Di sore itu, ku masih terduduk diam menatap langit yang gelap gulita, kurasakan angin yang berhembus merasuki tubuhku tapi aku tak peduli akan hal itu yang jelas aku ingin tau sedang apa dia di sana. Dahulu di sinilah tempat kami bercanda bersama, tempat kami bermain bersama, dan di sinilah kami mengukir cerita.
Andini dia adalah sahabat wanita satu-satunya, dialah yang selalu mendengarkan curhatanku. Tapi entah kenapa rasanya waktu berlalu begitu cepat, tak pernah kusadari mungkin kini dia telah menjadi gadis remaja yang sangat cantik, dan aku hanya bisa melihat fotonya yang masih berumur 10 tahun saat kami bersama dulu.
“Rohman, ayo masuk ini sudah malam!” terdengar suara lembut memanggilku, ya dialah nenekku. Ayah dan ibuku telah tiada, aku tinggal bersama nenek yang kini sudah tua renta, umurnya sudah 60 tahun. Sebenarnya ingin sekali aku pergi ke Jakarta untuk menemui Andini sahabatku tapi aku tidak bisa pergi karena aku harus menjaga nenek.
Dua tahun berlalu… Nenek juga pergi meninggalkan aku, kini aku hidup seorang diri di sebuah gubuk tua. Setelah nenek pergi aku memutuskan untuk pergi ke jakarta untuk menyusul Andini sahabatku, dengan sebuah foto Andini yang berumur 10 tahun aku pergi mencarinya, aku ingin tau bagaimana keadaan dia sekarang. Pagi, siang, sore, hujan, panas, gelap, selalu menemani perjalananku.
“Rohman, kalau nanti aku pergi ke jakarta bersama ayah jangan lupakan persahabatan kita yah!” kata Andini 10 tahun yang lalu. “Tentu aku takan melupakanmu, engkau sahabat terbaikku” jawabku. “Oiyah, nanti kamu nyusul yah” kata Andini. “Aku pasti nyusul kok” kembali jawabku.
Di pinggi jalan aku selalu mengingat percakapan 10 tahun lalu itul. “Aku harus kemana, aku tak tau dimana Andini, aku juga tidak tau di mana alamatnya” berfikir ku dalam hati.
DuUuUuUkkkk… Sebuah mobil menyenggolku hingga aku terjatuh di pinggir jalan, lalu kulihat seorang gadis yang sangat cantik turun dari mobilnya sambil menghampiri aku yang tergeletak di pinggir jalan. Saat dia mendekatiku aku merasa bahwa dia tidak asing bagiku, serasa aku pernah bertemu dengannya. “Maaf ya, kamu gak papa kan?” kata gadis itu padaku. Aku terdiam sambil berkata dalam hatiku “Apa dia Andini?, tapi bagaimana mungkin dia tidak mengenali aku”. “Maaf apa anda terluka?, kalau gitu kita ke rumah sakit yah!” kata gadis itu. “Ohiya, maaf aku tadi melamun, aku tidak apa-apa kok” jawabku. “itu foto milikmu” kata gadis itu sambil mengambil foto yang tergeletak di dekatku. “Hmmm… siapa gadis di foto ini? apa dia adikmu?” tanya gadis itu padaku sambil menatap foto itu. “Dia bukan adiku kok, yang laki-laki itu adalah aku, sementara anak perempuan itu sahabatku” jawabku. “Oh, oiyah kamu tinggal dimana? dan mau kemana?” tanya gadis itu. “Aku tinggal di kampung yang sangat jauh dari sini. Aku sengaja datang ke kota ini, untuk memenuhi janjiku pada sahabatku itu, dahulu aku pernah berjanji padanya kalau aku akan menyusulnya nanti ke jakarta” jawabku. “Kalau aku boleh tau siapa nama sahabatmu itu?” tanya gadis itu. “Namanya Putri Andini, dia pindah ke jakarta untuk mengikuti orangtuanya, sudah 10 tahun kami berpisah, aku merindukannya, dan aku belum sempat mengatakan perasaanku padanya, kalau aku mencintainya, mungkin sekarang dia sudah jadi gadis yang sangat cantik, dan mungkin dia sudah punya anak-anak” jawabku sambil tersenyum menatap foto itu.
Entah kenapa, tiba-tiba gadis itu meneteskan air matanya membasahi pipinya, kemudian dia mengatakan “Gadis yang ada pada foto itu adalah kakakku yang sudah meninggal 7 tahun yang lalu, dia terkena kanker dan dia pergi ke jakarta bukan untuk mengikuti orangtuanya, melainkan untuk berobat, tapi tuhan berkata lain dia hanya mampu bertahan 7 tahun saja, mungkin sekarang usiamu sudah 23 tahun. Oiyah kakakku sangat yakin kau akan datang ke jakarta dan dia menulis surat ini untukmu” kata gadia itu sambil memberikan kertas itu.
“Hai, Rohman aku yakin kau pasti datang menemui ku ke jakarta, tapi maaf aku tak bisa menemuimu. Aku sangat bahagia sekali bisa bersahabat denganmu. Oiyah kamu jangan nangis yah! masa cowok nangis sih, sekali lagih maaf yah aku gak bisa temuin kamu. ANDINI”.
Air mataku tak terasa menetes membasahi pipiku, ternyata dia telah berbohong padaku, kenapa dia menyembunyikan ini semua dariku. Aku menangis sepanjang jalan, dan aku melihat ke atas langit di kala malam datang sambil mengatakan dalam hatiku “Sahabatku Cinta Pertamaku”
Cerpen Karangan: Basan Nurjaya Blog / Facebook: Basan Nurjaya