Sore itu adalah sore yang tidak akan pernah terlupakan olehku. Kejadian ini terjadi saat aku berusia 10 tahun. Sore itu aku sedang bermain dengan teman sebayaku. Kami sedang asyik mengobrol di teras rumahku.
Seperti yang dibilang orang-orang, saat sore menjelang magrib tidak boleh keluar rumah. Lebih baik di dalam rumah saja dan tutup pintu. Aku teringat dengan kata-kata itu. Sampai sekarang aku pikir perkataan itu ada benarnya. Saat magrib aku dan teman-temanku masih aja asyik dengan obrolan kami sambil tertawa terpingkal-pingkal di teras rumahku.
Tapi dua menit kemudian… Tiba-tiba kakakku keluar dari dalam rumah sambil membawa gawainya. Dia mendatangi kami dan bertanya. Sambil memasang wajah kebingungan. “Coba kalian lihat ini gambar apa?” tanya kakakku sambil menunjukkan sebuah foto kepada kami.
Saat kami semua berada di teras rumah, hanya dia seorang diri dan anjing peliharaanku yang bernama Kolin yang ada di dalam rumah pada saat itu. Entahlah. Kakakku bilang saat itu dia melihat Kolin sedang duduk di ruang belakang daerah dapur rumah kami dengan pose yang sangat bagus untuk diajak foto. Lalu kakakku tanpa berpikir panjang mengabadikan foto berdua dengan anjing peliharaanku.
Awalnya, beberapa kali jepret hasilnya bagus. Namun yang terakhir ini kok berbeda? Hasil jepretnya hanya gambar lantai dan rambut terurai panjang tanpa ada wajahnya. Jujur, aku menuliskan kisah ini jadi merinding.
Kakakku menceritakan kronologis itu kepada aku dan teman-temanku. Namanya kami masih anak kecil jadi tidak terlalu tahu soal itu. Aku berpikir itu hanya sebuah kesalahan saja. Mending foto ulang aja. Tapi kakakku memutuskan untuk tidak berfoto lagi sore itu. Namun dia masih menyimpan foto itu.
Saat orang rumahku sudah berada di rumah, kakakku bertanya pada kedua orangtuaku dan abangku. Saat mereka ditanyai pun mereka hanya menjawab itu hanya sebuah kesalahan saja. Mungkin waktu mau mengambil gambar, tangan kakakku goyang makanya ngeblur gitu. Padahal kalau diperhatikan lagi jelas foto itu seperti seseorang dengan wajah abstrak. Persis seperti kuntilanak.
Keesokan harinya, kakakku bertanya pada teman-temannya di sekolah. Beberapa temannya ada yang mengatakan bahwa itu memang foto hantu. Namun tidak sedikit juga yang meragukan foto itu. Masa foto hantu begitu? Kata teman kakakku yang lainnya.
Akhirnya kakakku bertanya pada teman dekatnya yang bernama Novira. Dia bilang, iya betul itu memang foto hantu. Itu kuntilanak. Pantesan terjepret karna kakakku berfoto waktu magrib. Temannya menyarankan agar kakakku lebih bagus segera menghapus foto itu.
Aneh bin ajaib, saat foto itu dihapus oleh kakakku dengan mata yang sangat jelas, foto itu memang sudah terhapus. Tapi kenapa saat kakakku iseng melihat kembali isi galerinya, foto itu masih tetap ada. Padahal tadi sudah dihapus. Kakakku setengah mati ketakutan dan melapor soal ini ke Papaku.
Tampaknya Papaku tidak terlalu cemas soal ini. Papaku mengambil gawai kakakku dan melihat kembali foto itu. Papa menasehati kakakku agar tidak berfoto saat menjelang magrib. Setelah itu Papaku menghapus foto tersebut, dan akhirnya terhapus. Betul, sudah tidak ada lagi di galeri kakakku.
Tapi… Keesokkan harinya, kakakku jatuh sakit. Aneh banget! Tiba-tiba kakakku menelepon Papa untuk menjemputnya ke sekolah. Katanya dia merasa tidak enak badan. Setelah di rumah, badannya mulai teras panas banget! Mual dan muntah-muntah. Kakakku juga mengalami mencret sampai akhirnya dia dehidrasi. Anehnya, dia sama sekali tidak ada makan makanan yang aneh-aneh. Tapi kenapa bisa mencret begitu?
Seminggu kakakku tidak masuk sekolah dan saat itu Papa berencana membawanya ke rumah sakit. Dokter bilang kakakku hanya sakit biasa saja. Butuh istirahat beberapa hari ini. Yaudah kakakku izin tidak masuk sekolah beberapa hari karna sakit. Puji Tuhan, dua hari kemudian keadaan kakakku semakin membaik. Hingga akhirnya dia bisa kembali bersekolah. Tapi tidak sampai disitu ceritanya.
Dua hari kemudian tiba-tiba Mamaku sakit. Kakinya bengkak yang sangat tidak masuk akal. Mamaku seorang penjahit. Kami berpikir, oh mungkin Mama terlalu keras bekerja dengan mesin jahitnya makanya kakinya bengkak. Nyatanya, Mamaku bilang dia tidak seberat itu bekerja dengan mesin jahitnya. Ini terasa aneh buat Mamaku.
Kami pikir kaki Mama akan sembuh dengan sendirinya kalau menghentikan sementara jadwal menjahit. Ternyata tidak. Malah makin parah sampai membuat kami bingung. Kenapa bisa sampai bernanah begini kaki Mama? Lalu kami putuskan membawa Mama ke dokter. Dokter bilang kaki Mama infeksi. Butuh waktu seminggu lebih agar Mama bisa pulih dan kembali menjahit lagi.
Ah, akhirnya Mama sembuh juga. Tapi tunggu dulu, belum kelar. Kami benar-benar percaya bahwa itu foto hantu setelah aku dan abangku jatuh sakit bersamaan. Dalam waktu bersamaan aku dan abangku merasa tidak enak badan. Kami demam, flu dan batuk. Aneh. Kenapa bisa bersamaan gitu? “Apa jangan-jangan karna foto yang kemarin itu?” tanyaku dalam hati. Kami dibuat mikir jadinya.
Untung Papaku sering tugas keluar kota. Meski awalnya kami merasa cemas juga, apakah Papa jatuh sakit juga disana? Kasihan kalau sampai sakit disana, tidak ada yang mengurus Papa. Ternyata tidak, Papa disana baik-baik aja. Yang ada malah Papa yang khawatir sama kami yang ada disini.
Itu benar-benar kejadian nyata yang berhasil membuat bulu kudukku jadi naik terus. Setiap kali menceritakan kejadian itu rasanya takut banget. Meski kejadian itu udah lama banget. Kalau sekarang umurku 22 tahun, berarti kejadian itu 12 tahun yang lalu. Tepat saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar dan abang kakakku duduk dibangku sekolah menengah atas. Ih seeereeemmmmm!
Sakitnya bisa barengan. Ganti-gantian. Duluan kakak yang sakit, baru Mama, lalu disusul aku dan abangku. Saat kakakku sakit itu teman dekatnya yang bernama Novira itu bertanya-tanya, kenapa bisa sakit selama itu? Padahal kalau demam biasa hanya dua hari udah sembuh. Teringat dengan foto hantu itu yang berhasil tertangkap oleh kamera gawai milik kakakku.
Kabar baiknya, semenjak kejadian itu kakakku percaya kalau hantu itu ada. Biasanya dia tidak percaya, tapi kali ini dia kapok. Dia jadi mulai takut berfoto setiap menjelang magrib.
Aku masih ingat persis seperti apa sosok yang ada pada foto itu. Kalau disuruh menggambarkan di atas kertas putih dengan pensil sih bisa. Soalnya masih membekas banget dalam ingatan. Kadang kalau melewati atau melihat ruangan belakang dapur itu pun jadi suka teringat sama foto itu. Untungnya, kami sudah pindah beberapa tahun yang lalu. Jadi tidak merasa dihantui lagi oleh kejadian itu.
Cerpen Karangan: Acha Hallatu Instagram @achahallatu Penulis muda berasal dari Kota Medan.