“Istrimu terkena penyakit kutukan Dewi Ular, Soca” “Apa guru? Lalu apa yang harus aku lakukan supaya istriku sembuh?” “Ada obatnya Soca, istrimu harus meminum air mata Nyi Ular Gunung Lawu” “Dimana dia tinggal, guru?” “Dia tinggal di sebuah gua di bawah Gunung Lawu. Kau jangan takut atau ragu karena dia akan sangat baik padamu untuk itu, kau jangan menyakitinya” “Baik guru. Aku akan pergi sekarang. Aku titip istri dan anakku”
Asih, aku pergi dulu mencarikanmu obat. Doakan akang bisa mendapatkan air mata Dewi Ular. Kakang masih ingin hidup bersamamu, dan menjadi bapak dari anak-anakmu. Aku berjalan menuju Goa Nyi Ular, kususuri jalan terjal, sungai, hutan bahkan terakhir aku harus menaiki gunung. Aku tahu perjalanan panjang itu mesti melelahkan badanku tapi hatiku akan lebih rapuh jika melihat istriku sakit keras. Asih jangan tinggalkan kakang. Kakang sayang kamu, Sih.
Sudah dua hari aku berjalan mencari goa Nyi Ular tapi belum juga ketemu atau setidaknya ada tanda-tanda keberadaan seekor ular. Kemudian tiba-tiba aku mencium bau amis yang membuatku muntah-muntah. “Bau apa ini? Oh.. tidak perutku sakit sekali. Perutku sakit, mataku buram, entah mengapa semua yang ada di depanku berubah menjadi hijau, gelap dan…
“Bangunlah! Bangunlah Ka.. Tuan Pendekar” Suara lembut itu membangunkanku tapi kepalaku masih pusing dan perutku masih dihinggapi rasa mual. Kulihat sekitarku, semuanya sudah seperti biasa tapi kenapa aku berada di atas batu dan semuanya batu dari atas sampai bawah, ini adalah gua. Aku langsung bersemangat, namun tiba-tiba..
“Siapa kau?” “Aku adalah Nyi Ular, aku menemukanmu pingsan di depan guaku. Kau pasti tidak tahan dengan bau amisku ya? Tenanglah aku tdak akan berbuat jahat padamu. Kalau boleh tahu apa yang membawa ke sini?” “Oh.. Nyi Ular, aku senang sekali bisa bertemu denganmu. Istriku sedang sakit dan dia membutuhkan air matamu” “Baik, aku akan memberikan air mataku padamu tapi kau harus menjawab beberapa pertanyaanku terlebih dulu” “Tanyalah Nyi, aku akan menjawabnya” “Apakah kau mencintai istrimu?” “Tentu Nyi karena dia adalah wanita yang baik” “Em.. apakah pernah ada wanita lain yang hadir di hidupmu?” “Pernah Nyi, namanya Dewi Manggi. Aku sempat mempersuntingnya selama 1 bulan namun kemudian kami berpisah?” “Kenapa? Apakah dia wanita yang buruk?” “lebih dari itu Nyi. Dia adalah wanita hina. Kau tahu, dia adalah mantan pendekar ilmu hitam yang suka bergonta-ganti pasangan untuk menambah kesaktiannya. Bahkan molimo sudah dikerjakan semuanya dengan bangga. Hiih.. jijik aku setiap kali mengingatnya” “Jika suatu hari kau bertemu dengan Dewi Manggi apa yang akan kau lakukan?” “Aku tidak melakukan apa-apa Nyi, mungkin aku akan menyapanya saja. Apakah sudah cukup pertanyaanmu Nyi? Aku sangat mengkhawatirkan istriku” “Iya sudah cukup. Kemarilah, cabutlah tusuk kondeku, dengan begitu aku akan menangis dan kau bisa memberikannya pada istrimu”
Jrusss .. “Auuu.. sakit sekali! Hu..hu..huu” Aku cepat-cepat mengeluarkan wadah air minum yang kubawa dari rumah, kuletakkan tepat di bawah mata Nyi Ular. Nyi Ular menangis tersedu-sedu hingga aku bisa memperoleh air mata cukup banyak. “Sudah cukup Nyi. Wadahku sudah penuh dengan air matamu” “Iya. Tuan pendekar berjanjilah padaku, tepat tiga hari setelah istrimu sembuh kau harus kembali ke sini untuk mengembalikan tusuk kondeku” “Iya Nyi, aku berjanji”
Setelah perjalanan selama 6 hari, akupun sampai di rumah. Sesampai di rumah, kuberikan air mata itu pada istriku dan benar apa kata guru, istriku sembuh total.
“Asih, bagaimana keadaanmu? Kakang lihat kau semakin segar saja?” “Asih sudah sehat Kang. Terima kasih Kang, berkat Kakang Asih jadi sehat lagi. Oh iya Kang, Nyi Ular itu kok baik sekali pada Kakang?” “Apa maksudmu?” “Kang, biasanya seekor ular akan memangsa manusia lha kalau ular ini malah sebaliknya” “Entahlah Asih Kakang juga tidak tahu. Oh iya Kakang jadi ingat sesuatu” “Ingat apa Kang?” “Nyi Ular meminta Kakang mengembalikan tusuk kondenya 2 hari setelah kau sembuh” “Kang, bagaimana nanti kalau Nyi Ular akan memangsamu?” “Itu tidak akan terjadi, istriku. Percayakan semuanya pada Allah. Kakang pergi dulu” ucapku sambil mencium kening Asih “Hati-hati Kang” ucap Asih berlinang air mata
Aku berjalan selama 3 hari untuk menemui Nyi Ular. Rencanaku, aku akan berterima kasih padanya tapi jika ia macam-macam, aku tidak akan segan-segan untuk membunuhnya, karena itu aku telah membawa persenjataan yang lengkap dari rumah.
Setelah berjalan selama 3 hari, akupun sampai di gua Nyi Ular, tapi aku mengalami sebuah keanehan. Di dalam gua aku tidak menemukan Nyi Ular melainkan hanya kulitnya saja. Kupanggil-panggil dia tapi tidak ada jawaban. Namun tiba-tiba dari belakangku … “Kang Soca cari siapa?” Aku kenal betul suara itu dan akupun membalikkan badan untuk memastikan pemilik suara itu dan ternyata dugaanku benar.
“Manggi? Aku sedang mencari Nyi Ular. Kau sedang apa di sini?” “Ular itu ada di depan Kakang” “Apa? Jadi, kau adalah Nyi Ular?” “Iya Kang. Manggi telah dikutuk oleh guru Manggi karena Manggi telah melepas semua ilmu hitam Manggi dan Manggi juga telah membuat seseorang sangat membenci Manggi dengan kelakuan menjijikkan Manggi” “Sejak kapan kau jadi Nyi Ular” “Sejak bercerai dengan Kakang. Manggi sudah tahu akan kutukan ini Kang, mangkanya Manggi memilih gua ini sebagai tempat tinggal Manggi. Oh iya Kakang ke sini pasti ingin mengembalikan tusuk konde Manggi kan? Mana tusuk kondenya Kang?” “Ini Manggi terimalah. Manggi, maafkan aku. Perkataanku kemarin pasti telah menyinggung perasaanmu” “Sudahlah Kang, apa yang Kakang katakan itu benar, kelakuan Manggi dulu memang sangat menjijikkan. Jadi wajar, kalau Kakang tidak mau jadi suami Manggi”
“Manggi kau sudah berbuat baik padaku. Katakan, apa yang bisa Kakang lakukan untuk membalas kebaikanmu?” “Kakang harus hidup bersamaku” “Apa?!” “Ha.. ha.. ha.. tentu tidak Kang. Kalau Kakang hidup bersama Manggi, lalu bagaimana dengan istri Kakang?” “Kau ini membuat jantungku copot”
“Pulanglah Kang, hiduplah bahagia bersama istri dan anakmu. Manggi tidak ingin apa-apa dari Kakang” “Manggi, bagaimana caranya membebaskanmu dari kutukan itu?” “Manggi tidak tahu Kang, yang tahu hanya guru Manggi tapi dia sudah dibunuh oleh Ki Sapu Angin. Sudahlah Kang, mungkin ini sudah menjadi takdir Manggi” Kulihat raut mukanya lain dari yang biasanya, sepertinya Manggi sangat bahagia bisa bertemu denganku tapi ada sesuatu yang disembunyikannya dariku, entah apa itu.
“Manggi, aku pulang dulu. Jaga dirimu baik-baik” “Iya Kang. Kakang juga hati-hati ya. Oh iya, nanti kalau Kakang sampai di rumah jangan katakan pada istri kakang kalau Nyi Ular itu sebenarnya adalah Manggi” “Kenapa?” “Manggi hanya tidak ingin rumah tangga Kakang memanas oleh Api cemburu” “Asih tidak akan mungkin cemburu padamu Manggi” “Jangan begitu Kang, bagaimanapun juga Manggi adalah masa lalu Kakang. Manggi hanya tidak ingin Kakang dan Asih bertengkar saja” “Baiklah Manggi Kakang tidak akan mengatakannya” “Terimakasih Kang” “Sama-sama. Aku pulang dulu” “Iya Kang”
Manggi melambaikan tangannya padaku. Sepanjang perjalanan pulang hatiku bertanya-tanya mengapa Manggi sangat baik padaku? Apa mungkin dia sudah sadar akan dosa yang pernah dibuatnya? Ah.. lebih baik aku ceritakan saja pada guru.
“Assalamu ‘alaikum” “Wa’alaikum salam. Soca?” “Kau sudah bertemu dengan Nyi Ular?” “Sudah guru dan Nyi Ular ternyata adalah Manggi” “Iya aku sudah tahu mangkanya sebelum kau berangkat aku berpesan padamu agar kau tidak menyakitinya” “Aku sudah menyinggung perasaannya guru, saat dia dalam wujud seekor ular aku mengatakan kalau aku pernah mempersunting pendekar ilmu hitam yang menjijikkan karena kelakuaannya seperti binatang. Tapi kenapa dia tidak marah?”
“Soca, sebenarnya Dewi Manggi diam-diam telah jatuh hati padamu hanya dia tahu kalau cintanya bertepuk sebelah tangan. Mangkanya ia selalu baik padamu dan wujudnya akan kembali menjadi manusia jika kau membalas cintanya tepat saat kau mengembalikan tusuk kondenya” “Apa? Kenapa Manggi tak mengatakannya padaku?” “Ia tidak ingin mengganggu rumah tanggamu, Soca. Dulu, saat akan bercerai darimu sempat Jaka mengutarakan isi hatinya pada Dewi Manggi namun Dewi Manggi menolak karena ia takut mengecewakanmu”
“Manggi.. maafkan aku. Lalu, bagaimana nasibnya dia sekarang guru?” “Semuanya sudah terlambat Soca, tepat saat kakimu menginjak halaman rumahmu tubuh Dewi Manggi meledak, ia telah hancur berkeping-keping dan kemudian melebur” “Manggi.. maafkan Kakang. Andai saja Kakang mau membuka sedikit pintu hati Kakang untukmu mungkin ini tidak akan terjadi padamu” “Sudahlah Soca, itu sudah suratan takdir Dewi Manggi, yang penting sekarang kau harus membina rumah tanggamu dengan baik” “Baik guru”
Cerpen Karangan: Hamida Rustiana Sofiati Facebook: facebook.com/zakia.arlho