“Mir, tuh.. Ada si Asan. Di depan masjid itu loh!” goda Arifah. Aku menoleh. “Ciee.. Mau ngelihat sang pujaan hatimu itu ya..” goda Arifah lagi Aku menginjak kaki Arifah. “Aw!” pekik Arifah. “Memang kenapa? Cuma dia aja! Jangan menggodaku ah!” bentakku. Arifah menempelkan kedua tangannya dan meminta maaf padaku. Huh! Arifah memang begitu. Setiap kali ada Asan, pasti Arifah selalu menggodaku. Aku jadi malu kalau bertemu Asan. Gara-gara Arifah sih!
“Kamu ini! Jangan menggodaku lagi ya!” seruku dengan muka memerah. “Ya, ya.. Aku nggak lagi deh menggodamu dengan Asan..” jawab Arifah lantang. Asan menoleh. “Ada apa? Kok seperti ada yang menyebut namaku?” tanya Asan celingukan, ia menatap aku dan Arifah. “E..Enggak! Cuma perasaanmu aja kali!” jawabku malu sambil mendorong tubuh Arifah ke pinggir koridor.
“Kamu sih! Jangan keras-keras dong!” seruku. Lagi-lagi, Arifah meminta maaf. Huh! Mau 100-1.000 kali ia meminta maaf, pasti gak akan berhenti.
Tet.. Tet.. Tet.. Bunyi bel pelajaran Al-Quran berbunyi. Aku dan Arifah segera pergi menuju masjid. Di sanalah tempat kami mengaji. Aku sekelompok dengan Arifah. Walau, berbeda 1 juz hafalannya
“Assalamualaikum!” sapa Asan dan Hada pada semua anggota kelompok kami. “Wa..Walaikumussalam..” jawabku malu-malu. Asan tersenyum padaku dan segera duduk di depanku. NYEESS… Mukaku lansung memerah setelah melihatnya tersenyum dan melihatnya duduk tepat di depanku. Seperti dalam mimpi saja!
Akhirnya, Ustadz Rizal datang. Ia lah guru mengaji kami. Kami segera mengaji. “Ya, sekarang baca satu-satu. Dimulai dari Asan dulu!” ujar Ustadz Rizal. Asan mulai membaca. Subhanallah… Tak pernah kudengar suara bacaan Al-Quran semerdu suara Asan. Suara bacaannya sangat menghayati sehingga membuatku tenang. “Selanjutnya Amira!” seru Ustadz Rizal. A..Aku? Aku pun langsung membacanya. Haduuhh.., konsentrasi Amira, konsen!
Setelah semua sudah membaca, Ustadz Rizal mengumumkan sesuatu. “Oh iya! Minggu depan, ada perlombaan hafalan di kecamatan. Ustadz akan pilih dari kalian yang paling banyak hafalannya,” jelas Ustadz Rizal. Anak-anak langsung berseru. “Amira dan Asan ustadz! Mereka sudah menghafal 7 juz!” “Ya, kalau begitu yang ikut lomba adalah Amira dan Asan. Nanti setelah shalat dsuhur, kalian latihan, ya, di ruang guru Al-Quran,” jelas Ustadz Rizal. Aku terkejut. Kenapa harus aku dan Asan? Karena ini takdir, aku tidak bisa menolak. Akhirnya aku pasrah saja.
Hari ini, hari diadakannya lomba menghafal. Karena aku yang datang paling awal, jadi aku tidak tahu berkumpul dimana. Akhirnya aku tunggu saja di kelasku. Setelah bel berbunyi, belum ada panggilan untukku. Aku takut jangan-jangan mereka sudah berangkat. Tapi, aku simpan saja rasa takutku.
Cklek! Pintu kelasku terbuka. “Amira, ayo ke bawah! Bawa sepatu dan tasnya, ya!” panggil seseorang. Aku menoleh ke arah pintu. Asan? Aku pun menurut dan segera turun. Di tangga, aku malu karena berjalan bersama Asan. Aku belum pernah berjalan bersamanya. Walau aku berjalan lambat, namun Asan masih menungguku.
“Omong-omong, kamu sudah belajar tadi malam?” tanya Asan. “I..Iya,” jawabku malu. “Kenapa malu? Kita kan sudah bersahabat sejak SD. Kok, sejak masuk SMA, kamu jadi malu-malu denganku, sih?” tanya Asan heran. Aku jadi makin malu.
Aku jadi teringat ketika SD dulu. Saat itu, aku, Kayla, Asan, Hada, Nifah, Arifah, dan Candra ikut lomba olimpiade matematika dan al-islam. Waktu lomba, ternyata kami dipisah-pisah. Jadi ruang 1: Kayla, Asan, dan Arifah. Ruang 3, Nifah dan Yunus. Ruang keempat, Hada dan Candra. Dan ruang kedelapan hanya aku seorang. Masalahnya, waktu itu, aku sangat pemalu. Jadi aku hanya diam. Namun saat selesai lomba, Kayla memberitahuku bahwa Asan berkata sesuatu. “Ustadzah, Amira sendiri di sana? Kasihan dia.. Ustadzah ke sana aja, ya, temenin Amira” Aku jadi malu dengan perkatannya
Hadeuuhh.. Cinta.. Cinta. Saat lomba menghafal, aku dan Asan mendapat juara 1. Aku sangat senang. Ya, beginilah ceritaku. Maaf jika ada kesalahan
TAMAT
Cerpen Karangan: Nadhira Hifdzani Alyzzah Blog / Facebook: Diah Pusparini