Hujan kembali mengguyur kota Bandung di akhir bulan Juni ini, Seorang gadis tengah duduk di dekat jendela rumahnya, ditemani oleh secangkir teh hangat yang tidak terlalu manis. Tatapannya tidak bisa teralih dari hujan. Hujan di bulan ini mengingatkan gadis itu akan seseorang di bulan Juni satu tahun yang berakhir. Seseorang yang sangat dirindukan kehadirannya oleh gadis ini. Sang gadis bernama Anshika Nadya Suara, atauu Anshika.
Anshika menghela napas, Setiap kali hujan turun Anshika merasa setengah dirinya menghilang. Anshika memutar lagu favoritnya di tengah gemuruhnya hujan. “You’re Gonna Live Forever in Me” karya John Mayer. Selaras dengan yang dirasakan Anshika kali ini, bahwa Hayfa Sastra Nareshta, tidak lain seseorang yang sangat dirindukan kehadirannya oleh Anshika akan hidup selamanya dalam diri Anshika.
SATU TAHUN YANG LALU “Anshika, aku mau bicara penting” “Iya apaaa Naresh?” “Gajadi lah, takut kamu sedih” “Kenapa? punya pacar ya?” Gurau Anshika “Bisa dibilang begitu, tapi ga gitu” “Ohh.. terus gimana? Bicara aja gapapa” “Ga bisa gitu lah, aku ga enak sama kamu” “Gapapa santai aja, cerita dong Resh.”
“Eumm ada yang confess sama aku, dia adalah orang yang pernah deket juga sih sama aku. Tapi waktu itu dia lupain aku karena udah ada pasangan, eh gatau sekarang kenapa datang lagi” “Ohh.. gitu, ya gapapa dong. Kamu juga suka sama dia?” “Kamu pasti suka, pasti keinget ya kalau pernah deket” Sambung Anshika dengan tertunduk dan suara yang lirih. “Heyy, belum jadi kok, maaf yaa” Nareshta menggerakkan tangannya untuk membelai rambut Anshika. “Eh gapapa santai, jangan minta maaf ke aku, kenapa ga menjalin hubungan aja sama dia?” Anshika mulai menegakkan kepalanya, dan tersenyum. “Gatau kelakuannya dia sekarang gimana. Takutnya nanti hasilnya sia sia” “Yaa gapapa kan bisa pdkt duluu” “Gamau, gaenak sama kamu. Kamu yang udah lama nemenin aku” “Jangan gaenak sama aku, lagian kalau kamu udah menjalin hubungan dengan seseorang, aku tetep disini kok. Masa mau pergii”
“Kalau kamu memang suka sama dia dan ada niat untuk merangkap kisah dan kasih sama dia, gapapa banget. Kan aku ga pernah ngelarang kamu suka sama orang, itu hak kamu. Kalau cuma karena aku udah lama nemenin kamu, lupain itu, nanti kamu ga bahagia. Satu hal yang harus kamu ingat I’m beside you sampai kapan pun, selamanya. Okey?” Anshika melanjutkan kalimatnya dengan penuh keyakinan. Sebenarnya hatinya sedikit resah, takut kalau Nareshta benar benar menjalin hubungan dengan seseorang dan melupakannya.
“Anshika, bahagia aku sama kamu.” Batin Nareshta
“Eumm, okey. Maaf, makasih Anshika.” Ucap Nareshta dengan senyum yang sedikit miris. “Iyaa gapapa, jangan minta maaf” FLASHBACK END
Netra Anshika mulai menitikkan air mata, bersamaan dengan derasnya hujan. Anshika teringat akan manisnya kisah mereka. Ya, benar. Anshika dan Nareshta hanya seorang teman, tidak lebih dari itu. Pasti kalian mengira mereka sepasang kekasih bukan? Bukan! Mereka hanya teman. Tetapi, bohong juga kalau Anshika tidak memiliki rasa untuk Nareshta, setiap kalimat yang dikeluarkan oleh Nareshta selalu mempunyai kesan tersendiri bagi Anshika. Nareshta memperlakukan Anshika dengan sangat baik, Nareshta tidak pernah marah ataupun kasar kepada Anshika. Nareshta benar benar membuat Anshika merasa bahwa dirinya aman bersama Nareshta.
Tetapi Anshika tidak pernah mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan. Anshika bahkan tidak pernah berani memikirkan untuk kehilangan Nareshta. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya Anshika saat Anshika tidak mendengar kabar Nareshta sejak pengumuman ujian. Topik terakhir mereka sudah berakhir satu tahun yang lalu. Sebenarnya Anshika ikhlas akan perginya Naresh, tetapi semesta seakan akan selalu punya cara untuk mengingatkan Anshika kepada Nareshta.
Hujan tidak kunjung henti, Anshika mengambil buku catatan yang ada diatas meja belajarnya. Membawanya bertempat bersama Anshika di ambang jendela, menorehkan segala sesuatu yang ingin disampaikan Anshika kepada Nareshta.
“Hai Nareshta, sepenggal kalimat ini tidak mungkin kamu baca, its okey. Aku hanya ingin mengeluarkan semua kata yang tak pernah berani aku ucapkan kala itu. Perihal siapa yang menyakiti diantara kita, itu tidak penting. Karena kita hanya dulu yang sempat menjadi kita. Kehadiranmu begitu tepat waktu, terimakasih sudah menjadi matahari dikala gelap yang aku sendiri tidak tau kapan akan berakhir. Jangan menyuruhku untuk melupakan semuanya, karena sebagaimana rasa yang tumbuh tiba-tiba dan tidak bisa dicegah, seperti itu juga rasa akan menghilang. Mungkin kata “cinta” terlalu jauh untuk kita, karena sesingkat itu semesta memberi waktu untuk kita. Sehingga kita sendiri tidak bisa mendefinisikan kita ini seperti apa. Jika kusebut kau sebagai luka, aku keterlaluan. Karena kamu baik dan selamanya akan tetap begitu. Maka dari itu, kusebut kita sebagai kisah yang hampir. Karena kamu adalah analogi paling tepat dari sebuah kata hampir, hampir bahagia, hampir bersama, hampir dimiliki dan hampir berhasil. Tetapi meski sekarang semesta mu tidak bisa menjadi semesta ku, aku mendoakan mu selalu dengan sungguh. Waktu cepat sekali berlalu tanpa kehadiranmu, hingga aku sadar bahwa kita memang tidak akan selamanya bersama, walau aku menginginkan itu. Tapi tidak apa, tetap jaga segalanya yang sudah kamu punya ya, Resh. Terimakasih sudah pernah memberi rasa senang yang di orang lain masih belum kutemukan. Terimakasih sudah menjadi teman dalam sekian halaman, semoga banyak hal baik yang menunggumu di setiap halaman yang tersisa. Selamat melanjutkan perjalananmu, Nareshta. Karena aku juga begitu, selamat tinggal untuk kisah kita. Baik baik sama hidupmu disana ya, dan jangan lupa bahagia. Dan jika memang kehidupan selanjutnya benar benar ada, semoga semesta mempertemukan kita kembali sebagai dua orang yang saling menyayangi dan mengasihi ya, Resh. Tentang ada atau tidaknya biarkan itu menjadi rahasia semesta.”
Hujan berhenti bertepatan dengan goresan pena Anshika yang sudah selesai. Anshika menutup buku catatannya, menyeka air matanya, dan kembali menghela napas yang sedikit berat, memandang ke arah jendela dan dia menyadari akan kehadiran bianglala. Maksud Anshika adalah, pelangi. Anshika tersenyum tipis, dia percaya adanya pelangi setelah hujan adalah janji alam bahwa masa buruk telah berlalu dan masa depan akan baik baik saja.
Hari ini adalah hari terakhir di bulan Juni. Anshika berpikir, dia tidak pernah menghitung hari. Tetapi siapa sangka sudah sejauh ini Anshika tanpa Nareshta.
Sekarang, ikhlas ya Anshika? Semoga cepat pulih untuk hatimu yang terluka, bukan, bukan karena Nareshta yang melukainya. Anshika terluka akan fakta bahwa penantiannya selama ini sia sia, sejuta asa yang Anshika titipkan kepada Nareshta pun mulai menarik langkahnya. Dan untuk Narestha, Sampai bertemu di titik terbaik menurut takdir.
Cerpen Karangan: Allena Nasywasabikah instagram.com/xya.len