Aku mengenal Ani sudah lama. Hanya sekedar teman lama yang hanya sekedar kenal tanpa saling bertegur sapa. Cuman, baru baru ini aku mulai mengenalnya lebih jauh. Dan tidak kusangka, tiba-tiba aku menyukainya. Semua itu berawal dari…
“Halo joo, aku Ani, simpan nomorku yaa.” Pesannya pertama nya kepadaku. “Eh iya iya”. Balasku sambil kaget. Dia mulai menanyakan kabar, seperti layaknya teman lama. . . . Lama kita tidak saling berhubungan lagi, sampai pada akhirnya kita bertemu lagi saat kita berdua mengikuti organisasi OSIS. “Loh, Lajo? Ikut OSIS juga ya?”. Tanya dia padaku dengan senyuman. “Iya cuy, lumayan sambil cari pengalaman baru”. “Wihh, keren kerennn”.
Sejak saat itu aku mulai akrab dengan dia. Saat ada kegiatan OSIS, aku dan Ani selalu berdua. Aku mulai menyukainya saat kami diutus mengambil uang sumbangan. “Wih Lajo, ayo sama aku aja ambilnya.” Ajaknya dengan penuh semangat. Aku menjawab ajakannya dengan semangat pula “Hayyyyyyuuukkkk.” Ucapku sambil sedikit berteriak.
Kami berangkat berdua menuju kelas yang ditugaskan. Dalam perjalanan, Aku dan Ani sedikit berbincang dan bercanda. Kulihat matanya, kulihat senyumnya, begitu manis dan indah. Sesampainya di kelas, kita bersuit dulu untuk menentukan siapa yang masuk dan berbicara didepan kelas, “Gunting… Batu… Kertas…” Aku menang, tetapi dia menolak untuk masuk dan berbicara didepan kelas. Aku pun dengan sok langsung menyaut “Ya sudahhhhhhh, aku aja yang masuk duluann, tapi kamu nanti bantu aku ya waktu ambil uang”. Kataku dengan nada halus “Nahh gitu dongg”. Ucapannya dengan muka sedikit mengejek. Setelah mengambil uang, kita kembali ke ruang OSIS untuk menyerahkan uangnya. Setelah itu, kita kembali ke kelas masing masing.
Saat di kelas, aku mulai memikirkannya. Di kelas, aku tidak bisa fokus, memikirkan tentang indahnya senyuman dan matanya yang membuatku menyukainya. Sejak saat itu, Aku dan Ani hampir setiap hari selalu chattingan. Menanyakan tentang tugas, pelajaran, dan bahkan membicarakan hal hal yang tidak berguna. Semakin lama, aku semakin jatuh dengan Ani. Cara dia memperlakukanku, sifatnya, matanya, senyumnya, tawanya, bahkan baunya, semakin membuatku tak bisa melupakannya.
Beberapa bulan berlalu, kita semakin dekat. Tiba-tiba, Ani mengirimkan foto pertamanya kepadaku “*Fotonya bersama teman-temannya sedang membeli makanan untuk berbuka puasa*” “Wih, enak tuhhh” balasku sambil tersenyum dan hati yang berbunga-bunga. “Beli dimana?” Tanyaku lagi dengan maksud untuk tetap chattingan dengan Ani. “Di Badung” jawabannya “Ohh, di Badung, adzan Maghrib nih, bisa makan yey” pesanku lagi. Tanpa kuduga, Ani mengirim pesan suara. Pesan yang sampai saat ini masih kusimpan. “Allahumma lakasumtu wabikaa amantu, waalarizqika aftortu, birohmatika yaa arhamarrohimiin.” Suaranya yang indah membuatku semakin bahagia pada saat itu. Membuat buka puasaku semakin berkesan. “Aminnnnn” jawabku dengan pesan suara juga. Setelah berbuka, aku bersiap siap untuk sholat tarawih. Kebetulan rumah kita saling berdekatan. Sembari menunggu adzan, aku juga menunggu Ani berangkat ke masjid. Aku duduk di tempat duduk dekat jalan masuk perumahanku.
“Eh, itu dia.” Ujarku. “Ni Aniii.” Sapaku kepadanya agar dia menoleh “Eh Lajo”. Sahutnya Kuhampiri dia dengan berlari, dengan maksud menemaninya berjalan ke masjid.
“Sendiri aja Jo? Mana temenmu?” tanya Ani padaku. “Iya nih, aku berangkat awal, nanti temen-temenku nyusul.” “Ohh iya”. Ujarnya “Kamu juga, kok tumben sendiri, mana mamamu?” tanyaku “Mamaku lagi libur, jadi ga bisa sholat bareng deh”. “Oh, oke deh”.
“Eh ngomong-ngomong, gimana puasanya? Lancar apa nggak nih? Atau mungkin udah ada yang bolong?” ucapku sambil ekspresi bercanda. “Ehhh, enak aja, masih penuh ya. Kamu kali yang udah bolong, bolong bolong kaya sarang tawon.” “Heh, sama ya aku juga belum bolong sama sekali”. Ucapku
Saat menuju ke masjid, kita bercanda dan berbincang-bincang cukup lama. Kita juga sempat membeli sedikit camilan dan minuman kesukaannya. Kebetulan di depan perumahanku, banyak pedagang kaki lima yang berjualan aneka camilan dan minuman. Tiba tiba adzan terdengar dari masjid. Kita bergegas menghabiskan camilan dan minuman yang kita beli dan segera menuju masjid.
“Uhuk uhuk uhuk”. Tiba-tiba Ani tersedak makanannya. Tanpa berpikir panjang, aku langsung memberikan minumanku yang rasa vanilla itu. “Minum punyaku.” Kataku “glek glek glek.”
“Bweh, rasa apa ini?” tanya Ani dengan ekspresi lucu “Vanilla” jawabku dengan nyengir. Aku baru ingat kalau Ani tidak suka rasa vanilla. “Pantesan nggak enak”. “Udah gapapa, yang penting kamu udah mendingan”. “Iya deh, makasih ya joo”. Ucapnya kepada dengan muka sedikit mengkerut. “Udah, ayo ke masjid, keburu telat”. Sambil kubuang gelas plastik bekas minuman rasa vanilla yang tidak enak itu. “Iya, sabar dong.”
Kita berdua menuju masjid. Aku dan Ani tertawa mengingat kejadian tersedak dan mengingat ekspresi wajah Ani saat merasakan minuman itu. Berjalan dengan penuh tawa dan kebahagiaan pada malam itu. Diiringi dengan suara adzan dan musik pedagang kaki lima di pinggiran jalan.
Sejak saat itu. Aku lebih jatuh cinta lagi kepada Ani. Entah kenapa setiap hari aku selalu memikirkannya. Padahal setiap hari pula kita saling mengirim pesan. Setiap hari pula kita bertemu saat pergi menuju masjid. Kita semakin dekat sampai teman-teman mengira aku berpacaran dengan Ani. Ani mungkin tahu aku menyukainya, tetapi aku tidak pernah mengatakan itu kepada siapapun. Dan aku juga merasa dia menyukaiku juga. Tetapi aku selalu berpikir bahwa aku hanya GR saja. Mungkin dia menganggap aku hanya teman dekat laki-lakinya saja.
Libur puasa telah selesai. Kita semua naik ke kelas IX. Sialnya, aku menjadi teman sekelasnya. Semakin tidak mungkin buatku untuk tidak memikirkannya. Hari demi hari, perbincangan kita semakin dalam. Dia mulai sering berkeluh kesah tentang harinya kepadaku, aku memberinya semangat dan beberapa dorongan buatnya. Karena aku sadar sekali, dia adalah seorang gadis yang membutuhkan dorongan dan semangat, dan aku harus memberikan apa yang dia butuhkan.
Setiap hari kita semakin dekat, bahkan mungkin sangat dekat. Aku mulai menaruh harapan besar kepadanya. Semakin banyak rahasia dan sesuatu yang kuketahui tentangnya. Bahkan hal buruk pun kuketahui, tetapi aku berusaha menutup mata dari keburukan yang dia miliki. Mungkin ini adalah arti dari Cinta itu buta.
Tiba-tiba, beberapa hari dia menghilang. Tak memberi kabar, tak bertukar pesan, tak berkeluh kesah kepadaku. “Kemana dia? Kenapa tiba-tiba menghilang?” tanyaku kepada diri sendiri. “Mungkin dia sibuk, atau mungkin tidak punya paket internet.” Ucapku untuk menenangkan hatiku.
Hubungan kita semakin merenggang, berminggu-minggu tak pernah bertukar kabar lagi, jarang berbincang dan bercanda seperti dulu lagi. Hingga pada suatu sore, Ani mengirim pesan singkat “Halo Jo.” Aku yang sudah terlanjur asyik dengan diriku sendiri, berusaha tidak menghiraukannya.
Sakit memang, saat mengingat kejadian dan kenangan di masa lalu. Aku sempat larut dalam kesedihan saat mengingat kenangan-kenangan manis itu. Membaca kembali pesan pesan yang dikirimkan Ani kepadaku. Mendengarkan kembali pesan suara yang dia kirimkan kepadaku. Melihat kembali foto-foto lucunya. Tapi aku sadar, mengapa masa mudaku yang indah ini harus diisi dengan air mata dan patah hati yang tidak berguna? Sedangkan masih banyak sekali kebahagiaan dan cita-cita yang harus kucapai untuk masa depanku.
Cerpen Karangan: Wira Nazriel Fawazzaky Blog / Facebook: Wira Nazriel Fawazzaky Seorang siswa SMPN 1 PURI yang menceritakan kisah tentang mencintai seseorang.