Radu membanting ranselnya ke meja ketika baru saja ia datang ke kelas. Kemudian ia melangkahkan kaki dan langsung duduk di depan Lyla yang memutar bola matanya malas.
Radu membolak-balikkan lembar buku milik Lyla tanpa tujuan apa pun. Mau membacanya? Atau hanya sekedar iseng. Yang pasti Lyla masih membiarkannya sampai Radu lelah sendiri.
Karena tidak mendapat perhatian, Radu mengambil pensil Lyla kemudian mematahkannya tanpa dosa membuat Lyla memekik.
“Radu!” Bentaknya keras hingga yang lain menoleh pada mereka berdua.
Radu menoleh tanpa kata. Ia menaikkan kedua alisnya dingin. Dia watados ya ternyata? Seenaknya matahin pensil orang tanpa dosa.
“Itu pensil gue! Kenapa lo patahin?” Tanya Lyla masih emosi. Pensil khusus menggambar sengaja Radu patahkan dan entah kenapa alasannya. Lyla geram sendiri.
“Entar gue beliin yang baru!” Katanya enteng. Membeli pensil satu truk pun tidak masalah bagi Radu. Tapi ini adalah pensil kesayangan Lyla. Hei jangan salah! Radu tidak tahu seberguna apa pensil itu hingga ketika Radu merusaknya berhasil membuat Lyla kesal sekaligus sakit hati.
“Jahat lo emang. Dasar orang kaya! Mentang-mentang banyak duit seenaknya lo rusak barang orang!” Teriak Lyla di belakang Radu yang hendak beranjak.
Lyla sudah meneteskan air matanya. Ia kemasi barangnya kemudian pergi. Sebelum itu ia melirik Radu kemudian berbisik di telinganya. “Mahasiswa akhlakless, percuma kaya tapi adab lo 0 %.”
Setelah itu, Lyla pergi setelah menitipkan absen kepada temannya yang dikenal cukup pintar.
—
“Terlalu jelek kalau seorang Lyla nangis sendirian, cantiknya langsung turun 50%.” Seloroh seorang pria yang datang sambil menyembunyikan tangannya di belakang. Seketika Lyla menoleh, matanya terperangah karena melihat Kak Gilang tahu dia ada disini.
Lyla menekuk wajahnya kesal membuat Gilang gemas. Ia tertawa kecil kemudian duduk di samping Lyla dan tangannya terulur ke depan dengan sebuah coklat besar dan bunga mawar putih dua tangkai. “Nih biar mood-nya balik lagi.” Katanya dengan tersenyum manis, membuat Lyla otomatis ikut tersenyum. Sejenak ia terlupakan dari kejadian tadi di kelas. “Makasih, Kak.” Ucap Nanda tulus seraya meraih coklat itu. “Nih minum dulu!” Kata Gilang memberikan air mineral dalam botol.
“Kok bisa disini, Kak?” Lyla membuka tutupnya kemudian menenggaknya tanpa bibir menempel pada mulut botol. “Tadi ada yang bisikin ke kakak, kamu lagi disini nangis sendirian.” Setelahnya Gilang terbahak merasa konyol sendiri. Sebenarnya sih sedang menggoda Lyla yang tengah bersedih. “Idih, bisikan dari mana tuh?” Tanya Lyla ikut tertawa. “Ah ada pokoknya. Rahasia! Anak kecil nggak boleh tau!” Gilang menoleh pada Lyla yang mencebik. “Aku udah dewasa, ya!! Udah mahasiswa tingkat akhir!” Sanggahnya tak terima. Namun akhirnya mereka tertawa bersama.
Dalam jarak beberapa meter, seorang pria tengah melihat kehangatan mereka dalam mengobrol. Sangat dekat. Kesal, dia meninggalkan tempat dan melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal.
—
“Seorang Radu, laki-laki incaran banyak mahasiswi, susah banget buat ngomong, ‘Lyla aku udah lama suka sama kamu, mau gak jadi pacar aku?'” Andri mencibir Radu yang menurutnya terlalu cemen. “Cemen, lo, Bro! Mending kayak gu—aww!!” Andri meringis ketika Radu melemparnya dengan bantal sofa. Sudah emosi melihat Lyla dekat dengan Abangnya, kini ia harus dibuat emosi karena sahabatnya mencibirnya.
“Bacot, lo!” Radu beranjak pergi. Tidak ada gunanya diam disini, berharap mendapat dukungan malah dapat cibiran. “Woy mau ke mana?” Tanya Andri berteriak. Tanpa jawaban, Radu terus melangkah keluar dan meninggalkan Andri yang terbengong.
—
Sore hari hatinya sudah mulai membaik, setelah memakan coklat yang diberikan Gilang, juga mengikhlaskan pensil lamanya dengan pensil baru hasil Gilang mengantarnya ke toko alat tulis, akhirnya Lyla pulang setelah Gilang mengantarnya hingga ke depan gerbang kos.
Dalam langkah ringannya, Lyla memekik ketika tangannya ditarik oleh seseorang hingga dirinya terpojok di dinding kos lantai satu.
Ketika ingin berteriak, Radu lebih dulu membekap mulut Lyla dengan tangannya. Dengan jantung berdegup kencang, Lyla mencoba untuk tenang meski tubuhnya seluruhnya gemetar. Dia takut, karena sekarang jarak dirinya dengan Radu hanya beberapa centi saja.
Setelah beberapa menit, Lyla sudah sedikit tenang, membuat Radu melepaskan tangannya dari mulut Lyla. Matanya mengunci mata wanita di depannya yang menyiratkan ketakutan tapi meneduhkan bagi Radu.
“Maaf.” Tanpa disangka, kata maaf itu keluar dari mulut angkuh seorang Radu yang dikenal dingin. Tapi Lyla tetap bergeming. Dia masih bingung hendak menjawab apa. Memaafkan pun sedikit enggan karena kejadian tadi pagi benar-benar membuat Lyla sakit hati.
“Gue minta maaf!” Ulang Radu lagi dengan benar-benar menyesal. “Oke.” Nanda sudah ingin pergi tapi Radu menahan lengannya. “Kalau lo nggak lepasin, gue bakal teriak!” “Gue minta maaf, Lyla!” Tekannya lagi. “Gue ganti pensil, lo! Berapa? Satu? Dua? Mau seratus pun gue beliin.” Kata Radu enteng. Sedangkan Lyla tersenyum sinis. “Satu pun cukup! Dan itu udah ada yang gantiin buat gue. Lo terlambat. Meskipun lo ganti, gue nggak bakal terima!” Ucap Nanda dengan tegas. Kemudian ia bergegas pergi, namun lagi-lagi Lyla ditahan. Ketika berontak, Lyla semakin dipojokkan di dinding kos.
Karena geram dan merasa sakit hati dengan penolakan Lyla, Radu semakin mengimpit Lyla hingga bibirnya hampir menyentuh bibir wanita itu.
Karena merasa terancam, Lyla mengeluarkan jurus terakhir. Yaitu, menginjak kaki Radu dengan sangat kencang. Berhasil!! Radu melepaskan Lyla, dan tanpa menoleh lagi, wanita itu berlari sekencang mungkin agar Radu tak mengejarnya lagi.
“Sialan!!” Umpat Radu mengaduh kesakitan.
Waktu berlalu begitu cepat, setelah kejadian sore hari itu, Lyla selalu menghindari Radu di kelas. Tapi Radu tetap gencar. Meskipun Lyla selalu menghindar, tapi Radu selalu berhasil menyabotase semua hal yang bersangkutan dengan Lyla. Jujur, Lyla sangat kesal. Ujung-ujungnya dia tak pernah peduli dengan Radu yang selalu mencari perhatian itu.
Di suatu siang, ketika Lyla berjalan sendiri setelah dari kantin, Radu mengikuti dari belakang, kemudian tanpa permisi dia merangkul Lyla dengan erat. Membuat wanita itu memekik karena terkejut.
“Gue udah maafin, lo!” ucap Lyla jengah. Risih sekali harus dirangkul seperti ini. Apa kata mahasiswa lain nantinya.
“Awas, ih!” Lyla bersikeras untuk lepas dari dekapan Radu. Tapi laki-laki itu tak menggubris sama sekali. “Radu!” Bentak Lyla dengan cukup keras. “Gue bakal lepasin lo kalau lo mau jadi pacar gue!” “Idihh… maksa!” Cibir Nanda bergidik. Ketika dirasa dekapan tangan Radu sedikit melonggar seketika ia hendak kabur, tapi Radu seperti sudah membaca niat kaburnya. Lagi-lagi Lyla hanya bisa menghela nafas lelah. “Gimana?” “Ogah!”
“Sebentar lagi kita lewat kawasan ramai, Lyla. Pikirkan baik-baik.” Perintahnya dengan licik. Lyla bingung, juga merasa tertekan. Sedikit lagi mereka akan melewati kawasan ramai. Tempat dimana para mahasiswa sering berkumpul. “Satu…” Radu mulai menghitung. Dengan sedikit kesal, namun juga takut, Lyla menghela nafas. “Dua…” Radu ternyata menyebalkan. Rasanya Lyla ingin mengumpat di depan wajahnya. “Ti—” “Ok. Gue mau jadi pacar lo.” Katanya dengan terpaksa. Sedangkan Radu tertawa dalam hati penuh kemenangan. Seketika ia melepaskan Lyla, setelah sebelumnya mengecup pucuk kepala Nanda yang melotot membuat Radu tersenyum licik. Setelah itu ia meninggalkan Lyla dan merubah mimik mukanya menjadi angkuh kembali.
Jauh di belakangnya, Lyla menjambak rambutnya sendiri. “Bego! Lo bego banget, sih, Lyla!” mengumpat seterusnya Lyla berlari ke kelasnya karena merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.
Bersambung
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah ipeeh.h (instagram)