Sebulan berlalu Setelah kejadian Siti pingsan dan kami sudah sangat dekat sekali, namun yang seperti kalian tahu aku hanya pengagum rahasianya, meski sering kali di depan umum aku selalu berlebihan perhatian padanya tapi semua orang tau bahwa aku dekat dengannya kini sebagai seorang adik tak lebih. Itu pandangan orang-orang pada kami.
“Pak Sandy, saya izin pulang ya ada urusan mendadak. tolong sampaikan pada Bu Sinta saya harus pergi sekarang.” Ucap Siti tiba-tiba saat aku duduk di meja kerja dan dia berlalu begitu saja. “Ada apa..?” tanyaku. Tapi dia Siti sudah berlalu pergi dengan kecemasan yang sangat.
10 menit berlalu akhirnya Santi datang dan duduk di meja kerjanya. “Siti kenapa pergi begitu saja Bu..?” Tanyaku pada Santi “Barusan dia telepon saya di jalan katanya suaminya melayangkan surat cerai padanya makanya dia buru-buru pulang.” jawab Sinta. “Astagaaa… kasian sekali Siti.” “Bukannya kamu senang Pa Sandy?… hehehe” Santi menggodaku lagi… “Apaan Bu Santi ini ah… masalah serius gini kok dijadiin candaan…” jawabku kesal. “Iya Pa… maaf namanya juga kabar baik… Kan memang sebaiknya hubungan mereka diakhiri seperti ini daripada ga sehat terus kayak gitu…” Bela Santi. Sebenarnya aku senang mendengar kabar ini, jadi besar peluang untuk bisa lebih dekat dengan Siti.
Hari-hari berikutnya kami jalani seperti biasa tanpa ada hal-hal istimewa, kabar perceraian Siti pun tak membesar karena Siti pun tak banyak bicara soal itu meski sering kudengar bahwa Siti selalu menangis saat jam pulang kerja di shift 2 setelah selesai closing toilet. Aku pun tak berani bertanya yang macam-macam takut menyinggung perasaan Siti.
Sebulan setelahnya karena keadaan yang biasa saja Akhirnya aku pun memberanikan kepada Siti perihal perceraian dengan suaminya. “Kabar kamu gimana Ti… ?” “Baik- baik saja Pa.” Jawabnya. tak berani memanggil nama karena kami sedang berada di kantor. “Kabar per… kamu gimana?” “Per.. apa? Yang jelas dong kalo nanya..!” Siti sewot “Ya itu perceraian kamu sama suami..” “Oohh, ga gimana-gimana Pa, ya sedang proses aja. baru mau sidang Pa..” jawab Siti pelan. “Beneran kamu baik-baik aja..?” tanyaku lagi “Iya Pa, ga apa-apa, lagian Siti sekarang udah pasrah sama keadaan, toh suami Siti juga lebih memilih istri barunya ketimbang Siti.” Siti cemberut dengan wajah sedihnya.. “Oooo… Kok ada ya laki-laki bego kayak gituuu…” Ucapku “Maksud Pa Sandy apa..? “ “Iya kok ada gitu laki-laki yang menyia-nyiakan wanita secantik dan seimut kamu..!” jelasku “Istri barunya lebih cantik kali Pa… lagian Siti belum bisa kasih dia anak…” “Kan enak belum punya anak… kaya pacaran terus jadinya.” gurauku “Iya kalo dia mikirnya kaya gitu, tapi kan enggak..” Siti mulai biasa aja dengan percakapan ini, tak terlihat kesedihan. mungkin dia sudah biasa kali yaa.
“Hmm kalo Siti jadi janda, bakal ada yang mau lagi nggak ya sama Siti…??” Siti pasang muka murung. “Tenang aja, kamu masih cantik, masih muda, pasti banyak yang antri..” hiburku “Santi trauma sama cowok Pa, Kecuali cowoknya itu…” ungkapnya setengah-setengah. “Kecuali apa…?” Tanyaku.. “Nggak deh…” Siti berlalu pergi begitu saja meninggalkan aku yang penasaran.
Aduuuhhh pernyataannya sebulan yang lalu itu sangat membuatku penasaran, tapi aku tak berani lagi menanyakan hal itu takut membuatnya sedih. yang kulihat sekarang Siti lebih kuat, tak lagi kudengar dia menangis sendiri lagi, hari-harinya pun lebih ceria. Dia sekarang tinggal ngekos karena memutuskan untuk hidup sendiri dulu selepas cerai dengan suaminya. Sudah resmi bercerai hanya tinggal menunggu sertifikat janda, uwalaahhh ada sertifikatnya juga toh.
Kami semakin dekat saja dan sudah tak malu-malu lagi membicarakan masalah pribadi. Kami lebih seperti orang pacaran, meski tak pernah ada ungkapan langsung dari aku ataupun Siti. Orang-orang pun sangat mendukung bila kami menjalani hubungan tapi Siti tak pernah memberikan isyarat yang jelas untukku menyatakan perasaan. mungkin dia lebih nyaman seperti ini, karena traumanya dengan hubungan sebelumnya.
“Dy…” Sapa Siti saat mendekatiku di depan mall. “Iya Ti…” “Yuk jalan…” ajaknya pergi karena kita sudah janjian mau pergi makan bareng selepas pulang kerja. “Ayo… siapa takut..” “Takut kenapa emang…??” “Takut diomongin orang…” “Bisa aja Kamu Dy…”
Kami pun pergi dengan motor kesayanganku. Ditengah perjalanan aku membuka pembicaraan. “Kamu nggak kesepian sekarang Ti..?” “Nggak … kan ada kamu sama temen-temen…” Jawabnya singkat. “Iyaa… tapi kan selama 5 tahun kamu bersuami tak pernah tidur sendiri.. apa ga ngerasa seperti kehilangan sesuatu gitu..?” “Iya sih kadang-kadang…” “kok kadang-kadang…?” “iya, habisnya aku lebih sering tidur sendirinya daripada tidur sama suami…” “Oooh separah itu ya…? hubungan dengan suamimu..?” tanyaku “Udah ahhh.. jadi ngomongin ituu, aku ga mau lagi membahas masa lalu yang perih itu..” Jawab Siti kesal “iya.. udah… iya… Sekarang kita kemana tuan putri…?” gurauku. “Apaan sih kamu… genit deh…” Siti tersipu malu. aku bisa melihat dari spion motorku yang sengaja kuarahkan padanya gara bisa melihat wajahnya sesekali meski hanya sedikit kelihatannya.
Aku pun mulai memberanikan diri untuk jujur padanya tentang perasaan ini. meski waktunya ga tepat, di atas motor gitu… “Siti kamu bawa headset ga??” teriakku karena sedikit kurang jelas suara di atas motor. pembicaraan kami tadi pun untung bisa nyambung, tapi sekarang aku ingin jelas bicara serius sama Siti. “apa..?” “Headset… Headset…” jelasku. “ada…” “pake ya headsetnya…!” “kenapaa..?” “Udah pake aja…” “iya, kenapa sih..?”
Kuhentikan sejenak motorku dan kami pun memakai headset masing-masing. lalu kulanjutkan perjalanan. Tuuuut, tuuut, tuuut… “Iya knapa Dy kok nelepon.?” tanya Siti keheranan… “Pengen jelas aja ngomongnya biar enak…” jelasku “Oooo kirain kenapa… ga jelas ya suaraku tadi..” Siti bicara datar.
“Siti…” sapaku lembut “iya kenapa..?” jawabnya lembut pula. “Mmmm kamu keberatan ga kalo mulai saat ini aku yang bakalan jagain kamu terus, akan selalu ada buat kamu, bakalan ngisengin kamu, pokoknya jadi bayangan kamu yang ngikut kamu terus..?” “Kamu kan kaya gitu sekarang sama aku…” kata Siti “Iya… maksudnya aku pengen punya hubungan yang serius sama kamu…” “Serius gimana???” Siti masih pura-pura nggak ngerti “Iiihhh Kamu mah.., kita udah sama-sama dewasa kan. Kamu mau ga jadi Istri aku…” Tanyaku “Kamu lagi bercanda kan Dy..?? Kok tiba-tiba gini..??” “Aku serius Sitiii, sejak lama kamu selalu jadi pengganggu tidurku. Bayanganmu selalu saja hadir kalo kamu ga ada di dekatku. Lama kupendam perasaan ini. Aku mau sekarang kamu benar-benar ada di sisi aku, bukan hanya bayanganmu saja.”
“Kamu cinta sama aku Dy…? Sejak kapan..?” “Sejak aku melihat kamu menangis di pundak Wati… Malam setelah aku mengantarmu pulang sampai depan gang, malam dimana tuhan memperlihatkan seorang Siti yang rupawan dibawah sinar lampu neon di depan gang. Saat itu aku terpesona melihat wajah sederhana yang cantik dengan mata sembab.” “Rasanya saat itu aku ingin pundakku lah yang menjadi tempat bersandarmu.” lanjutku menjelaskan “Selama itu kamu cinta sama aku Dy…? Hampir 6 bulan ini kamu memendam perasaan padaku dan sanggup bertahan..? Demi aku..?” Siti bertanya. “Iya, aku sadar kamu istri orang. makanya aku pendam sebisa mungkin.. walau mungkin kadang terlihat jelas aku berlebihan perhatian sama kamu Siti. 6 Bulan sangat singkat, tak berarti apa-apa. lebih lama pun aku sanggup menunggumu asal kesempatan seperti ini datang. Dan Tuhan akhirnya mendatangkan kesempatan ini buatku.” Siti terdiam.
“Kamu bersedia menikah denganku..??” Kusodorkan kotak cincin berwarna biru muda selaras dengan warna sapu tangan yang Siti berikan untuk menyeka keringatku. kini giliran aku menghapus air mata Siti. “Aku sayang kamu Sandy…” tangis bahagia Siti terdengar di headsetku.
Akhirnya kami sampai di tempat resto tempat kami akan makan dan disana sudah menunggu teman-teman kami semua termasuk Pa Bambang, Bu Santi dan FO yang lain serta Cleaner yang dekat dengan kami. Aku sudah merencanakan ini jauh-jauh hari, dan ingin pernyataan cintaku ini disaksikan teman-teman kami.
Turun dari motor aku berlutut untuk meminta persetujuan Siti menikah denganku “Siti… Maukah kau menerimaku menjadi imammu?” lamarku pada Siti. “Terima… terima… terima…” teriakan pendukungku… jelas semua yang ada di situ… “Aku mau… Tentu aku mau… Aku sayang kamu…!” Terima Siti atas lamaranku… “Yeaayyy…” teriakan semua orang yang hadir saat itu..
Tamat
Cerpen Karangan: Jaka L Hakim