Satu bulan kemudian! “Eh, Ranggaaa, selamat ya akhirnya kita wisuda bareng”. Sapa Aini sambil memberikan tangan untuk bersalaman kepada Rangga didepan gedung perhelatan wisuda kampus mereka. “Selamat juga Ai”. Rangga membalas sambil melemparkan senyuman dan mengambil tangan Aini untuk bersalaman.
Aini memakai baju kurung kuning keemasan, warna yang sangat padu dengan kulit kuning langsatnya. Pagi itu Aini terlihat lebih cantik dari biasanya. Balutan baju wisuda dan toga khas kampus mereka menambah kesan elegan pada Aini. Rangga terpesona dengan Aini pagi itu, namun dalam hati Ia merintih “setelah ini kita akan berpisah Ai”. “Yok, Foto dulu”, Kata Aini mengajak Rangga berfoto bersama dengan temannya.
Acara wisuda selesai, semua peserta wisuda terlihat bahagia dengan ijazah yang mereka pegang, satu dua diantara mereka terharu atas apa yang mereka peroleh. Ada yang tersenyum dengan mulut terbuka besar ada juga yang hanya tersenyum dengan bibir tipis namun berkesan. Tak terkecuali bagi Rangga dan Aini, mereka terlihat bahagia sekali. Bagi Aini, ini luar biasa karena dia terpilih menjadi salah satu lulusan terbaik serta mendapatkan penghargaan bintang kampus sebagai aktivis berprestasi.
Rangga keluar dari gedung wisuda sambil memegang tangan kedua orangtuanya, Dia membimbing kedua orangtuanya di kerumunan orang banyak. Namun sesekali dia melihat jauh kedepan, kesamping, dan belakang. Dia berharap dapat bertemu kembali dengan Aini setelah upacara wisuda ini, namun dia tak melihat keberadaan Aini. Dia bertanya “Aini, kamu dimana?”.
Diluar gedung, semua keluarga besar Rangga telah menanti didepan pintu dengan berbagai macam kado dan bunga. “Rangga!”, Suara itu tak asing lagi bagi Rangga, dia adalah Jaka, abangnya yang ke lima. Dia melirik ke arah suara tersebut. Rangga terharu, air matanya memenuhi kelopak matanya, satu persatu jatuh ke pipinya, dia menyaksikan keluarga tercintanya berbaris menunggunya, melemparkan senyuman kebahagiaan, ya, hari itu Rangga dan keluarganya bahagia.
Seperti halnya kebanyakan, Rangga dan keluarga tak lupa berfoto bersama, sebagai wujud syukur dan kebagian. Teman-teman seangkatan, adik-adik junior dan patner kuliah berdatangan memberikan ucapan selamat kepada Rangga. Mereka memilih salah satu sudut kampus untuk berfoto, sabagai wujud kebahagiaan mereka. Namun, Rangga tetaplah Rangga. Dia selalu kefikiran tentang Aini, dia bertanya Aini dimana?. Dia ingin Aini hadir bersamanya, berfoto bersamanya, foto yang akan selalu dia simpan sebagai sebuah kenangan, akan dia jadikan wallpaper hp dan laptop, namun Aini tak juga dia lihat.
Tak beberapa lama setelah itu, Aini datang dari salah satu sudut kampus, sambil menggenggam beberapa tangkai bunga plastik. Rangga tersenyum meilhat kedatangan Aini. Lagi-lagi ucapan selamat menjadi menu utama percakapan mereka. Rangga dan Aini berfoto bersama, berkali-kali bukan hanya sekali. Setelah berfoto bersama, tertawa bersama dengan teman-teman yang hadir, Aini minta izin untuk pergi lebih dulu.
“Ngga, aku duluan ya, aku ke tempat keluarga aku dulu”, Aini pamit kepada Rangga dan kepada semua yang ada ditempat itu. Rangga hanya mengangguk, dan membiarkan Aini berlalu darinya.
“Aini, tunggu”, Rangga berlalri kearah Aini yang sudah beranjak ingin pergi. Rangga menatap dalam-dalam mata Aini, air matanya menetes. Dia kalah dengan rasanya sendiri. Tatapan kecewa penuh harap menhiasi kelopok matanya. Dia sepertinya tak kuat lagi menahan apa yang dirasa, dia takut kehilangan, takut ditinggalkan dan tak mau meninggalkan. Tapi apalah daya seorang Rangga, pecinta yang tak pernah berani mengungkapkan rasa cinta.
“Kenapa Ngga?”, Aini menolehkan kepalanya kearah Rangga. “Kamu kenapa Ngga?”, Aini mengulang pertanyaannya. Rangga menyapu air matanya dengan lengan kemeja navy yang dia pakai. “Ai, apakah kamu langsung pulang kampung habis ini?”, Rangga bertanya dengan suara serak. “Belum tahu Ngga, tergantung keluarga aku gimananya”. “Aku mohon Ai, sebelum kamu pulang, aku minta waktumu untuk makan malam sekali lagi ya”. Rangga memohon dengan suara yang sangat berat, sepertinya dia menahan tangis. “Aku nggak tahu Ai, apakah makan malam itu adalah waktu kebersamaan kita yang terakhir, entah kapan kita akan bertemu lagi Ai?”. “Iyaaa, aku maunya juga seperti itu Ngga, berharap masih ada waktu untuk kita bersama, jalan bersama, makan bersama, walaupun status kita bukan lagi mahasiswa”. “Kamu jangan takut ya Ngga, kamu gak boleh lemah, kamu harus kuat, walaupun… tanpa aku, akupun akan mencoba, melewati hari-hari kedepannya tanpa kamu, kamu harus kuat, sebagaimana kamu pernah bercerita kepadaku tentang kuatnya cinta Ahey pada Ashima”. Yaaa, Rangga pernah bercerita tentang legenda cinta Ahey dan Ashima dalam legenda Tiongkok kepada Aini. Legenda cinta Ahey dan Ashima, merupakan legenda cinta suci yang sangat indah, penuh perjuangan dan pengorbanan. Ahey seorang laki-laki pecinta sejati yang menunggu Ahima bertahun-tahun walaupun pada akhirnya Ahey mendapati Ashima telah berubah menjadi patung, namun cintanya tak hilang, bagi Ahey Ashima adalah cinta sejatinya.
“Udah ya Ngga, aku duluan”. Aini melangkah dengan pelan, meninggalkan Rangga yang masih berdiri mematung. “Nanti aku kabari yaaa, kamu jangan gitu, aku nggak suka”. Aini mecubit bahu Rangga untuk menyadarkan Rangga dari ketidak sadarannya. “Iyya Ai, jangan lupa kabari yaaa”. Rangga melepas kepergian Aini, dia terus menatap Aini dari kejahuan, dia tidak mengalihkan pandangannya sampai Aini tak terlihat lagi.
Dua hari kemuadian! Rangga masih berharap Aini memberi kabar tentang rencana makan malam mereka, namun kabar itu tak jua datang. Rangga ingin menghubungi Aini, tapi dia takut mengganggu waktu Aini yang masih bersama keluarganya.
“Udah, dia udah pulang, dari kemaren malahan”, Susi menjawab pertanyaan Rangga dengan jutek. Susi adalah teman sekampung dan satu tempat tinggal dengan Aini, Rangga memang sering bertanya soal Aini kepada Susi. “Kamu serius Si?”, “Iya aku serius, Aini udah pulang kampung, dia kurang sehat, makanya dia langsung pulang, dia nitip pesan sama aku, dia minta maaf gak bisa nepati janjinya sama kamu”.
“Kenapa?, kamu sedih ya, ditinggal Aini, makanya kamu tu tak pernah berani untuk jujur tentang perasaan kamu sama dia, nah sekarang kamu nyesal kan, dia ntah kembali kesini atau nggak”. Perkataan Susi begitu menyakitkan bagi Rangga, tapi Susi benar, dia tak pernah berani dan sekarang dia menyesal.
“Si, nanti kalau kamu dapat kabar tentang Aini, kamu jangan lupa kasih tahu aku yaa”, Rangga membujuk sambil memaksa Susi. “Eh, enak aja, emang aku asisten kamu?”. “Asisten sih nggak, tapi perantara terbaik antara aku dan Aini, hehehehe”. Susi mengerutkan dahinya, namun setuju dengan permintaan Rangga. “Siappp pak bos”, Sambil mengarakan jempolnya kearah Rangga.
Mendengar kabar kalau Aini sudah pulang kampung, berarti harapan untuk bertemu dan makan bersama telah pupus, Rangga tidak kecewa, karena dia tahu Aini kurang enak badan, dia berusaha untuk tidak menyalahkan Aini yang tidak menepati janjinya.
Sore itu, Rangga duduk di taman kampus, melirik ke semua penjuru, memperhatikan satu persatu sudut kampus yang sebentar lagi mungkin juga dia tinggalkan. Rangga menatap area parkiran yang hanya rapi ketika satpam bertindak. Rangga melihat fakultasnya dengan warna merah hati kebanggan dan semua lalu lalang kehidupan kampus. Empat tahun ini dia mengukir sejarah dan kenangannya disini, kenangan yang tak mungkin dia lupakan, kampus ini adalah rumahnya. Berbagai kenangan telah terukir, berbagai lembaran kertas telah menjadi sejarah, kenangan indah, pahit, kesal, marah, bahagia, jenuh, benci, muak, semua ada di kampus ini. Termasuk kenangan tentang Aini. Perempuan yang dia cintai dengan cara yang tak biasa, mencintai dalam diam, mengagumi dalam angan, menyangi dalam doa.
Sambil menikmati suasana sore itu, Rangga memutusakan untuk mengirim pesan singkat kepada Aini. “Assamua’alaikum Aini. Kamu dimana Ai, apa sudah pulang kampung yaa? Ohya, kamu sakit yaa Ai? Kamu sakit apa? Kamu cepat sembuh yaa, kamu mungkin kecapek-an, kurang istirahat. Kamu berobat yaa, minum obatnya, banyak-banyak istirahat dan jangan lupa minum air puith yang banyak. Ohya Ai satu lagi, nanti bila kamu ada waktu kesini lagi, kamu jangan lupa kabari aku yaa, Aku masih disini kok menunggu kamu, ada hal yang belum kita tuntaskan lo Ai, ada janji yang perlu kita lunasi dan ada cerita yang perlu kita selesaikan”.
Pesan Rangga terkirim, dia tak berharap Aini membalasnya, yang penting pesan itu udah sampai kepada Aini.
Rangga berdiri dan menatap sekeliling, dia berjalan menuju motornya. Dia juga akan pergi, namun tidak dengan rasanya kepada Aini. Aini akan selalu hadir dalam doa-doanya.
– Tamat –
Cerpen Karangan: Randa Blog / Facebook: Randa Jaskar/Randa Sibunsu Alamat: Padang Sumatera Barat ig: randajaskar