“Selamat pagi dunia.” Sahut Ratih Purnama Sari dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. “Apa yang membuat suasana hatimu gembira nak?” tanya Ratna pada putrinya. “Because, sekarang hari minggu Umi.” Balas Ratih.
Ratih bergegas menuju meja makan dan menikmati sarapannya bersama ayah dan umi. Ratih adalah mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris di salah satu universitas swasta. Dirinya sangat senang dengan hari minggu, karena waktunya bergelut dengan buku-buku novel kesukaannya.
“Nih, ada yang ngirim paket.” Ucap Gilang. “Paket? Dari siapa Bang?” tanya Ratih heran. “Nggak tau tu, tertulisnya sih untuk Ratih Purnama Sari, tapi nggak ada alamat pengirimnya.” Balas Gilang kepada adiknya.
Ratih pergi ke kamarnya dan membawa paket yang baru saja ia terima dari orang misterius. Ada lukisan lidah mertua, sontak membuat Ratih terkejut dan menatap isi paket yang ia terima, saat itu hanya satu nama yang telintas di benaknya. Ratih kembali membongkar kumpulan kertas putih berisi tentang sosok di balik lidah mertua. Dia adalah Damar, teman masa kecil Ratih yang memberikan sejuta kenangan indah.
“Apakah ini benar kamu?” Bisik Ratih lirih dalam hati sembari menatap awan cerah dari pojok jendela.
Lima tahun yang lalu, seluruh siswa SMPN 2 Desan Rindang kembali digemparkan dengan kedatangan siswa baru. Dia adalah anak pindahan dari kota yang memiliki gaya nyentrik dan menjadi pusat perhatian orang. Berasal dari kota membuat semua orang penasaran dan ingin berteman dengannya. Lalu, Ratih adalah satu-satunya sosok yang tak peduli dengan keberadaan Damar Setiawan, anak baru yang kebetulan sekelas dengannya. Ratih lebih memilih membaca buku dan menyendiri daripada mengurus hal yang sia-sia.
“Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Damar.” Ucap nya mendekati kursi Ratih. “Wa’alaikumussalam, saya Ratih!”
Perkenalan yang kaku ini berubah seketika saat Damar mulai menjadi teman pertama bagi Ratih. Siapa sangka dua manusia ini di pertemukan dan menorehkan banyak kenangan yang tersusun rapi pada kumpulan buku diari Ratih. Sosok Damar berhasil mengubah Ratih. Dirinya sedari awal adalah anak introvert yang tak suka bergaul, banyak sekali hujatan yang Ratih terima dari teman sekelasnya dengan julukan ratu es yang pelit.
“Ratih, ke taman yuk.” Ajak Damar kepada Ratih. “Ayok.”
Terpancar dari rona wajah mereka berdua yang begitu antusias melihat segala macam tanaman yang begitu asri dan menyejukkan mata. Tiba-tiba saja Damar mengeluarkan secarik kertas dari tas hitamnya, ia menggambar tanaman lidah mertua.
“Ini, untuk kamu.” “Masya Allah, tapi kenapa lidah mertua?.” Takjub Ratih. “Namanya lidah mertua karena bentuknya yang tajam, namun asal kamu tau, lidah mertua dapat menyerap CO2 dan memberikan udara bersih pada manusia. Lalu, kamu dikenal sebagai sosok yang dingin dan sinis, padahal kamu adalah orang yang begitu hangat, baik, dan ramah.” Ucap Darma sembari menatap Ratih.
Satu tahun kemudian, seluruh siswa kelas tiga menunggu pengumuman hasil ujian nasional. Perasaan Ratih saat ini campur aduk menunggu hasil. Lima menit kemudian, hasil ujian tersebut ditempel di mading. Semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi depan mading untuk melihat hasilnya, Ratih memutuskan untuk berdiam diri di belakang dan menunggu, meski hatinya sangat bergejolak untuk melihat. Satu persatu mulai mundur dan mengatakan posisi teratas masih dipegang oleh Ratih dan Damar. Mereka berdua mendapatkan posisi nilai tertinggi, Damar melirik kebelakang dan melihat Ratih, terlukis senyuman indah dari wajah Damar, sembari mengatakan. “We did it.”
“Ya, senyuman itu adalah senyuman terakhir yang kulihat darimu. Sejak saat itu kamu menghilang tanpa kabar, hanya ada kumpulan kertas dan tinta hitam yang kugoreskan untuk mengenang setiap momen yang kita lalui bersama.” Ucap Ratih tanpa sadar mengeluarkan rintik hujan yang membasahi pipinya.
Sudah lima tahun Damar pergi tanpa kabar, tiba-tiba saja lukisan lidah mertua ini muncul kembali dan membuatnya untuk bernostalgia dari sekeping kenangan indah.
“Umi, Ratih izin mau pergi ke toko buku.” Ucap Ratih sembari mencium punggung tangan Ratna. “Hati-hati ya nak.” “Siap Mi, Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.”
Sesampainya di toko buku, Ratih terfokus pada satu novel dengan judul manarik, ketika ia hendak mengambilnya langsung saja sosok laki-laki misterius di sampingnya mencuri buku yang hendak ia miliki. “Raja dan Ratu, judul buku yang begitu klise. Selera Ratih memang tidak pernah berubah ya.” Serunya yang membuat Ratih menoleh dan memberikan tatapan tajam padanya. “Damar!” Teriak Ratih dengan raut wajah gembira. “Husttt, calm down. Yes, its me Damar.” Jawabnya.
Ratih dan Damar berbincang di sebuah cafe dekat toko buku yang mereka kunjungi tadi. Ada banyak sekali pertanyaan yang memenuhi kepala Ratih, namun ia memutuskan untuk memendamnya karena yang terpenting teman masa kecilnya ada di hadapannya sekarang.
“Btw, kamu yang mengirimkan lukisan itu?” Tanya Ratih. “Iya. Aku dm abang kamu untuk memberikan lukisan itu. Maaf tidak pernah memberi kabar sejak saat itu, orangtua aku bercerai saat itu, dan aku bersama Ibu harus pindah ke kota.” “Astagfirullah, aku lupa kalau kamu kan sahabat abang, pantesan gaya abang tak biasa saat itu, ternyata semuanya sudah disetting. Hmmm, aku kira senyuman saat itu adalah detik terakhir aku melihatmu. Jadi, selama ini aku hanya bisa menunggu dan tertawa membaca kumpulan kisah kita.” “Wait, kumpulan kisah?” “Iya, kumpulan kisah abadi tentang dua insan yang berbeda ditakdirkan untuk bertemu dan belajar tentang makna kebahagiaan. Kamu adalah tokoh utama dalam tulisan pada kertas putih Damar. Aku selalu berdo’a bahwa suatu saat aku ingin dipertemukan lagi dengan mahkluk ini, jikalau dia masih hidup. Ternyata Allah menjawab do’a itu dan kertas putih ini akan terus bertambah bersamaan dengan kenangan yang diukir.” Ucap Ratih. “Thank you for being you, Ratih. Kita tidak pernah tau bagaimana takdir Allah membawa kita, hanya saja aku selalu bersyukur sampai detik ini Allah membawa kita untuk saling bertemu.”
Tentu tak ada yang bisa bermain dengan takdir, kita hanyalah tokoh yang mengikuti alur cerita sang penulis takdir. Tetapi kisah ini akan terus berlanjut, sampai takdir itu sendiri yang mengatakan “berpisah” atau “bersatu”. Satu, dua, atau ratusan halaman lagi yang akan aku tambahkan tentang dirimu dan aku. Entahlah, biar Allah yang mengatur.
Cerpen Karangan: Kholisha Amalia Blog / Facebook: Kholisha Amalia Status: Mahasiswa Ig: Catatankhol
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 23 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com