Sudah lama aku tidak mendengar kabarmu. Tapi aku masih sering stalking kamu di instagram seperti orang freak. Dan kulihat lewat instastorymu, kau sudah bahagia bersama-nya. Sering jalan-jalan kesana kemari seperti orang kaya yang kebanyakan uang dan bingung harus buang uang-nya kemana lagi. Sementara aku disini yang masih teringat dengan bayang-bayangmu yang berjalan menjauh dariku. Aku pun sebenarnya tidak punya alasan untuk tetap mencintaimu tapi hati ini memang sangat sulit untuk move on darimu.
“Pesanan untuk Asphy” Suara itu memecah lamunanku. Segera kudatangi meja kasir untuk mengambil kopiku.
“Phy, dia kan udah ga kerja disini lagi. Tapi kenapa lu masih sering kesini??” Ucap seorang barista itu yang bernama Tia. “Aku pun sudah tidak mengharapkan dirinya ada lagi di hadapanku, tapi aku-” “Ah elah, ga usah sok jadi anak senja, anjing. Udah, kenapa???” Ucapnya memotong kata-kataku “Kasar amat dah. Ya masa lu ga mau punya pelanggan tetap??” “Ya pengen sih. Tapi serius nih, kenapa sih kayaknya lu tu susaahh… banget lupain dia. Emang apa sih yang buat lu gamon dari dia??” “Gua juga ga tau. Gua tu kayak bingung ama perasaan gua sendiri. Kayak otak ama hati nih ga bisa singkron.” “Alah, penyakit anak muda remaja akhir emang susah dipahamin” “iya dah, yang udah baligh…” ucapku sambil membawa kopi dan kembali duduk.
Tak tahu kenapa aku kembali mengingat dirinya. Di Café Noir’e, tempat yang saat ini aku kunjungi, tempat dimana aku pertama kali bertemu dengannya. Saat itu dia memakai celemek berwarna coklat, memakai baju putih, kaca mata dan rambut Ponytail-nya membuatku percaya dengan namanya ‘Cinta pandangan Pertama’. Waktu itu shift kerjanya sudah berakhir, aku sempatkan berkenalan dengannya. Dia bernama Cia. Lama aku mengobrol dengannya dan aku berhasil mendapatkan ID Instagramnya. Membuatku sangat senang pada saat itu.
Sepulang dari café, langsung aku DM dia. Kita chatting sampai larut malam dan mulai membahas hal-hal random. Ternyata dia orangnya asik dan kita se-frekuensi, dan saat itu aku mulai merasa ‘apakah ini jodohku?’. Selang 1 minggu kita chatting dan PDKT, aku memutuskan nembak dia di Café itu hanya bermodalkan nekat tanpa membawa bunga ataupun coklat. Tapi, jawabannya sangat diluar ekspektasiku. Dia menolak cintaku. Dia tidak memberitahukan alasannya padaku. Dan saat itu aku hanya bisa pasrah dengan keadaan. Beruntung saat itu pengunjung sudah mulai sepi karena keadaan café sudah mau tutup, jadi rasa maluku tidak melebihi rasa sakit hatiku.
Aku merasa down dan belum mengunjungi café itu selama 1 minggu setelah hari itu. Aku pun mulai mengunjungi café itu lagi, bukan karena ingin melihatnya, tapi karena internet di rumah lagi trouble dan aku terpaksa harus mencari internet karena tuntutan pekerjan.
Aku mulai mengendarai sepeda motorku menuju Café Noir’e. Di jalan, feelingku sudah enggak enak. Sesampainya di parkiran café, aku melihat ada ramai-ramai dari dalam café. Kupikir orang berantem. Aku menanggalkan helm di spion motor satria fu ku. Ketika aku masuk café, alangkah terkejutnya aku. Ternyata bukan orang berantem, tapi aku melihat seorang yang pernah aku cintai itu ditembak oleh orang yang lebih ganteng daripada aku. Rambut klimis yang terurai kesamping belakang dan terasa aura kewibawaannya yang tinggi. Aku ingat saat itu si pria mengenakan baju turtle neck berwarna hitam membuatnya terkesan seperti oppa-oppa korea. Membawa buket bunga yang besar dan coklat Ratu Perak. Seorang yang pernah aku cintai itu, menerima ungkapan cinta-nya. Rasa sakit itu terasa nyata menusuk hatiku. Terasa sesak saat melihat kejadian itu dihadapan mataku sendiri. Tanpa pikir panjang, aku pun meninggalkan café itu.
Cuaca tiba-tiba mendung. Angin sudah mulai menunjukkan bahwa akan turun hujan. Perlahan-lahan gerimis hujan sudah mulai turun. Aku mengendarai sepeda motorku dengan kencang. Tak terasa air mata ini menetes. Aku merasakan rasa sakit menusuk hatiku dan rasa sesak ketika teringat kejadian yang baru saja aku lihat. Aku down lagi.
2 minggu setelah itu, aku merasa lebih mendingan daripada hari-hari sebelumnya. Dan tidak tahu mengapa, aku pergi lagi ke café noir’e. Sesampainya di café, aku merasakan hawa yang berbeda sejak terakhir aku pergi ke tempat ini. Aku mulai melangkahkan kakiku kembali ke dalam café itu. Aku mengunjungi meja kasir. Yang kutemui hanyalah Tia.
“Hei Ya” panggilku ke Tia “Eh, Asphy! Dah lama lu ga keliatan. Kemana aja lu??” saut Tia “Biasa. Jadi freelancer lagi banyak projek jadi ga sempet buat main kemari” “Halah, palingan lu lagi ga mau ketemu Cia” “Kagak lah. Emang gua sebocil apa anjing” “Haha, gapapa jujur aja. Lagian dia udah ga kerja disini lagi” “Emang kemana dia??” “Ciee nyariin.” “Dah males gua. Mending balik aja” “Yee jangan dong. Baperan amat bocah. Jadi gini, seminggu abis kejadian kemaren, dia udah resign.” “oohh…” “Gitu doang?” “Ye lu mau gua komen apaan” “ga jadi. Lu mau pesen apa??” “Kayak biasa aja.” “Oke siap. Entar gua panggil” Aku pun duduk di tempat yang ku biasa tempati.
Waktu pun berlalu sampai detik ini. Aku masih minum kopi dengan jenis yang sama, tempat yang sama dan kesendirian yang sama. Perasaanku kian membaik meskipun hatiku masih belum bisa move on dari Cia.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aku masih duduk sendiri disana dan tempat sudah beranjak sepi. Disana aku masih scrolling tiktok. Selang beberapa saat, aku merasakan hawa yang sama seperti 3 bulan lalu. Hawa dimana seperti ada kehadiran sosok yang saat ini aku masih belum bisa melupakannya. Dan benar saja, Muncul Cia dari pintu luar Café. Tapi anehnya, dia sendirian.
Dia berjalan menghampiri Tia. Mereka pun ngobrol dan cipika-cipiki karena sudah 3 bulan mereka tidak berjumpa walau sering chatting lewat Whatsapp. Cia saat itu tidak tahu bahwa aku ada dan Tia pun tidak memberi tahu Cia kalau ada aku disini karena Tia tau apa yang aku rasakan. Aku pun tidak mencoba untuk di notice oleh Cia. Keadaan saat itu, pengunjung hanya bisa diitung dengan jari, jadi aku kedengeran obrolan mereka.
“CIA!!! Dah lama ga ketemu” Ucap Tia “Apaan sih Ya, baru juga 3 bulan kita ga ketemu” Jawab Cia “Tapi itu waktu yang lama buat gua, Cia…” “Tapi kan kita sering chatting. Gimana sih” Jawab Cia dengan ketawa kecil “Iya juga sih. Eh, btw mana yang kemaren??” Deg. Aku ga tau kenapa jantungku terasa berdegup kencang ketika Tia menanyakan itu kepada Cia. “Kemaren apaan sih Ya, yang jelas kalo ngomong mah.” Ucap Cia yang mencoba mengelak “Itu yang kemaren nembak lu.” Tidak tau mengapa, detak jantungku berdegup kencang tidak seperti biasanya. “Oh.. yang itu. Udah gua putusin” jawab Cia dengan santai
Suasana hening. Aku pun heran dan kaget. “Lah, kok bisa sih. Bukannya di Instastory lu keliatan bahagia sama dia, jalan-jalan kesana kemari.” “Terima kasih Tia, sudah mewakili pertanyaanku” Ucapku dalam hati “Agak males ceritainnya. Intinya dia tu selingkuh” Jawab Cia “Ya udah Cia, ambil hikmah nya aja. Cowo tampan dan tajir belum tentu bisa jamin kebahagiaan” ucap Tia
Entah mengapa dan tanpa alasan, rasa sesak di hatiku tiba-tiba longgar. Bukan karena Cia sudah putus. Bukan berarti masih ada kesempatan untuk mengulang lagi. Aku pun bingung dengan perasaan ini.
“Yang nyata aja dulu. Yang deket kan juga banyak Cia” ucap Tia lagi “Hihi, emang siapa Ya..” Sebelum Tia menjawab, aku pun segera pamit pulang. “Wei ya, gua balik dulu ya.” Ucapku “Oh, udah selesai Phy, yaudah ati-ati ye. Salah satunya dia Cia.” Jawab Tia Cia kaget. Dia pun nengok ke arahku. Aku hanya bisa senyum tipis mengarahnya dan mulai berjalan mengarah pintu keluar café.
Sudah lama, sejak hari itu aku jarang ke café lagi. Tidak seintense dulu. Entah mengapa, aku merasakan sesak ini tidak membelenggu di hati lagi. Pagi itu aku duduk di teras kostku dan minum secangkir kopi sembari scroll tiktok. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan adanya DM masuk.
“Hei Asphy, udah jarang ke Café lagi. Sibuk ya?” Aku hanya tersenyum tipis.
Cerpen Karangan: Asphy