Masa kecil menjadi masa yang indah karena kita terus fokus dalam mencari hal menyenangkan dengan diri penuh kepolosan. Selain itu, masa kecil merupakan pengalaman berharga tentang cara menikmati kehidupan. Jutaan cerita tercipta dalam kenangan di memori sejak kita kecil. Cerita membahagiakan, cerita menyakitkan, cerita memalukan, cerita menginspirasi, cerita perjuangan dan tak ketinggalan tentunya serba-serbi cerita persahabatan. Dari cerita-cerita tersebut Tuhan berharap satu hal, agar kita bisa mendapat pengalaman untuk bekal kedepannya.
Tak ada kemunafikan antara satu sama lain. Semua adalah teman dan sahabat. Hal itu terjadi pada masa kecil Nisa dan kedua temannya. Sejak tempat mengaji Nisa dipindahkan ke tempat lain, cerita baru mulai terangkai meski tak selamanya cerita itu menyangkut kebahagiaan. Walaupun masih tak mengerti apa itu cinta, hanya mengenal kata saling suka sehingga keduanya tidak bisa saling menyakiti terkadang banyak di antaranya Cuma berani memendam dan menunggu kepastian.
Lembaran baru dibuka, Bersama teman baru, guru baru dan suasana baru. Nisa mengayunkan kaki memasuki tempat mengaji barunya, kedua teman sekolah Nisa menyambut kedatangannya dengan hangat. Ayu dan Aidi, begitu sapaan biasanya. Meski ketiganya baru akrab sejak duduk di bangku kelas 5, tetapi sudah terlihat seperti berteman sejak kecil. Nampaknya Anis butuh waktu lebih untuk penyesuaian diri dengan lingkungan barunya.
Semua santri bergegas menuju ustadz untuk memulai pelajaran mengajinya. Tiba-tiba seorang pria paruh baya datang bersama cucu laki-lakinya yang seumuran Nisa, Ayu dan Ai. Ternyata pria tersebut mendaftarkan cucunya. Namun, cucunya terlihat masih belum bisa bersosialisasi dengan santri yang lain. Sehingga dia hanya bisa menangis di samping pintu dan menenggelamkan wajahnya di antara lutut. Melihat keanehan salah satu santri baru itu, ketiga gadis itu mengerutkan keningnya karena merasa heran. Biasanya anak laki-laki adalah manusia paling bisa cepat bersosialisasi dengan orang dan lingkungan di sekitarnya sangat berbanding terbalik dengan sosok santri laki-laki seperti biasanya.
Sampai acara mengaji selesai, anak laki-laki itu masih saja menangis dan berlari pulang seorang diri. Nisa sendiri sama sekali tak menyadari jikalau rumah anak laki-laki itu searah dengannya. Tetapi, jujur saja selama dia tinggal di rumahnya, Nisa sama sekali tidak pernah melihat atau sekedar bertemu dengan santri baru itu.
Keesokan harinya, Seperti rutinitas biasanya, sepulang sekolah Nisa dan Ai menyusuri daerah persawahan untuk mencari buah kecil kesukaan Ai yang biasa mereka sebut Kismis. Kepolosan keduanya sama sekali tidak memunculkan rasa malu atau minder pada teman sebayanya. Nisa kuruslah yang biasa memanjat pohon untuk mencari buah kismis, meski dia sendiri tidak suka dengan kismis. Bahkan semua hasil pencarian kismisnya, semua ia berikan pada Ai.
Kantung plastik telah terisi penuh. Ai menyudahi pencarian karena sebentar lagi memasuki waktu ashar, kemudian Ai juga meminta Nisa agar segera turun dari pohon. Setelah Nisa kembali menginjakkan kakinya di tanah, Nisa mengajak Ai duduk santai di tepi sungai sambil menikmati hasil pencariannya hari ini. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut keduanya yang di kuncir kuda.
“Kira-kira siapa ya nama santri baru kemarin?” tanya Nisa membuka percakapan “Bukannya dia tetangga kamu?” “Rumah dia emang deket sama aku, tapi aku baru pertama kali liat dia”
Suara adzan ashar menghentikan obrolan keduanya. Sesaat, Nisa dan Ai tertegun mendengarnya sekaligus menjawab dalam hati. Kemudian, secara tiba-tiba Ai berlari seraya bereriak meminta izin pulang kepada Nisa yang masih duduk manis di tepi sungai. Melihat kelakuan temannya, Nisa hanya tersenyum menggeleng kepala lalu melangkahkan kaki menuju rumahnya.
Sesampainya di tempat mengaji, Nisa dan Ayu sudah datang lebih dulu. Seperti biasanya, jika setelah mencari kismis pasti Ai terlambat datang di tempat mengaji. Benar saja, Ai datang sambil menunjukkan cengiran khasnya seperti orang tak berdosa. Hal itulah yang membuat Ai selalu dijadikan bahan tertawaan santri lainnya terutama santri perempuan. Di sisi lain, semua santri perempuan sibuk membicarakan santri baru yang sudah terlihat mulai bisa bersosialisasi dengan sesama santri laki-laki sebayanya. Sejak pertama melihat santri baru itu, Ayu mulai mempunyai rasa suka dan kagum pada sosok santri laki-laki baru tetapi ia masih merahasiakan semuanya dari kedua teman dekatnya.
“Ehh, siapa nama dia?” tanya Ai kepada kedua temannya “Udin” sahut Nisa dan Ayu bersamaan, Ai mengedipkan matanya beberapa kali “Udah ah ayo pulang!” ajak Ayu menarik tangan Ai “Dah, Nisa!” teriak Ai yang mulai menjauh dari pandangan mata Nisa
Sebagian santri yang tidak piket terlihat berangsur meninggalkan tempat mengaji. Namun, Nisa melihat Udin kebingungan mencari sendalnya. Karena merasa kasihan, Nisa memberi tahu dimana santri laki-laki menyembunyikan sendal miliknya. Tanpa mengucapkan terima kasih, Udin langsung meninggalkan Nisa sendiri. Nisa merasa aneh ketika Udin telah menghilang ditelan tikungan gang.
Beberapa bulan berlalu, terkuak sebuah fakta dimana Udin menyukai Nisa. Namun, karena pada saat itu Nisa terlibat cinta monyet dengan teman sekelasnya bernama Galih akhirnya Nisa hanya menganggap bahwa Udin sebatas suka untuk candaan di tempat mengaji semata tanpa menganggapnya serius. Di sisi lain, Ayu selama ini masih diam-diam juga mengagumi sosok Udin, tanpa sepengetahuan Nisa. Ai yang sudah dapat membaca pikiran sahabatnya dan kini gadis yang selalu dikuncir kuda itu kebingungan mengatasi semua sendir karena kedua teman dekatnya sedang terjebak dalam cinta segitiga dan yang paling membingungkan adalah Ai polos tak tahu tentang cinta seperti kedua teman dekatnya.
Memasuki kelas 6 membuat semua siswa sibuk belajar untuk mempersiapkan semuanya. Termasuk Nisa, Ayu dan Ai ketiganya juga disibukkan dengan semua urusan berkaitan dengan ujian nasional. Sehingga membuat ketiganya jarang masuk mengaji. Kabar miring terdengar dari salah satu santri tempatnya mereka mengaji dimana Udin jatuh dari sepeda saat bermain bersama teman-teman di sekitar rumahnya. Nisa dan Ayu yang mendengarnya sama-sama cemas. Di sisi lain keduanya kebingungan karena sama sekali tidak bisa berbuat apapun. Udin sendiri termasuk santri yang tertutup dan jarang dekat dengan santri perempuan.
Beberapa minggu berlalu begitu cepat, ujian nasional sudah di depan mata dan membuat sebuah takdir lain berjalan. Ai berlari menuju ke rumah Nisa ditemani anak tetangganya setelah mendengar kabar bahwa Udin meninggal karena perutnya yang terbentur setir sepeda kayuh beberapa minggu lalu. Semula itu tidak terlalu berbahaya, tetapi entah kenapa Udin tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia. Ai sendiri sangat tidak percaya ketika mendengar semua informasi dari salah satu tetangganya. Nisa menganga saat mendengar semua informasi yang keluar dari mulut Ai. Ada rasa tak percaya yang terbersit dalam hatinya. Langkahnya lunglai ketika Ai mengajak pergi ke rumah Ayu untuk memberi tahu kabar duka ini. Nisa memejamkan matanya, sesaat kemudian menghembuskan nafas panjangnya. “Sorry, aku gak bisa!” ujar Nisa sambil berlari meninggalkan Ai sendiri di depan rumahnya. Ai hanya menghela nafas kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah Nisa.
Jum’at Nisa dan Ayu mengajak Ai berziarah kemakam Udin, tetapi Ai menolaknya. Karena mereka tidak ada yang tahu di mana letak makam Udin bahkan mereka sendiri tidak mengetahui dimana kediaman Udin. Ai menganggap mereka masih terlalu kecil untuk menuju ke makam dan berziarah. Tak sengaja, saat bermain di rumah Ayu ketiganya mendengar nama Udin disebutkan pada saat khutbah salat jum’at sehingga membuat keduanya meneteskan air mata, kecuali Ai. Adik Ayu juga ikut menangis saat mendengar nama Udin.
Ai membacakan doa lalu al-fatihah untuk menghentikan isak tangis kedua sahabatnya yang terlihat saling disembunyikan. Entah karena gengsi atau maksud lainnya. Nisa melamun, matanya berkaca-kaca tetapi tangannya sibuk bermain tanah dan batu bata. Ai kecil hanya bisa menahan tawa akan semua drama percintaan kedua teman sekolahnya.
5 tahun berlalu, tidak mudah untuk tumbuh menjadi manusia dewasa seutuhnya. Tapi mereka telah berhasil melakukannya meski dengan cara berbeda. Tidak mudah untuk mewujudkan impian yang lebih tinggi. kini ketiganya telah duduk di bangku SMA, tetapi kini Ayu terpisah. Sedangkan Ai dan Nisa masih tetap dalam satu sekolah. Nisa telah berhasil move on dari cinta monyetnya namun tidak dengan Udin, bayangan Udin selalu membuat Nisa teringat akan keluguan dan semua tentangnya. Sayang, Nisa move on pada orang yang salah. Nisa mengagumi teman sebaya namun lagi-lagi banyak hambatan datang menerpanya kisah cintanya.
“Kenapa ya dulu gue lebih milih Galih daripada Udin? Coba aja gue milih dia” “Eh, asbak warnet! Elo niat mau ngehancurin persahabatan kita?” “Yekali. Sekarang aja kan udah ancur!” “Ebusett dah” “Pasti gue gak bakal kenal dan jatuh hati pada Faris” “Makan tuh kecoak terbang! Faris mulu yang elo bicarain! Panas nih kuping kalo denger nama tuh cowok. Malaikat udah mengutuk setiap langkahnya karena buat elo nangis tiap saat” omel Ai membuat Nisa menutup telinganya rapat-rapat seraya tersenyum geli melihat ekspresi sahabatnya. Ai selalu mengeluarkan omelan 180 km/jam bahkan terkadang meninggalkan Nisa ketika ia mulai membicarakan sosok Faris yang mampu membuatnya move on dari Galih. Menurut Ai, Nisa telah move on dengan orang yang salah. Memang semua manusia tidak sempurna, tetapi setidaknya mereka berusaha menjadi lebih baik. Andaikan Nisa tahu, jika sosok Ai mempunyai alasan kuat mengapa ia tidak membiarkan Nisa bersanding dengan Faris. Semua itu karena Ai tidak ingin Nisa jatuh pada orang yang salah. Sudah cukup Nisa merasa sakit hati karena laki-laki. Ini saatnya Nisa bahagia. Inilah masa yang Tuhan buat untuk rangkaian kebahagiaan Nisa yang tertunda. Namun, Nisa kembali tidak bisa menerima semuanya dan lebih memilih jalannya sendiri.
Saat aku mencintai seseorang, aku tidak peduli apapun yang dikatakan semua orang tentang dirinya. Meski aku terlihat sangat bodoh. Yang harus mereka tahu hanya satu, Aku akan selalu mencintainya disetiap langkahku karena mereka tidak harus mengetahui semua keperluan pribadiku. Dan apa yang kulihat dari dirinya. @Nisa_quotes
Semua orang berhak bahagia dengan caranya. Sama halnya dengan mencintai seseorang. Kita boleh tidak peduli dengan pendapat orang lain tentang orang yang kita cinta. Tapi ingat batasannya saring semua pendapatnya, kalau tidak kita yang akan menjadi korban cinta dan perasaan. @Ai_quotes
Terkadang Tuhan menyelipkan kebahagiaan pada setiap peristiwa, disaat kita mulai mencintai seseorang tepatnya. Tidak selamanya kita akan bahagia tapi itu sudah cukup membuat alasan mengapa kita bisa bahagia. Cinta Tuhan lebih abadi daripada cinta umatnya. Tuhan sangat sayang pada umatnya, sehingga Tuhan mengambil Udin agar tidak menghancurkan pertemanan para gadis kecil yang kini tumbuh dewasa. Selain itu, Tuhan memanggil Udin karena alasan lain, yaitu Tuhan tidak sanggup jika melihat Udin tersiksa dengan sakitnya apabila dia tetap hidup seperti biasa. keagungan Tuhan adalah segalanya bagi kita. Syukuri dan Nikmati apapun yang terjadi, karena semua telah benar-benar terencana dengan matang.
Sekian
Cerpen Karangan: Iwut Dinia Facebook: Iwut Dinia