Sebelumnya Dira percaya dengan yang namanya takdir, dia percaya manusia bisa jatuh cinta karena ditakdirkan bersama. Takdir itu sudah ada alur ceritanya, dan happy endingnya. Hingga akhirnya, seorang manusia sudah membuat sebuah takdir terdengar mustahil di hidupnya. Manusia itu dan Dira bertemu di sebuah acara resmi yang diadakan pemerintah kota. Dira menjadi pembawa acara sore itu, setelah selesai dengan beberapa pidato dari para petinggi kota, Dira yang lapar berniat menghampiri temannya, Hana yang ada di meja makan.
Sebelum sampai menghampiri Hana, tubuh Dira bertubrukan dengan seorang lelaki. Tanpa melihat paras lelaki itu, Dira sibuk meminta maaf dan meraih handphone milik lelaki itu yang tergeletak di lantai, dengan layar yang terlihat retak. Lelaki itu meminta maaf kembali karena tak memperhatikan jalan dengan baik.
Ketika kedua iris mata manusia itupun bertemu. Dira menghitung 3 detik untuk menyadari ia jatuh cinta pada lelaki yang tengah tersenyum melihatnya. Masih menatap dengan kagum, lelaki itu memecah pandangan Dira.
“Ibu? Sekali lagi saya minta maaf..” kata lelaki itu. Dira mengerjapkan matanya untuk mengembalikan fokusnya. “Oh, ya.. tak apa.. saya yang harusnya minta maaf, ya.” kata Dira. “Terimakasih, kalau gitu saya permisi..” kata lelaki itu.
Dira yang tak ingin lelaki itu pergi dari pandangannya, segera menoleh dan menarik lengannya, membuat lelaki itu melihatnya kembali.
“Handphone bapak bagaimana? Saya harus bertanggung jawab memperbaikinya.” Kata Dira. “Tidak usah. Terimakasih..” “Tapi, saya nanti kepikiran terus pak, saya berikan ganti ruginya..” “Tidak perlu, bu.. Saya akan perbaiki sendiri..” “Tapi..” “Ya sudah, kalau Ibu bersedia memperbaiki..” kata lelaki itu, sambil mengambil dompet dari kantong celananya, lalu mengeluarkan selembar kartu namanya. “Hubungi kemari, saya permisi..” Tanpa bisa membalas kata terakhir, Dira hanya mengangguk menerima kartu nama itu, lalu melihat lelaki bertubuh tinggi itu pergi.
“Namanya Gillan.” gumam Dira setelah membaca satu kata pada kartu nama yang di pegangnya, “Namaku Dira, kenalan aja nggak sempat.” gumamnya lagi.
Dira kembali ke tujuan awalnya ingin menghampiri Hana, kedua gadis itu menikmati makanan dengan santai, sementara Dira masih memikirkan Gillan.
Kesesokan harinya, Dira tak bisa berkonsentrasi dengan skripnya, yang akan dia bawakan dua jam lagi di ruang siaran radio. Berkali-kali ia meragu untuk menelepon nomer Gillan. Ia hanya mau bertemu lelaki itu kembali, dan sekedar berkenalan. Nyatanya, Dira tak bisa melaksanakan keinginannya itu, iapun menundanya.
Selesai siaran, Dira memutuskan untuk mencari makan siang di luar kantin kantor, seorang diri. Siapa sangka ia akan bertemu dengan lelaki yang ia ingin hubungi sejak tadi malam. Dira dan Gillan berpapasan di ATM tak jauh dari kantor Dira.
“Pak Gillan?” tegur Dira menyadari Gillan ada di dalam ATM bersamanya. “Iya? Siapa?” tanya Gillan, awalnya binggung, kemudian ia ingat siapa yang menyapannya, “Ibu yang jadi MC semalam?” “Iya.. kebetulan banget ya pak, ketemu disini..” kata Dira malu-malu. “Iya.. Saya mau makan siang..” kata Gillan. “Hm, saya juga pak..” “Oh, sekalian dengan saya saja..” Dira tak menyangka lelaki itu akan mengajaknya. Ia sangat senang sampai tak bisa menyembunyikan senyumnya.
“Oya, maaf kita belum kenalan dengan benar. Saya Dirandra.. jangan panggil ibu..” kata Dira mengulurkan tangannya. “Oh ya, baiklah. Saya Gillan.. akan saya panggil Mba Dira.” kata Gillan membalas uluran tangan Dira. “Iya, terimakasih pak..” “P-pak?” Gillan tertawa kecil. “Hehe ya, harus Mas Gillan?” Keduanya tertawa. Kedua manusia itu mencari restoran untuk makan siang. Sembari menikmati makan siang, Dira menyinggung tentang handphone milik Gillan, lelaki itu belum memperbaikinya. Dira meminta agar mereka memperbaikinya setelah makan siang ini. Sejak layar handphone itu kembali mulus, Gillan memutuskan untuk menyimpan nomer Dira.
“Nanti kalau layar handphone saya retak lagi, Mba Dira tanggung jawab..” kata Gillan bercanda. “Ya, saya siap aja buat tanggung jawab..” kata Dira.
Dira diantar dengan selamat hingga ke kantornya. Malam hari tak segan lagi Dira menghubungi Gillan untuk pertama kalinya, mereka teleponan hampir 2 jam membahas pertemuan mereka malam kemarin.
Gillan sebenarnya buru-buru karena ada masalah di kantornya, sedangkan Dira lapar sekali setelah nge-MC malam itu, akhirnya buru-buru mendatangi meja makan yang dimana Hana tengah menunggunya. Kedua insan itu tertawa dengan penjelasn mereka masing-masing.
Obrolan mereka berlanjut membahas tentang diri mereka sendiri, hingga Dira tahu jika Gillan adalah seorang pengacara dan lelaki itu benci dengan aroma jeruk, lelaki itu menyukai bunyi hujan, lelaki itu menyukai Dira. Begitu terkejut Dira mendengar pernyataan itu, dia ingin sekali mengatakan hal yang sama sejak mata mereka bertemu, tapi dia tak mau segegabah itu, nyatanya Gillan mendahuluinya.
“Besok malam, free? Makan malam bareng?” ajak Gillan, Dira mengangguk walaupun tak dilihat lelaki itu, “Ya, mau.”
Makan siang pertama kali, ungkapan suka pertama kali, makan malam pertama, nonton pertama kali, mengunjungi kantor satu sama lain pertama kali, hingga kegiatan-kegiatan itu berulang-ulang hingga berjalan satu tahun.
Kini. Dira tengah duduk termenung di depan cermin riasnya, di kamar. Dia sudah mandi, sudah memoles makeup natural di wajahnya, rambutnya ia tata dengan rapi, dia tersenyum datar melihat pantulan dirinya. Ada hal yang membuatnya menghentikan aktifitasnya saat ini, ada perasaan gugup, takut, dan senang menjadi satu detik itu juga setelah dia menerima pesan dari Gillan, dua baris chat di ruang obrolan mereka yang setahun ini penuh dengan hal-hal romantis yang menyenangkan.
Dira menyadari dan mengakui selama ini dia dan Gillan begitu dekat, saling melengkapi satu sama lain, saling menghibur satu sama lain, saling memahami satu sama lain, mungkin tidak.. Dira tidak mampu memahami jalan pikiran Gillan selama ini, terutama hati lelaki itu, karena satupun kata untuk Dira menjadi milik lelaki itu tak pernah didengar Dira.
Pesan yang baru saja ia lihat membuatnya kalut, isinya membuat ia takut. “Happy New Year, Dira..” “Ayo.. kita akhiri tahun ini..”
Dering handphone Dira mengejutkannya, segera diangkatnya telepon itu, Gillan menelfonnya karena Dira tak membalas pesannya. “Udah siap belum?” tanyanya begitu Dira mengangkat telfon. “Kamu udah dimana?” tanya Dira balik. Bunyi klakson mobil megejutkan Dira, gadis itu berdiri dan melihat keluar jendela kamarnya, di balik pagar ada mobil Gillan terparkir. “Depan rumah kamu. Ayok.. cepetan.”
Dira tersenyum melihat Gillan dari balik jendela kamarnya, segera ia mengambil swaternya dan tas jinjingnya. Gillan akan mengajaknya ke puncak kota malam ini untuk menyaksikan pertunjukkan kembang api, pergantian tahun. Gillan mengelus rambut Dira setiba gadis itu di depannya, lalu membiarkan gadis itu masuk ke dalam mobilnya.
Cerpen Karangan: Dianathalie Julianthy Blog: mystoryjulianthydn.blogspot.com Naman Pena Dianathalie Julianthy, aku menyukai secangkir cappucino, dan roti bakar selai cokelat. Kunjungi waddpad @dianathalieJulianthy untuk cerita yang lebih seru..
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 22 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com