Aku berjalan menuju rumah temanku yang jaraknya tidak terlalu jauh untuk ditempuh kaki. Keperluan mendesakku untuk pergi kesana. Biasalah masih dengan yang kemarin gara gara tidur di kelas aku harus mengerjakan PR bersama Nara.
Setelah selesai mengerjakan PR aku bertanya “Ra, kamu tau tidak? Tadi malam entah kenapa aku mimpiin kamu” ucapku. “Sih! pasti mikirin aku ketika kamu mau tidur” ledeknya. “Pede amat jadi orang. Aku tuh mimpi aneh karna kamu ngambil pisau lalu ditusukkan ke jantung aku alias kamu bunuh aku!” ujarku. “Mmm gini nih Mira, biasanya menurut orang orang itu kalau ada yang mimpi seperti kamu pertanda akan ada suatu musibah yang menyedihkan. Tapi kamu positif aja itu kan cuma mitos!” serunya sambil menenangkanku yang langsung murung mendengar perkataannya.
Kutarik nafasku pelan pelan dan mmenghempaskannya, berusaha menjernihkan pikiran yang terusik dengan kejadian aneh, sebenarnya sudah membuatku stres.
Tak tahan dengan semua yang aneh, aku langsung menuju suatu tempat, ini kesempatanku untuk mencari tau dan memastikan bahwa semuanya dalam keadaan baik baik saja.
Berdiri mematung di gudang lalu, membuka pintunya perlahan lahan. Aku lagi lagi diam mematung melihat gudang yang isinya hanya tumpukan benda yang tidak berguna namun berkenang untukku, hanya bau amis darah yang sangat tercium jelas. Suasana sunyi dan gelap yang membuatnya seperti sebuah tempat mistis. Aku berjalan memasukinya dan sesekali bersin karena debu berterbangan di mana mana. Aku terhenti di sebuah lemari coklat, ada sebuah kertas bergelantung di sisi pintu lemari. Aku mengambil dan membaca. Tulisannya sudah hampir pudar dan terlihat bekas sobekan dibagian bawah tapi, setidaknya dia mengerti.
Jantungku berdegup kencang membaca tulisan yang mengatas namakan Natasya. Dugaanku benar gudang ini adalah tempat pembunuhan. Tak sadar air mata jatuh membanjiri pipiku dan mengenai kertas itu.
“Aaaaaaaa… tolong jangan lakukan itu!” suara yang terdengar dari rumah membuatku segera keluar dari gudangdan menuju pintu rumahku walaupun bergidik ngeri mendengar suara yang terus mengulang ucapannya dan semakin lama suara itu mengecil dan menghilang.
Pintu rumahku terbuka sedikit, terdengar ada seseorang tertawa terbahak bahak di balik pintu. Kuberanikan diri membuka pintu perlahan lahan. Sreeeettt…
Mataku terbelalak, tubuhku seakan mau jatuh, sedih, kesal dan beragam rasa menyelimuti hati melihat pembunuhan terjadi. Aku mencubit pipi dengan sekencangnya takut kejadian itu hanya mimpi tapi ternyata benar terjadi.
“Hentikan!” ucapku namun terlambat tancapan pisau menancap ke jantung seorang wanita. Aku menangis lagi sambil menjambak rambutku. “Peristiwa menyedihkan!” “Ini arti mimpi itu” “Ahhhh!”
Aku menoleh ke samping pintu terlihat Seorang pria digantung kepalanya. Aku semakin menangis dan menjerit!. “Pembunuh haruslah dibunuh” ucap seseorang. “Apa maksudmu?” tanyaku sinis lalu menghampirinya. “Kenapa kau tega melakukan ini, dimana hati nuranimu?. Kelakuanmu membuatku semakin tertekan mungkin aku juga akan menjadi gila dan tak akan segan segan membunuhmu juga… Hhhh!” tawaku lantang sambil mengusap air mata. “Mereka tak pantas kau tangisi”. Dia memegang bahuku tapi aku melepaskan pegangannya. Dia memberiku sebuah sobekan kertas dan menyuruhku membacanya. Hiks hiks Tangisku semakin pecah membacanya. Seakan akan aku tak mau hidup lagi.
Natasya seorang wanita sukses di bidang karirnya, kekayaannya sudah tak terbenfung lagi. Banyak yang memujinya atas penghasilannya sehingga membuat adiknya begitu iri. Dia berencana bersama pacarnya untuk membunuh dan mengambil hartanya. Sebenarnya, Natasya dan suaminya sudah tahu mengenai niat buruk adiknya dan akan melaporkannya kepada polisi namun tak punya bukti, sehingga semuanya terlambat Natasya dibunuh tepat pada malam ulang tahunnya. Aku mendengarkan cerita itu dengan seksama.
Langkahan kaki pertamaku menuju seorang pria yang digantung. Aku tersenyum melihatnya sambil bertepuk tangan. “Woooww ini bisa dikatakan hadiah paling indah untukku membuat mental, jiwa dan hati tertekan. Senang sekarang rasanya diriku diberi hadiah yang spesial. Caranya aku berterima kasih dengan apa? tidak bisa hanya ucapan. Oh aku tau!”. Aku menarik tali yang ada di lehernya dengan sekuat tenaga sampai darahnya mengalir deras ke tanganku. “Ih aku tidak mau darah ini” ujarku lalu kuusapkan ke wajah pria itu. “Mira, sudahlah” ujar ayah. “Tidak ayah aku harus membalas perbuatan baik mereka” seruku tertawa senang.
Langkahan kaki kedua menuju seorang wanita tergeletak penuh darah dengan tancapan pisau. “Wih seru ya tante main tancapan pisau, boleh aku coba enggak,” aku ambil pisau di dapur lalu kutancapkan pisau di sebelahnya. “Oh ya hampir lupa, mana janji tante mau jadi ibu yang baik? Aduh lupa ya kan tante udah mati tapi janji harus ditepati bukan?. Tante gak usah khawtir aku gak butuh bualan palsu.” seruku menahan tangis.
“Cukup Mira!” ujar ayah. “Tidak bisa, ada satu hal lagi yang belum selesai” aku menatap ayah lalu memeluknya erat erat. “Yah! Aku tidak tahan dengan semua ini” “Apa maksudmu?” Tanyanya kaget mendengar pernyataanku. Aku membisu dan memilih mendekati pisau yang masih berada di jantung tante linda. Ayah yang tau maksudku langsung menghalangiku. “Jangan lakukan hal bodoh Mira” teriak Ayah. “Untuk kali ini saja kabulkan permintaanku, aku rindu ibu! Izinkan aku?” ujarku. Ayah menatap keheranan dan membiarkanku mengambil pisau. Aku sudah gila dengan kenyataan yang menyakitkan hati. Aku sudah memutuskannya matang matang, inilah pilihanku!.
Sreeekkk… Pisau itu tertancap di jantung dan seketika cairan merah membanjiri badanku. Aku tersenyum puas walaupun menyakitkan, terakhir kudengar ayah berteriak histeris melihatku telah tiada. Lebih baik mati dari pada terus terusan sakit hati. Berawal perih berakhir pedih. Hidup atupun mati sama saja.
Semuanya telah terungkap tapi, jeritan itu masih belum berhenti bahkan bertambah banyak dan semakin keras. Aaaarggggghhhhh…
Cerpen Karangan: Ummu Aminatuz Zahroh, Mts Tarbiyatul Banat Akhir dari kisah ini akan selalu di kenang oleh para pembacanya. semoga suka!