Aku tahu, bersahabat dengan lawan jenis tanpa adanya perasaan adalah hal yang hampir mustahil. Aku tahu, aku tak seharusnya memulai semua ini, Tapi, aku juga sadar, bahkan aku tak memiliki hak untuk mengatur perasaanku, Aku tidak bisa memilih, kepada siapa aku harus menjatuhkan hati.
Sungguh, di satu sisi aku benar-benar ingin berkata yang sejujurnya padamu, tapi disisi lain, aku sadar, Ikatan pertemanan yang sudah kita bangun sejak kecil, jauh lebih berharga daripada keegoisanku, Aku tidak ingin menghancurkannya, hubungan diantara kita.
Hari itu, aku semakin sadar, aku telah melakukan kesalahan saat aku menyukaimu. Senyummu mengembang sempurna ketika melihat gadis itu, dari sorot matamu terlihat jelas bagaimana caramu memandangnya penuh ketertarikan. Ya, dia memang sangat cantik seperti seorang puteri dalam dongeng. Rambut hitam panjang yang indah, senyum lembut, dan sikap yang anggun serta dewasa, Benar-benar tipe idealmu, kan.
“Kamu menyukai Yuri, ya?” ucapku, saat aku menyadari kamu tidak melepas pandangan dari gadis bernama Yuri itu sejak tadi. Kamu menoleh ke arahku, sedikit memincingkan mata, “Apa kelihatannya begitu?” kamu bertanya balik padaku Aku menghela nafas, dengan sikap yang seperti itu, memangnya siapa yang tidak bisa menyadari hal itu? “Kelihatan banget, tuh” jawabku, sambil berpura-pura biasa saja. “Yah, ketahuan yah haha” kamu tertawa, “Yah, sebenarnya akhir-akhir ini kami semakin dekat sih, bahkan hampir setiap malam kami berbalas pesan” jelasmu kemudian.
Sejak kapan, Sejak kapan kalian jadi sedekat itu? Kamu bahkan baru memberi tahuku sekarang.
“Besok hari valentine, aku mau menyatakan perasaan padanya” “Kamu mau membantuku, kan?”
Saat itu aku terdiam, Aku ragu, Aku ragu apa aku bisa melakukannya. Kamu juga tau, aku adalah orang yang paling benci berkorban. Apa sekarang aku harus mengabaikan perasaanku demi kebahagian kalian?
“Shira, kamu mau kan?” sekali lagi, kamu mengulang pertanyaanmu.
—
Sebenarnya apa yang sekarang aku lakukan? Kenapa aku menemanimu pergi ke toko bunga.
“Aku mengajakmu karena kamu lebih paham soal bunga, dari kecil kamu sangat tertarik dengan bahasa bunga, kan” kamu melihat-lihat bunga dengan antusias, bahkan kamu tidak sedikitpun berhenti tersenyum. “Nah, sekarang, baiknya aku berikan bunga apa ya untuk Yuri besok?” “Berikan saja bunga mawar” jawabku singkat,
Aku ingin cepat pulang, aku tidak mau disini lebih lama, Aku tidak mau, Aku tidak mau hatiku merasakan sakit yang tidak perlu seperti ini.
“Ah, kalau gitu tidak spesial, dong” “Aku ingin memberikan bunga yang berkesan, bunga yang indah seperti Yuri sekaligus bunga yang menggambarkan perasaanku padanya” Lagi, aku hanya bisa diam dan menuruti keinginanmu itu.
Kenapa aku seperti ini? kenapa harus kamu, Kenapa aku harus jatuh cinta padamu, Kamu, orang yang sedang jatuh cinta pada orang lain.
Aku berjalan menuju suatu sudut di dalam toko bunga, hingga langkahku terhenti ketika aku melihat bunga putih yang indah,
Dahimu mengernyit, “kamu sudah temukan bunga yang pas?” tanyamu, dan aku diam. “Lily…” lirihku “Lily!” ucapmu tiba-tiba “Yuri juga bisa berarti lily, kan? Kau jenius!” kamu tersenyum begitu senang seperti saat pertama kali kamu memenangkan pertandingan bisbol waktu kecil.
===
Meskipun ini hari valentine, aku tidak membuat cokelat untuk siapapun, Bahkan untuk diriku sendiri.
Seperti yang kamu bilang kemarin, kamu benar-benar melakukannya hari ini. Kamu menyatakan perasaanmu pada Yuri, dan aku melihatmu memeluk Yuri dengan begitu bahagia ketika Yuri menjawab “Ya” Dan entah mengapa saat itu dadaku begitu sesak. Aku hanya bisa ikut tersenyum, seolah aku turut bahagia hari itu, Meski setelahnya aku harus menangis seperti orang bodoh.
Begitulah, sejak hari itu, kamu lebih sering menghabiskan waktu dengan Yuri. Aku tidak keberatan, sungguh, Dia pacarmu, dia pantas mendapatkan waktu dan perhatian darimu.
Meski begitu, Meski aku selalu bilang tidak apa-apa, Meski aku selalu terlihat bahagia, Sejujurnya, aku takut, Aku takut kamu akan benar-benar pergi, Aku takut kamu meninggalkan aku, Aku takut, Aku takut suatu saat kamu melupakan keberadaanku, Aku orang yang selalu bersamamu, Aku orang yang ada ketika kamu menangis saat kamu bertengkar dengan ibumu, Aku juga orang yang ada ketika kamu kecewa pada dirimu yang gagal berpartisipasi pada pertandingan sepak bola karena kakimu cedera, Aku juga orang yang selalu ada sebagai support role dalam kisah romansamu, Aku, Orang yang mengenalmu lebih dari siapapun.
5 tahun sejak hari itu, aku masih sama. Aku masih menyukaimu sama seperti dulu. Kamu juga masih sama, masih tidak menyadari kepura-puraan yang selalu aku tunjukkan selama ini.
Ada hari dimana aku melihat kamu berada dititik terendah dalam hidupmu, Kamu kehilangan Yuri, gadis yang sangat kamu cintai selama 5 tahun terakhir.
Kamu masih berdiri di tempat itu, enggan meninggalkan Yuri katamu, kamu juga bilang kalau kamu sudah berjanji akan selalu bersama Yuri. Aku mengusap punggungmu, aku mencoba membuatmu sedikit lebih tenang meski hanya itu yang bisa aku lakukan.
Kamu berbalik menatapku dengan mata sembab, “Kenapa Yuri meninggalkan aku?” kamu menangis, tanganmu mengepal kuat menggenggam sebuah cincin disana. Aku hanya bisa diam, aku tidak tahu harus bagaimana. Kamu memelukku dan menangis sejadi-jadinya, Hari itu pun, hanya aku orang yang tahu tangisanmu.
“Sekarang aku sendirian” ucapmu disela-sela isakan. Lagi, aku diam.
Tidak, Kamu tidak pernah sendirian. Aku selalu disini, hanya kamu yang tidak pernah menyadari keberadaanku.
Sejak Yuri pergi, aku tidak pernah melihatmu tersenyum dengan baik seperti dulu lagi, Andai saja, aku bisa menjadi orang yang bisa membuatmu kembali tersenyum, tapi aku sadar, aku bukan Yuri. Bahkan sejak 2 tahun kepergian Yuri, kamu masih sering datang ke toko bunga milikku, toko bunga yang aku bangun dengan jerih payahku.
Hari ini pun kamu datang dengan wajah datar dan tatapan kosong seperti biasanya, benar-benar berbeda dengan kamu yang aku kenal dulu. Kamu selalu datang memesan bunga yang sama setiap bulan, lily putih. Dan setelah itu kamu pergi membawa bunga itu ke makam Yuri. Melihatmu yang terus suram seperti itu rasanya lebih menyakitkan daripada perasaanku yang tak berbalas.
—
Tidak seperti biasanya, kamu datang ke toko bunga saat aku sudah menutup tokonya. Aku menghampirimu yang berdiri di depan pintu.
“Ada apa? Kenapa datang jam segini? Maaf, kalau kamu menginginkan lily putih, saat ini aku tidak memilikinya” Kamu menatap ke arahku, “Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu” “Apa kamu mau ikut denganku sebentar?” Meski aku tidak begitu mengerti maksudmu, tapi aku tahu saat ini mungkin kamu sedang membutuhkan aku.
Malam itu, sekitar pukul 09.30 malam, kamu membawaku dengan mobilmu menyusuri jalanan kota. Kamu berhenti di suatu tempat yang cukup sepi kemudian keluar dari mobil, lalu aku menyusulmu. Kamu duduk beralaskan rumput sambil menatap kearah langit, Aku duduk di sampingmu, dan kamu masih diam.
“Aku merasa, aku telah menyakiti banyak orang” ucapmu tiba-tiba, Aku memiringkan kepala, mencoba melihat wajahmu lebih jelas. “Aku yang hidup seperti raga tanpa nyawa ini sudah menyakiti orang-orang di sekitarku, ayah, ibu, teman-temanku, bahkan mungkin aku juga telah menyakitimu” “Maaf, aku menjadi orang yang buruk. Saat Yuri pergi, aku merasa duniaku telah berakhir dan mengabaikan orang-orang yang masih mempedulikan aku” “Aku hanya tersadar kalau aku harus berhenti, aku harus tetap hidup dengan baik, setidaknya aku harus membuktikan jika aku masih pantas untuk hidup” “Meskipun rasa bersalah atas kematian Yuri akan tetap ada”
Aku menatapnya lekat, kemudian tersenyum. “Yuri pasti bangga melihat kamu seperti ini” aku mengalihkan pandangan kearah langit sekilas,
Langit malam ini sangat indah, ada banyak kerlipan bintang yang terlihat dengan jelas di atas sana.
Kamu tersenyum, “Apa Yuri bisa melihatku dari sana?” kamu mengarahkan pandangan kearah langit, begitu juga denganku. Aku mengangguk, “Tentu” ucapku “Terimakasih” ucapmu sambil tersenyum, senyum hangat yang sudah lama tak pernah aku lihat, senyum hangat yang selalu aku rindukan. Aku hanya mengangguk menanggapi.
Kemudian kamu memelukku erat, “Aku bersyukur memiliki teman sebaik dirimu” Aku tersenyum pahit dibalik pelukan itu,
Teman, Ya, sejak awal semuanya sudah jelas. Kami hanyalah teman, dan selamanya akan selalu begitu, Meskipun sebenarnya ini menyakitkan.
END
Cerpen Karangan: Sleepy Koala