Ada suara yang tak terdengar. Ada isyarat yang tak terlihat. Dan ada rasa yang tak teraba. Mereka telah bernyanyi bersama. Dan mereka pun telah menari bersama. Tapi tawa mereka teredam di sudut, menempel dan tersembunyi. Sampai akhirnya tawa itu muncul dalam bentuk kemarahan, dan kebencian.
—
Benci kepada dirinya sendiri. Mengapa ia bisa sebodoh itu? Mengapa ia bisa seegois itu? Dan mengapa ia sekasar itu? Mars mencengkeram rambutnya frustasi. Ia mengerang keras di kamarnya seperti orang yang amat sangat kesakitan. Pertanyaan-pertanyaan itu sudah seperti palu yang mengetok-ngetok kepalanya. Ia marah kepada rasa suka yang bukan untuknya. Mengapa gadis itu tidak menyukainya? Mengapa bukan dia yang disukai gadis itu? Mars menendang-nendang kaki ranjang dengan keras. Sudah dia lakukan segalanya untuk mendapatkan hati gadis itu. Tapi semuanya SIA-SIA. Tapi lebih dari kemarahan dan kebencian itu, ada satu rasa yang mendominasi dirinya. Rasa yang sama sekali tidak ingin diakuinya dan rasa yang selalu dia pertanyakan. SAKIT Seperti ada jutaan tangan yang meremas hatinya. Dan jantungnya masih berdetak dengan cepat seperti menunggu waktu untuk meledak. DUARRR….
Di sisi yang berbeda seseorang juga merasakan sakit itu. Seperti ada jutaan kaki yang menginjak-injak hatinya. Tapi sakit itu tidak dibarengi kemarahan dan kebencian hingga terasa puluhan kali lipat lebih sakit. Masha terbaring telentang di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamarnya. Dengan masih bertanya kenapa bisa sesakit itu? Ikatan mereka akan putus dalam hitungan hari. Bukankah seharusnya hatinya berpesta tanpa ragu? Tapi Masha tidak ingin berpusing-pusing memikirkannya. Yang penting sekarang Si Ninja Gila itu tidak akan mengganggunya lagi. Dan yang lebih pentingnya lagi dia akhirnya bisa dekat dengan Adam. Memikirkan itu, dia berdiri dan meloncat-loncat di atas ranjang seperti anak kecil yang baru saja mendapat tumpukan cokelat. “YUHUUUU!!! YEHEEE!!! HOREEE!!!!” teriaknya. Setelah ini dia akan sering bersama Adam. Dengan sedikit kalap dia berlari ke kamar mamanya dn meminta lulur beserta masker dan alat perawatan lainnya. Alhasil, besoknya berangkatlah dia ke sekolah dengan wajah kinclong dan senyum yang ceria. Berusaha mengabaikan sakit yang menyelimutinya. Well, ngapain bersakit-sakit buat orang gila! Begitu pikirnya.
Lain halnya dengan Mars, yang berangkat dengan wajah kusut, muram, suntuk dan lelah. Dan ketika dilihatnya gadisnya sedang berjalan dengan santainya seperti tidak punya beban, makin meranalah dia. Diperhatikannya gadis itu lekat-lekat, dari jauh tentunya. Wajahnya terlihat lebih cerah, penampilannya ceria dan matanya berbinar-binar. Mars memejamkan matanya kuat-kuat, berusaha meredam pening di kepalanya. Dia tidak pernh melihat wajah Masha seceria itu saat bersamanya. Apakah segitu bahagianya dia karena telah terbebas dari Mars? TIDAK. Digelengkannya kepalanya kuat. Dia masih menjadi milikku, tekadnya. TIDAK! Sekali lagi dipejamkannya matanya dan menggeleng. Ia bahagia saat tidak bersamaku. Kenapa lagi-lagi aku harus melenyapkan wajah ceria itu? Well, kita lihat sampai manakah dia akan berbahagia.
“Masha!” Masha berbalik dan mendapati Adam tengah melambai ke arahnya dan senyum manis langsung tercetak di bibirnya “Hai. Sudah lebih baik?” tanya Adam setelah sampai di hadapan Masha, “Kayaknya begitu” ia menjawab sendiri pertanyaannya setelah melihat snyum malu-malu Masha dan sehabis melarikan pandangannya ke seluruh penampilan Masha yang terlihat ceria. “Istirahat makan bareng yuk?” ajak Adam dan yang diajak hanya bengong tidak percaya. ‘sumpah! Demi bulu keteknya Farhat Asbak dia ngajakin aku makan bareng?!!’ “I..iya” jawabnya dengan malu-malu. Sementara Adam senang bukan main karena akhirnya senior yang disukainya sejak pertama masuk di sekolah akhirnya bisa dekat dengannya lebih dari sekedar teman chat atau bertegur sapa.
Dan makan bersama lah mereka di kantin, ditemani oleh puluhan pasang mata yang menatap mereka sinis, kepo, bingung dan marah. Yang membuat mereka risih terutama Masha yang jantungnya dagdigdug gerr… karena sepasang mata yang tidak asing menatapnya dengan pandangan elang seperti siap untuk menerkamnya.
Sekali lagi kemajuan untuk mereka berdua, Adam dan Masha. Mereka makan malam berdua di kafe gaul yang sering ditongkrongi anak muda. Romantis dan asik. Adam adalah cowok yang tahu cara memperlakukan cewek dengan lembut dan perhatian seperti sekarang yang dialami Masha. Tapi menit-menit seperti itu lenyap saat Adam kebetulan bertemu dengan teman-temannya. Dan duduklah dia, mematung seperti unta congek. Mendengarkan setiap obrolan mereka dengan bingung dan bosan. Pun dengan Adam yang tiba-tiba saja menganggapnya transparan, tidak tampak.
Masha merasa kesepian di tempat seramai ini, dia diperlakukan seperti orang asing. Rumus perbandingan. Saat-saat bersama Mars tidak pernah ia merasa sesepi ini. Dan sama sekali tidak pernah diperlakukan kasat mata. Walaupun cowok itu sangat-sangat menyebalkan yang hanya membuat kepalanya panas tapi… tunggu! Kenapa dia rindu Si Ninja Gila itu. Ini salah! Ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan Mars.
Mereka bertemu di koridor setiap pagi, makan di kantin setiap istirahat, belajar bareng, nongkrong di kafe, jalan-jalan ke mall. Tapi jauh dari kata berdua. Adam punya begitu banyak teman. Mereka bisa nongol di mana saja saat Adam dan Masha sedang berdua. Dan bleshhh… Masha hilang, lenyap seakan dia hanyalah seorang teman khayalan. Kadang cowok itu meng-cancel janjinya karena harus mengikuti kegiatan ekskul basket-lah, pramuka-lah, PMR-lah dan janji temu dengan teman-temannya. Walaupun Mars selalu membuatnya kesal tapi cowok itu selalu mengutamakannya. Ia tidak pernah dikesampingkan, tidak pernah dianggap kasat mata saat cowok itu kebetulan bertemu teman-temannya. Hatinya terenyuh. Perasaan ‘ingin terbang’ saat bersama Adam dulu kini tidak lagi dirasakannya. Rasa itu berubah menjadi perasaan asing.
Satu yang tidak akan pernah diakuinya. Ia rindu Si Ninja Gila. Titik. Begitulah sudut paling dalam di hatinya berkata. Dan darahnya yang berdesir deras saat Mars lewat di hadapannya atau jantungnya yang berdetak 3x lipat saat mata elang itu menatapnya dari kejauhan. Mata Masha nanar menatap langit-langit kamarnya. Di rabanya sisi ranjang di sebelah kirinya dan mengambil ponselnya. Ia menghela napas kecewa karena tidak ada berita dari Mars. Tidak ada pesan WA, BBM, SMS, apalagi telepon.
Di suatu siang saat ia benar-benar sudah merasa bosan, karena Adam mengajaknya makan siang tapi harus latihan basket dan ia memohon pada Masha untuk menungunya selama latihan. Saat cowok itu sudah selesai latihan. Sambil menyeka wajah dan lehernya dengan handuk di hadapan Masha, Adam mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari tasnya dan menyodorkannya kepada Masha yang hanya menatap bingung. “Aku udah dapet uangnya. Kamu bisa bebas sepenuhnya dari parasit itu. Dan jangan tanya dari mana aku dapat uang ini. Kamu tinggal serahin ke dia dan permasalahannya selesai” Bukannya menerima amplop itu, Masha justru menggeleng. “Aku nggak bisa terima ini. Aku nggak tau cara ngembaliinnya nanti. Aku nggak mau punya utang lagi sama orang lain” Adam menautkan alis, apaan sih dia. Orang udah capek-capek ngumpulin nih duit dan ditolak gitu aja? “Nggak papa. Jangan anggap sebagai utang. Nggak usah dikembaliin juga nggak papa. Serahin semuanya ke aku” “Aku nggak mau ngerepotin kamu. Kembaliin aja uangnya. Aku akan mengatasi masalah ini dengan caraku sendiri” Masha berdiri, berbalik, dan melangkah menjauhi Adam tapi pergelangan tangannya dicekal denngan sedikit keras. “Jadi kamu mau balik ke manusia planet itu lagi?” cowok itu mendengus jijik dan napasnya memburu. “Bukan urusan kamu” katan Masha tenang sambil menguraikan cengkraman tangan Adam di pergelangan tangannya.
Ia sudah tiga langkah menjauh ketika seruan Adam menghentikan langkahnya. “Kamu tau kan kalo aku suka sama kamu?!” Mendengar seruan yang hampir mirip bentakan itu membuat para anggota klub basket yang juga beristirahat menoleh dan menatap mereka dengan intens. “Rasa suka kamu nggak sebesar itu” jawab Masha kalem, terdengar capek. Adam semakin mengerutkan keningnya. “Dari mana kamu tau? Kalo aku nggak suka sama kamu sebesar yang kamu maksud itu kenapa aku mesti capek-capek ngumpulin uang buat membebaskan kamu dari sipir penjara itu?!” Masha baru akan membalas ucapan itu tapi keburu dipotong oleh Adam dengan menyipitkan matanya “Apa menurut kamu rasa suka dia lebih besar dari rasa suka aku? Masha, dengar kita sudah sejauh ini dan kamu memutuskan untuk kembali dengan rentenir itu? Aku udah berkorban banyak buat kamu tapi kamu nggak ngehargain itu” Masha membuka mulut ingin mengklarifikasi tapi lagi-lagi dipotong “Apa karena setiap hari dia menjemput kamu dengan motor keren, mengajak kamu makan di restoran mewah, ngasih kamu barang-barang mahal sementara aku nggak?!” Masha tersentak. Apa Adam baru saja mengatainya ‘cewek matre’? tenang Masha, tenang… banyak orang yang melihatmu. “Apapun itu….” digelengkannya kepalanya pelan “Aku udah capek, aku udah bosen, dan aku udah muak berurusan dengan cowok karena utang” Dan ia pun berlalu.
Dua bulan berikutnya Masha lewati dengan begitu beratnya. Rentetan ujian, bimbel, tugas-tugas yang menumpuk, perbaikan nilai, serta persiapan untuk UN. Belum lagi perassaan aneh yang selalu mengikutinya. Bingung, kangen, sakit. Sampai ia harus menghadiri acara wisuda dengan muka pucat, bibir kering, kepala sakit berdentum-dentum, pandangan kabur, dan badan yang panas. Intinya dia demam.
Masha mengikuti acara wisuda dengan konsentrasi asal-asalan. Saat acara penyerahan ijazah selesai ia keluar dari aula -dibantu oleh Luna, sahabatnya- tanpa mempedulikan sesi hiburan. Ia baru akan membuka pintu aula saat sebuah suara memangglinya dengan lembut dan sarat akan permohonan. “Masha… diam di situ. Aku mau katakan sesuatu” ternyata Mars yang duduk di sebuah kursi di atas panggung, memangku gitar dan mendekatkan mic ke bibirnya. Masha mematung saat Mars memetik gitar dengan wajah serius.
Di suatu hari tanpa sengaja kita bertemu Aku yang pernah terluka kembali mengenal cinta Hati ini kembali temukan senyum yang hilang Semua itu karena dia… Oh Tuhan… kucinta dia Kusayang dia Rindu dia Inginkan dia… Utuhkanlah rasa cinta di hatiku… hanya padanya untuk dia… Jauh waktu berjalan kita lalui bersama Betapa di setiap hari ku jatuh cinta padanya Dicintai oleh dia ku merasa sempurna Semua itu karena dia… Oh Tuhan… kucinta dia Kusayang dia Rindu dia Inginkan dia… Utuhkanlah rasa cinta di hatiku… hanya padanya untuk dia…
Masha mematung di sana, seperti ada aliran listrik yang menyengat seluruh pembuluh darahnya. Lagu itu… suara itu… Suara lembut, suara malaikat itu bukan mimpi. Suara yang dia dengar saat di taman. Dinyanyikan dengan penuh penghayatan. Mars? Cowok itu bernyanyi sambil menatap Masha lekat-lekat, membuka hatinya lebar-lebar untuk dibaca oleh cewek itu dan juga semua orang yang hadir di aula. Bahwa dia cinta cewek mungil itu. Dia sayang cewek berponi kriuk itu. Dan dia begitu merindukannya setengah mati. Dia ingin cewek itu berlari ke sisinya.
Tapi bukannya berlari ke arahnya, cewek itu malah berlari ke lantai alias ambruk, pingsan. Tanpa menyelesaikan petikan gitarnya, Mars berlari ke cewek itu. Menepis tangan-tangan yang berusaha menyentuh gadisnya lalu menggendongnya keluar dari aula dan membawanya ke ruang UKS.
Gadis itu pucat dan badannya panas. Seketika hati Mars tertusuk, begitu cemas melihat pemandangan gadis itu. Ketika membuka matanya, Masha langsung mendapati seraut wajah khawatir dan kalut di hadapannya. Ah… sudah lama sekali wajah itu tidak dilihatnya dari dekat.
“Hay” seraut wajah cemas itu tersenyum padanya yang dia balas dengan tatapan intens. “Kamu… kamu” “ssstttt…” Mars meletakkan tjari telunjuknya di bibir pucat Masha mencegahnya bicara banyak. “Aku harap kamu ngerti dengan lagu tadi. Dulu dan sekarang aku cinta kamu dan semoga untuk selamanya. Beri aku kesempatan kedua dan kita akan jalani hubungan ini dari awal dengan sebenar-benarnya. Bukan karena utang atau paksaan” Masha menatap tepat di manik mata Mars. Mencari kepastian dan kejujuran dalam hati cowok itu. Ia bertanya dengan tatapan matanya “Kamu benar mencintaiku?” Yang dijawab dengan senyum tipis oleh Mars. “Beri dia kesempatan Masha. Beri dia kesempatan. Tidak. Beri dirimu sendiri kesempatan. Kamu juga kangen dia. Iya kan? Kamu kangen dengan celetukan menyebalkanya, dengan senyuman jahilnya, dan dengan perintah-perintahnya, nada-nada otoriternya, sikap posesifnya, sentuhan tangannya, dan tatapan matanya. Kamu rindu semua itu” teriak batinnya.
Ia memikirkan lagi bagaimana cowok itu menerornya setiap hari lewat telepon, sms, WA, BBM. Bukan karena semata cowok itu ingin menganggunya tapi karena Mars Bintang Haruke selalu menempatkannya dalam posisi pertama dalam hari-harinya. Dan karena cowok itu mencintainya.
“Aku… aku pikir…” katanya terbata-bata, ingin sekali membalas 3 kata ajaib itu dengan 4 kata yang lebih ajab lagi, tapi… “Kamu juga cinta sama aku. Nggak usah dipikir-pikir lagi. Kamu cinta sama aku. Bocah ingusan itu Cuma buat pelarian aja karena kamu belum sadar sama perasaaan kamu. Sekarang kamu udah tau kalo kamu cinta sama aku. Kamu harus dan mesti jadi pacar aku sampe kita nikah titik!!” tegas Mars. Masha susah payah menahan senyum lebarnya mendengar nada otoriter itu, ucapan-ucapan bossy yang selama ini ingin dia dengar. Inilah dia. Marsnya yang suka memerintah, otoriter, posesif, tapi selalu mengutamakan dirinya. Bersama ninja gila ini—
“Dan jangan panggil aku ninja gila lagi, kacang, unta atau apapun itu. Kamu cuma boleh manggil aku handsome, sayang, darling, honey, sweetheart, my love, my love, my happiness, my—“ “Stop stop!!” Ya Ampun! Inilah dia, si narsis yang amat sangat percaya diri. Bersamanya Masha Angel tidak akan pernah merasa kesepian.
Aku masih nyimpen satu part lagi lho. PART 5 Special part ‘suara hati Mars, si nina gila’ Dibaca yah…
Cerpen Karangan: Herlisa Cikis