Aku dan dia begitu dekat. Melewati ribuan tenggelamnya matahari. Menjejaki ratusan ruang dan waktu. Dan entah sudah berapa puluh tetes air matanya yang telah tumpah di pundakku. Aku tetap di sini. Memandang kedua matanya.
“Aku akan pergi…” Ku terdiam seketika. Lidahku terasa seperti tertusuk paku. Selidik mataku meyakinkan bahwa ucapannya itu benar dan membuat hatiku luruh.
Tapi dia tetap di situ, memandangku dengan tatapan tajam. Lalu terdiam dengan jeda-jeda yang aku tak bisa artikan. Hanya jalinan kalimat pendek yang keluar dari mulutku, “Bukankah kita akan selalu bersama, kan? Untuk waktu yang lama, untuk selamanya. Kamu lihat jemari-jemariku ini? Ruang di antaranya hanya akan ada untuk menggegangmu, kamu lihat pundakku ini? Tempatnya hanya akan ada untuk menjadi tempat sandaranmu, entah disaat gundah ataupun saat dirimu bahagia. Bukankah itu yang kamu mau?”
Dia hanya mengangguk pelan. Tetap terdiam. Dalam lirik dia bertanya. “Bolekah aku meminta satu hal ke kamu?” “Apa itu? Bilang saja, aku tak akan pernah mengecewakanmu.” “Ambil ini. Di tanganku ada dua lembar kertas kosong. Aku ingin kamu.. dan aku.. menuliskan janji kita. Tapi berjanjilah, apa yang tertulis di dalamnya hanya akan kita baca di hari saat kita bertemu lagi” Matanya menatapku dengan penuh kesungguhan. Aku memandangnya dengan tatapan keraguan.
“Maksud kamu apa?” “Tulis saja. Aku ingin kamu menulisnya”
Lalu, dia, dalam sunyi mulai menulis
Aku tak mampu berjanji bahwa aku tak akan jatuh cinta padamu karena… Aku telah jatuh cinta padamu. Aku tak mampu berjanji aku akan melupakanmu karena… Aku ingin selalu bersamamu selamanya, di setiap detik dari selamanya. Aku tak mampu berjanji akan hidup bersama orang lain karena… Aku hanya ingin berdampingan denganmu seorang. Tak lain.
Aku menatap lagi kedua matanya, menarik nafas tipis, dan aku pun mulai menulis:
Aku berjanji untuk tak akan pernah jatuh cinta padamu. Aku berjanji aku akan melupakanmu.. Dan aku berjanji, aku akan hidup dengan seseorang selain kamu..
5 Tahun Kemudian. Hari ini, hari pernikahannya. Semua orang menantinya, tapi wanita cantik itu hanya bersembunyi dalam hening, membaca satu demi satu goresan kalimat yang dulu aku tulis di masa lalu. Lalu, dalam senyap, dia menangis pelan membacanya.
Entah apa yang dirasakannya, wanita itu akhirnya yakin untuk menuju ruang ijab kabul. Menghampiri calon pasangan hidupnya, menggenggam erat jemarinya. Dan air mata mengalir halus di pipinya.
Wanita itu, pada akhirnya akan bersama dengan orang yang dia cintai. Orang yang dari dulu dia cintai. Yaitu aku.
“Kamu tidak apa-apa, sayang?”, tanyaku. “Aku baru saja membaca surat yang dulu kamu tulis..” “Jadi…?”, aku mulai bertanya ragu. Dia lalu tersenyum dan membisik kepadaku, “Aku juga sangat mencintaimu”
Tepat, di bawah surat yang dulu pernah kutulis, tertulis sebaris pesan: “Semua janji yang kutulis di atas adalah semua janji yang akan aku langgar. Sungguh, aku sangat mencintaimu.”
Cerpen Karangan: Joy Facebook: facebook.com/jhoey99/