirnya berani menceritakan kejadian yang telah dialami kemarin.
“Lain kali hati-hati ya, jangan sampai tertidur lagi Sanju…” Kakaknya mengusap kepala Sanju dengan hangat. “Iya kak, kalau kemarin aku mengikuti kata-kata Zeo, mungkin tidak akan terjadi kejadian seperti ini.” “Tak apa. Yang penting, lain kali Sanju harus lebih berhati-hati lagi kakak ga mau kejadian ini terulang lagi, Sanju. Kakak tau kamu seperti mama, selalu mementingkan nilai dibandingkan apapun, tapi apakah sebanding jika kamu mempertaruhkan nyawamu demi nilai, Sanju? Menjadi ambisi tentu saja boleh, kejarlah cita-citamu setinggi langit tapi kakak mohon agar Sanju lebih memperhatikan sekitar Sanju lagi karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa yang akan mendatang nanti.” Ucap Kak Mia dengan nada yang sedikit tegas.
Sanju hanya terdiam, dia merenung. Ucapan kakaknya tentu saja ada benarnya, Sanju terlalu mementingkan nilai dibandingkan apapun. Kesehariannya, dia habiskan untuk duduk di depan meja belajar. Sekarang Sanju memeluk kakanya dengan erat, jika Sanju mengingat kejadian kemarin lagi rasanya dia ingin terus menangis. Mengapa? Mengapa dia harus mendapatkan teror dari Kak Liam? Sebegitu kejamkah Kak Liam sampai dia tega memberikan Sanju sebuah teror, bahkan sesudah tertangkap polisi Kak Liam tidak merasa bersalah sekalipun dan pada akhirnya semua perilaku Kak Liam ditanggung oleh Sanju seorang. Ini benar-benar membuat Sanju ketakutan. Rasanya dunia ini tidak adil, bukan? Tapi berkat semua motivasi dari Kak Mia, Sanju dapat merasakan ketenangan, walau hanya sedikit.
Keesokan harinya, Sanju terbangun dengan matanya yang sembab. Sedari kemarin Sanju tidak dapat menahan tangisannya, Sanju juga dibuat terjaga oleh rasa trauma yang sudah mengelilinginya bahkan sekarang dia lebih merasakan was-was merasa selalu diawasi oleh sosok bayangan hitam. Kak Mia juga menemani Sanju di kamarnya, setelah mengetahui adiknya telah terbangun Kak Mia menyodori segelas teh hangat pada adiknya.
“Nih, minum dulu kali aja bisa bikin tenang.” Kata kak Mia. “Terima kasih kak…” Sanju mengambil gelas tersebut dan meminum teh itu. Benar, rasanya Sanju menjadi lebih tenang setidaknya teh tersebut dapat menenangkan pikirannya untuk sesaat.
“Hari ini kakak minta cuti dulu, jadi kakak di rumah untuk menemani Sanju.” Sontak membuat Sanju kaget karena Kak Mia jarang sekali mengambil cuti. “Beneran kak??” Tanya Sanju kepada kakaknya. “Iyaa, hari ini kakak bakal menemai kamu, Sanju.” Senyum Kakaknya pada Sanju “Makasih banyak kak!” Sanju tersenyum lebar sembari memeluk kakaknya. “Sama-Sama Ju.”
Sejak kejadian itu, Sanju dapat memperbaiki sikapnya. Sanju lebih sering menghabiskan waktu bersama kakaknya dan dan sahabatnya Zeo. Sanju dapat mengatur kapan harus belajar dan kapan harus berinteraksi dengan orang di sekitarnya.
TAMAT.
Cerpen Karangan: Flora Maleeka Afriyanto instagram: @Rinsukoo