Sebenarnya aku lebih suka menjadi pembaca, itulah alasannya mengapa banyak novel di lemari bukuku. Jujur aku lebih suka membaca novel dibanding dengan membaca buku pelajaran sekolah yang sebenernya lebih bermanfaat.
Burung berkicau begitu merdu, ayam berkokok begitu indah, udara dipagi hari begitu sejuk, dingin sekali hingga masuk tanpa permisi ke dalam tulang rusukku, itulah yang kurasa saat membuka jendela di kamarku sama persis seperti apa yang sedang aku lakukan saat ini.
Hari senin, hari yang begitu banyak orang membencinya termasuk aku. Entahlah apa yang membuat aku begitu benci pada hari ini. Ya ku tau ini saatnya untuk aku pergi ke sekolah menjalani kewajiban setiap anak seusiaku. Aku siswi kelas 10 di SMA tunas bangsa, salah satu sekolah favorit yang ada di kotaku. Aku juga tidak terlalu mempedulikan statusku yang jomblo di usia 16 tahun ini karena aku tidak ingin berpacaran.
Hari hari kulewati sama seperti biasanya tanpa ada yang kurubah sedikitpun.
“Sis?” suara Elga, dia ini teman sebangkuku mungkin dia ini salah satu sahabatku karena kami telah saling mengenal sejak sekolah dasar. “Apa?” Jawabku malas, karena aku sedang membaca novelku. Harus kalian tau saat membaca seperti ini apapun akan kuacukan. “Aku lupa mengerjakan tugas matematika, boleh aku lihat punyamu?” Pintanya “Ambil aja tuh bukunya di tas” suruhkuh tanpa sedikitpun melihat ke arah Elga.
Sejenak keadaan kembali seperti semula tak ada suara tapi tiba tiba. “Sis?” Panggil seorang remaja laki laki itu. Aku masih tidak mempedulikannya. “Sis?” Dia mengucapkan kata yang sama. “Hem” kali ini aku menjawab sambil mengangkat kedua alisku, tapi wajahku tidak berpaling dari buku ini. “SISTYAAAA” teriaknya sambil mengambil novelku secara paksa. “Sial baget nih orang bener bener ganggu” dalam hati aku berbicara dan geram sekali dengan anak ini. “Kembalikan buku gua” pintaku padanya, tanganku berusaha mengambilnya mengikuti gerakan tangan Rudy. Oh iya dia ini ketu kelas yang senang sekali membuatku kesal akan ulahnya. “Ambil kalo bisa” ledeknya sambil menjulurkan lidah. “Sini gak?” Aku mulai menaikan nada suaraku. “Kalau tidak?” Tantangnya “Ihh ben..” belum aku melanjutkan perkataanku, ternyata bel sudah berbunyi dari tadi, dan bu sonya sudah berada di dpn pintu. Rudy spontan menaruh novelku di meja karena dia kaget saat guru itu datang. Lalu Rudy langsung berlari ke tempat duduknya, mukanya terlihat kesal karena sepertinya dia belum puas mengerjaiku. “Mampus lo” dengan suara yang hampir tidak mengeluarkan suara. Sambil kujulurkan lidah, menandakan kemenangan padanya. “Awas lo” balasnya dengan nada suara yang sama.
Kini kulihat arloji yang menempel di tangan kiriku ternyata pukul 14.30 saatnya pulang. Seharian di sekolah membuatku bosan selain tugas sekolah yang super numpuk ada juga si kutu kupret Rudy yang super nyebelin yang punya beribu cara untuk mengerjaiku. Jadi untuk menghilangkan beban pikiranku sejenak aku tidak ingin langsung pulang ke rumah, dan kebetulan Elga juga memintaku untuk menemaninya berbelanja. Elga ini begitu anggun penampilannya selalu feminim pokoknya cewek baget deh beda banget dengan aku yang super cuek dengan penampilan kalo aku sih yang penting aku nyaman. Langsung aja setelah bel sekolah berkumandang menandakan tiba saatnya pulang kami langsung mengunjungi mall yang cukup besar di kota kami.
Astaga salah besar aku memilih pergi dengan Elga untuk menghilangkan stress yang ada aku malah makin setres dibuatnya. Dia begitu banyak menenteng beberapa belanjaannya yang cukup banyak. Ya mau tak mau akupun menawarkan bantuan. Aku begitu sangat haus, menelusuri mall ini cukup membuatku dehidrasi tapi sahabatku ini malah tetap asik memilih baju baju dengan begitu semangatnya. Kucoba perlihatkan wajah lelahku padanya, tapi hasilnya nihil dia malah asik dengan baju itu. Baiklah taakan mau aku mengantarnya berbelanja lagi. Gumamku dalam hati.
Setelah bercapek capek ria di mall aku putuskan untuk cepat tidur karena aku benar benar lelah. Badanku terasa lebih enak saat bangun tidur, aku sudah bangun tanpa bermimpi apapun rupanya aku sangat kelelahan sampai tidur seperti orang mati.
Ini sudah beberapa minggu berlalu, tak ada perubahan apapun dalam hidupku, tenang, damai tapi tidak dengan kehadiran Rudy yang menyebalkan. Bel berbunyi saatnya istirahat mungkin kebanyakan berlarian untuk mengatri di kantin tapi tidak dengan aku. Aku punya tempat sendiri saat jam istirahat, aku selalu ke belakang sekolah keadaannya begitu tenang tidak seperti kantin yang ramainya mengalahkan pengunjung pasar. Di sini ada rumah pohon, mungkin hanya sedikit murid saja yang tau. Aku mengetahui tempat ini saat aku kabur, pada saat itu aku lagi MOS aku tidak menyukai acara itu. Aku duduk menggantungkan kaki kebawah, angin terasa sangat menyapa, sejuk sekali rasanya, bisa-bisa aku tertidur.
“Krekk..” terdengar suara di telingaku Aku mulai melihat sekitarku tak ada siapapun selain diriku. Kucoba menenangkan diri. “Krekk.” Suara itu terdengar lagi. Sekarang aku bener bener parno, bulu kudukku berdiri seketika. “Ahhhhhhh…” teriakku ketika berbalik badan ternyata ada sosok aneh juga di dalam rumah pohon ini. “Ahhhh setannnn” teriakku pecah karena takut. Deg deg lalu tak sengaja aku meneteskan air mata karena tak kuat untuk turun ke bawah jadilah aku hanya menutupi mukaku dengan kedua tangan agar tak melihat makhluk itu.
“Hahahahaha….” suara tawa yang begitu pecah Kuberanikan diri membuka mata memastikan asal suara tertawa tadi, dan ternya tadi Rudy yang memakai topeng hantu. “Hahaha…” dia masih saja tertawa puas atas perbuatannya. “Hek.. hek hek” beberapa kali aku hanya bisa cegukan karena habis menangis sejadi jadinya. “Sis, are you oke?” Tanyanya yang sedikit kelihatan khawatir. Seketika muncul ide gila untuk membalas perbuatannya. Tiba tiba aku jatuh tak sadarkan diri di hadapannya. “Sis, sitya?” Berulang kali ia memanggil namaku agar aku terbangun. “Duh sis maafin gua yah, gua gak tau bakal separah ini” rupanya dia merasa bersalah. “Sistya bangun, aku tidak tau kalo kamu punya penyakit jantung” sial ni orang bisa bisanya mengataiku. Liat aja Rudy.
Ternyata Rudy begitu panik dia membawaku ke ruang UKS, walau ku tau tidak mudah untuk dia menurunkanku dari rumah pohon itu. Tapi aku tetap tidak ingin membuka mata karena belum puas mengerjainnya. Aku merasa dia sedikit mempercepat langkahnya setelah sampai di bawah aku mendengar suara murid murid lain yang berbisik menanyakan keadaanku. “Kenapa tuh?” “Dia kenapa?” Sekilas yang kudengar begitu.
Sesampainya di UKS Rudy membaringkanku dengan hati hati, tiba tiba suara sepatu terdengar mendekat ke arahku. “Sistya kamu kenapa?” Ternya itu adalah suara Elga. “Lo apain sistya? Kenapa dia pingsan?” Elga lontarkan pertanyaan kepada Rudy. “Awalnya gua cuma iseng, gua gak tau kalo akhirnya jadi begini” jelas Rudy dengan nada yang melow “Makannya lo kalo becanda gak usah berlebihan” dengan nada yang tinggi “Iya gua yang salah, sis gua minta maaf sama lo gua mohon lo bangun” pintanya “gua janji gak bakal jailin lo lagi tapi gua mohon lo bangun sis, maafin gua sis” suaranya begitu memelas sehingga aku sudah tidak tahan ingin tertawa. Kubuka mata dan “hahahaha…” tawaku begitu pecah. “Sis lo gak papa kan?” Tanya Elga yang kayanya dia kira aku ini kerasukan. “Hahhahaha..” tawaku semakin pecah melihat Rudy yang begitu memelas dan hampir meneteskan air mata itu. “Jadi lo cuma pingsan boongan?” Tanya Rudy memastikan “Iya, hahaha” jawabku “Harusnya kamu tau mana yang harus dibercadain dan tidak” jelasnya lalu pergi meninggalkan kami. “Lo Dy, kenapa kamu yang marah?” Tanyaku padanya yang tidak dijawab
Ini suatu keajaiban, setelah kejadian tersebut Rudy tak pernah menggangguku, bahkan dirinya cukup berubah dalam hal sikap. Mungkin dia kapok karena yang terakhir kubalas kejahilannya dengan begitu kejam. Karena jika diingat-ingat aku cukup sabar menghadapi setiap kejahilan yang Rudy lakukan padaku, Rudy yang selalu mengganggu ketika aku membaca, dia yang memberikan lem di tempat dudukku, dia juga yang membuat baksoku dilumuri susu, bahkan dia bisa merubah teh manisku berasa pedas itu karena ia masukan sambal bakso di minumanku dan keisengan lain yang cukup membuatku geram. Dari setiap kejadian itu aku hanya menyimpan kekesalan yang kulampiaskan dengan memukulinya tapi Rudy hanya tertawa puas atas rencananya. Sebenarnya Rudy ini sudah kukenal lama, kita pernah 3 tahun bersama pada saat SMP, jadi cukup kukenal baik karakternya.
Bel berbunyi begitu keras hingga membuatku terkejut. Karena, sejak pak Toni datang kuhambiskan hanya untuk melamun. “Pulang woy, atau lo mau nginep disini?” Suara Rudy yang entah sejak kapan berada di hadapanku. “Tau, mau pulang gak lo?” Tanya Elga yang tak kalah nyolot dengan Rudy. “Ya pulanglah” jawabku kepada mereka berdua sambil memasukkan perlengkapanku kedalam tas. Lalu pergi berlalu meninggalkan mereka. “Sistya tunggu” teriak Elga sembari mensejajari posisiku. “Wah rese lo sis, gua nunggu malah ditinggalin gini” keluh Rudy yang sekarang sudah sejajar dengan aku dan Elga. Kami melangkah menuju gerbang sekolah, dan pulang ke rumah masing-masing.
Cerpen Karangan: Lilis Ulfah Andriyani Blog / Facebook: Lilis Ulfah