Aaaarrrggghhh… Jeitan itu terdengar hampir setiap malam terkadang membuatku tak bisa tidur. Jeritan yang berteriak kesakitan itu sepertinya berasal dari gudang di belakang rumah yang membuatku penasaran untuk pergi kesana, namun ayahku melarang keras untuk pergi kesana.
Jeritan itu terdengar semenjak kematian ibu. Aku tak tahu ibu meninggal kenapa?. Bahkan jasadnya pun entah dimana?, yang kutahu ibu dikabarkan meninggal oleh seseorang yang melemparkan surat lewat jendela tepat pada malam ibu ulang tahun.
Ku mencoba cara baru yang kutemukan di browser tapi hasilnya nihil. Mataku enggan menutup, kantuk pun tak kunjung datang. Aku meringkuk ketakutan di balik selimut berkomat kamit membaca doa karna jeritan itu belum kunjung usai.
“Oh tuhan, kenapa hanya aku saja yang mendengarnya!”. “Mira!, bangun sayang” seru seseorang membangunkanku dengan lembutnya. “Hah! Aku kok bisa tidur” ucapku dalam hati dengan raut wajah heran. Bagaimana aku bisa tidur tadi malam padahal jeritan itu seakan mendekatiku. Ah! Aku tidak mau memikirkannya.
Aku terjaga dengan mata yang masih berat untuk kubuka, terlihat sebuah uluran senyuman hangat dari seorang wanita cantik yang tak lain adalah ibu sambungku. Ayah menikah lagi dengan wanita yang bernama Linda namun, aku memanggilnya dengan sebutan tante.
Aku berjalan lemas ke sekolah dan sesekali menguap, udara sejuk dibalut angin sepoi sepoi membuatku seperti tidur sambil berjalan. Biasanya aku diantar oleh ayah menggunakan mobil tapi ayah begitu sibuk dengan istrinya, biasa pengantin baru tapi anaknya jadi korban!. “Nasib”.
Pelajaran pun dimulai dan berjalan dengan lancar namun, di tengah pelajaran diriku lagi lagi didatangkan rasa kantuk yang sangat berat, mataku harus kupegang supaya tidak tertutup, siapa yang tidak bisa tahan kantuk?. Akhir akhir ini aku memang sulit tertidur bahkan tadi malam tidurku hanya sebentar. Jeritan itu mrmbuatku sial!.
Seperti biasa aku pulang sore karena kegiatan di sekolahku cukup padat. Aku berjalan memasuki gerbang rumah dengan lemas karena begitu lelah lalu tiba tiba muncul sesosok wanita mengejutkanku. Badannya penuh darah yang begitu menyengat sehingga aku harus menutup hidung, rambutnya acak acakan menutup sebagian wajah pucatnya dan banyak tusukan tusukan menghiasi tubuhnya sampai tulang tulangnya jelas di mata.
“Siapa kamu?”. Aku menelan ludah melihatnya, bulu kudukku semua berdiri, badanku gemetaran dan mataku melotot tak berkedip saking takutnya. Dia hanya tersenyum sebentar dan lalu pergi ke belakang rumah.
Rasa takut memang menguasaiku namun, rasa penasaranku terlalu tinggi sehingga aku pun mengikutinya. Aku berada di belakang perempuan itu sambil mengendap endap, takutnya dia tahu bahwa aku mengikutinya. Mataku merasa tak begitu asing pada baju putih selutut yang digunakannya.
“hiss.. Mau kemana sih hantu itu!” desisku.
Dia berhenti tepat di suatu tempat. “gudang, mau apa dia kesini!”. Aku semakin keheranan dan entah dari mana semua darah dan tusukan itu menghilang. “Aneh!” teriakku lalu kututup mulut dan bersembunyi. Dia menoleh dan tersenyum sinis sejenak.
Aku dibuat semakin tercengang, malam datang begitu cepat padahal tadi sore masih awal. “Ada apa ini?” ujarku yang setengah tak percaya.
Datang dua orang berjubah hitam menggunakan penutup wajah lalu, menyeret wanita itu ke dalam gudang. Aku ingin menolong wanita itu namun anehnya aku tak bisa menggengam tangannya dan anehnya lagi kedua orang itu seperti tidak melihatku. Pintu pun tertutup rapat dan tak lama terdengar jeritan sama persis yang selalu kudengar. Dua orang itu pun keluar tertawa senang sambil membuka penutup wajahnya. “Aaaaa.. orang itu!” teriakku histeris
—
“Miraaaaaa!” Seru bu guru membangunkanku. “Apa buk?” ujarku terbangun dan terkejut membuat semua murid tertawa. “Ya ampun, aku tertidur. Malu banget!” ucapku dalam hati. “Kamu tidur? tidak menghargai ibu yang capek ngomong panjang lebar tadi. jadi, selesai sekolah kamu bersihin toilet titik tidak pakek koma. Oh ya PRnya tanya ke Nara!” seru bu guru sangat kesal. Aku hanya mengiyakan dengan anggukan kepala sambil cepat cepat membersihkan air liurku yang cukup banyak agar tidak ada yang tau. “Untung tidak ada yang nyadar” syukurku.
Setelah membersihkan toilet, aku masih kefikiran dengan mimpi itu yang seolah olah sangat nyata. “Kejadian itu kayak memberiku petunjuk tapi, bukannya mimpi hanya bunga tidur. Ahh pulang aja!” seruku.
Sepanjang perjalanan pulang dari sekolah, mulutku tak bisa berhenti bicara soal mimpi itu begitu juga dengan fikiranku. Untungnya tidak ada yang mengatakan aku gila karena ngomong sendiri. Aku memutuskan ke gudang nanti.
Mobil jeep putih berhenti di dekatku dan keluarlah seseorang memanggil namaku. Aku menoleh dan menatap heran karna dia menggunakan kacamata hitam sehingga aku tak mengenalnya. “Ini om, Mira” ujarnya sambil membuka kacamata. “Oh! Om Bagas” “Loh kok biasa aja ketemu sama om, biasanya kamu paling semangat” ejeknya. Aku hanya tersenyum terpaksa sambil memalingkan muka ke arah lain mendengar jawabannya.
Om Bagas adalah saudara ibuku. Dia orang yang baik hati, di waktu aku sangat terpukul sama kematian ibu, hiburannya membuat sedihku hilang ditambah dengan hadiah yang ia selalu berikan yang selalu membuatku selalu semangat untuk bertemu dengannya namun, sekarang aku merasa malas berbicara. Fikiranku masih menggengam mimpi itu!.
“Pulang yuk sama om, om punya hadiah untuk kamu!” Aku mengangguk pelan dan menaiki mobilnya.
Hari sudah malam namun aku tetap memaksakan kaki berjalan menuju suatu tempat. Jeritan dan mimpi itu membayangi fikiran sampai aku tak tahan untuk menahannya lagi walaupun perasaan was was dan takut menyelimuti langkahan kaki. Kedua mata menatap sekeliling gudang, tidak ada yang aneh sih sampai disini. Tapi tak lama terdengar bisikan halus.
“Tamak harta!” itulah kata kata yang diucapkan berulang ulang.aku berusaha menenangkan jantungku yang berdetak sangat cepat seakan mau copot dengan berfikiran itu mungkin halusinasiku saja.
Tanganku meraih ganggang pintu dengan helaan nafas namun kemudian tanganku ditarik oleh seseorang menjauhi pintu. “Kenapa sih ayah? aku tidak boleh memasuki gudang. Emangnya ada yang ayah sembunyikan!” seruku yang tau ternyata ayah. “Mau berapa kali ayah harus melarangmu, nanti kamu tau juga!” seru ayah tak kalah keras dengan suaraku. Kutatap mata ayah penuh kesal sambil menahan air mata dan lalu, pergi menuju kamar.
Kupeluk boneka beruang putih pemberian om Bagas sambil menangis “aku hanya rindu ibu ayah! Disana banyak kenangan bersama ibu” bisikku pada boneka yang mengingatkanku pada ibu. Anak siapa yang tidak sedih ditinggalkan seseorang yang selama ini menjadi sandarannya ketika sedih, menjadi cahaya di setiap perjalanan hidupnya, apalagi ditinggalkan secara tidak terduga itu tidak hanya merusak mentalku namun juga hatiku. Menangis pun takkan bisa menghilangkan sedih.
Ketukan pintu terdengar, membuatku cepat menghapus air mata lalu kubuka pintu pelan pelan dan berdiri seorang wanita pemilik senyuman hangat. “Mira, tante mau tidur di sini ayah kamu ada meeting bersama Bagas di luar kota” ucap tante linda. “Silakan masuk tante” “Makasih Mira, eh tunggu dulu kok mata kamu sembab sih. Kamu habis nangis?” tanyanya memegangi mukaku. Dia terdiam sejenak menatapku.
“Mira! Kamu pasti lagi marahan sama ayah, tante tau kamu ngerasa sangat kehilangan seseorang yang sangat kamu sayangi tapi kamu tidak boleh berlarut larut dalam sedih kamu dan satu lagi ayah melarang kamu mungkin takut terjadi apa apa karena hari sudah malam! Berfikir positif aja ya”. Aku menganggukan kepala.
“Tante janji sama kamu bakalan jadi ibu yang baik walaupun tidak sesempurna ibumu” tante Linda mengangkat jari kelingking lalu kuapit dengan jari kelingkingku juga, lalu menangis di bahunya walaupun aku masih dihantui bayangan mimpi.
Malam ini aku tidur bersama tante linda dan sesekali terbangun karna mimpi aneh yang terjadi. “Sampai kapan ini akan berakhir dan tidak menimbulkan tanda tanya” pikirku.
Cerpen Karangan: Ummu Aminatuz Zahroh, Mts Tarbiyatul Banat