Setelah itu, kami memutuskan untuk pulang. Tetapi sebelum ke rumahku, kami duduk sebentar di Tugu Bintang yang ada di Kota Perbaungan. Kami duduk berdua sambil memakan Popcorn. Lalu Sidik bertanya. “Oh iya Nis. Setelah tamat SMA ini kamu mau lanjut ke kuliah mana?” tanya Sidik padaku. “Wah, aku juga belum tau Dik. Belum kepikiran soalnya. Padahal udah mau tamat ya.” Jawabku. “Iya, kamu harus tau dong. Kan sebentar lagi kita bakalan UN. Dan lulus. Setelah itu bakal tamat deh dari SMA.” Kata Sidik. “Iya sih, kalau kamu mau ke mana setelah tamat SMK Dik?” tanyaku kepada Sidik. “Kalau aku sih pengen masuk ke Universitas Negeri Medan Nis.” Jawab Sidik. “Wah, itu kan Universitas dambaan ya Dik. Kalau harus masuk juga pasti ujiannya susah banget.” “Iya Nis. Dari kelas 2 SMK, aku emang udah punya tujuan dan niat kuat buat masuk ke universitas itu. Mangkanya aku harus belajar serius.” Kata sidik. “Gimana kalau kamu juga ikutan masuk universitas itu juga Nis?” Tanya Sidik. “Wah, gimana ya Dik. Semua pelajar pasti mau masuk ke universitas impian itu. Tapi kalau orang kayak aku pasti susah banget. Nilai aku aja pas-pasan Dik. Gimana nanti mau lulus ujiannya coba?” kataku dengan sedikit serius kepada Sidik. “Gak usah khawatir. Kalau kamu emang niat. Pasti bakal lulus kok. Yang penting kamu harus tingkatin ilmu kamu. Harus lebih sering belajar Nis.” Sambil menatap kedua mataku, Sidik mencoba untuk meyakinkanku. “Iya deh Dik, nanti aku pikir-pikir lagi ya.” Kataku lirih. “Yaudah, yuk kita pulang.” Kata sidik tersenyum. “Ayuk dik.” Akupun membalas senyuman sidik.
Itu adalah malam pertemuan pertama kami. Dan mungkin aku bakal jarang lagi untuk bisa ketemuan dengan Sidik. Karena sebentar lagi Ujian Nasional tingkat SMA akan dilaksanakan. Aku dan Sidik berjanji untuk sama-sama belajar serius, agar bisa lulus Ujian Nasional. Aku yang biasanya hanya belajar 3 minggu sekali. Kali ini aku belajar di setiap malam, dan setiap kesempatan aku pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku materi UN.
Sidik terus memberikan semangat untukku. Agar aku bisa mendapatkan nilai yang baik saat lulus nanti. Aku juga menyemangati Sidik. Walaupun aku dan Sidik sudah jarang bertemu, dan hanya berhubungan lewat sms dan telepon, tetapi kami semakin akrab.
Minggu ini Ujian Nasional berlangsung. Aku merasa sudah siap untuk menghadapi ujian ini. Berdoa dan serius dalam mengejakan soal. Dan tak terasa, akhirnya ujian nasional telah selesai. Selama ujian nasional, aku benar-benar serius. Sampai tidak sempat untuk sms-an atau teleponan lagi dengan Sidik.
Tiba hari dimana aku akan mengambil surat kelulusan. Aku sangat deg-degan. Aku berharap Aku lulus. Aku gak mau mengecewakan kedua orangtuaku, dan juga Sidik. Orang yang telah memberikan Aku semangat hingga saat ini.
“Nisa.” Teriak Buk Erni, guru wali kelas kami. “Iya buk.” Jawabku dengan nada yang agak gemeteran karena menunggu hasil ujian. “Selamat ya! Ibu gak nyangka, ternyata kamu Lulus dengan nilai yang lumayan tinggi.” Kata Buk Erni dengan senyuman bangga. Alhamdulillah! Akhirnya Aku berhasil! Aku berhasil Dik! Semua ini juga berkat semangat dari kamu. Ujarku dalam hati Aku segera mendatangi meja guru dan mengambil surat kelulusan yang diberikan oleh Buk Erni. Aku dan Tia sama-sama lulus pada hari itu. Ya walaupun Tia lulus dengan nilai yang masih dibawahku tingginya.
Seusai pulang dari sekolah, aku langsung memberitahukan kelulusanku kepada mama dan papa. Tentu saja mereka berdua sangat senang, dan memelukku erat.
Setelah masuk ke kamar. Aku langsung menelrpon Sidik. “Halo Sidik!” kataku dengan penuh semangat. “Iya Nisa. Gimana, kamu pasti lulus kan?” tanya Sidik. “Iya Dik! Aku lulus! Dan bukan hanya itu. Aku juga dapat nilai yang tinggi Dik!” jawabku dengan perasaan yang sangat senang dan bercampur rasa haru yang membuatku ingin menangis. “Alhamdulillah. Aku percaya kamu pasti bisa Nis. Selamat ya! Aku ikutan senang banget.” “Iya Dik. Kalau kamu gimana? Pasti lulus juga kan Dik?” tanyaku penasaran. “Iya Nis. Aku juga lulus dengan nilai yang tinggi. Usaha kita gak sia-sia kan Nis. Hehehe” Jawab Sidik dengan tertawa kecilnya. “Hehehe, iya Dik. Makasih ya, kamu selama ini udah buat aku yakin dan semangat. Makasiih banget Dik.” “Iya Nis. Semua juga berkat doa dan usaha kamu kok.” “Aku juga udah mutusin Dik. Nanti aku bakal lanjut ke Universitas Negeri Medan. Semoga Aku lulus dan kita bisa 1 universitas ya Dik.” Kataku dengan penuh harap. “Iya Nis. Aku bakal doain Kamu selalu. Kamu belajar yang rajin ya buat ujian masuk universitas nanti.” “Iya Dik. Kamu juga loh.” “Oke Nis!” jawab Sidik dengan semangat.
Semenjak saat itu, hari terus berlalu. Aku semakin mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk Universitas impianku dan Sidik. Aku terus belajar dan belajar. Karena aku berpikir, jika aku bisa masuk ke universitas itu, pasti kedua orangtuaku akan bangga. Dan aku juga bakal bisa selalu bertemu dengan Sidik. Ya, walaupun sampai sekarang kami belum memiliki status pacaran. Tetapi aku yakin, Sidik juga pasti punya rasa cinta untukku yang belum diungkapkannya.
Dan akhirnya hari ini ujian untuk masuk universitas akan diadakan. Ujian dilakukan secara Online dengan komputer. Dan Sidik datang menjemputku untuk mengikuti ujian bersama di Universitas. Kami langsung berangkat. Setelah sampai, aku dan Sidik saling berdoa agar kami Lulus. Setelah itu kami pun langsung memasuki ruang ujian yang terpisah.
Setelah beberapa jam kemudian, akhirnya ujian telah usai. Aku keluar dari ruang ujian dan kulihat Sidik telah menungguku dan langsung bertanya. “Gimana ujiannya Nis. Susah gak?” tanya Sidik dengan senyum di wajahnya. “Lumayan lah Dik. Tapi Alhamdulillah tadi lumayan lancar aku jawabnya Dik.” Kataku dengan senyum kepada Sidik. “Alhamdulillah kalau gitu. Aku juga tadi lancar-lancar aja Nis. Sekarang tinggal nunggu hasil ujiannya. Semoga kita lulus ya Nis!” kata Sidik semangat. “Iya! Kita harus lulus Dik! Hehehe.” Jawabku dengan penuh semangat dan tawa.
Setelah berhari-hari kami menunggu hasil ujian. Akhirnya telah keluar juga. Hasil kelulusan masuk universitas ditampilkan Online. Aku segera membuka laptop dan mengecek situs pengumumannya. Dan Alhamdulillah! Aku lulus! Aku benar-benar Lulus! Antara gak percaya dan gak nyangka, aku ternyata lulus! Aku langsung mencari mama dan mengatakan kalau aku lulus. Mama langsung menangis haru dan memeluk diriku. Aku benar-benar senang.
Semua ini berkat semangat dari Sidik. Aku segera menelepon Sidik. “Halo Dik!” teriakku “Iya Nisa?” jawab Sidik. “Aku lulus Dik! Aku bener gak percaya! Aku lulus!” teriakku semangat. “Alhamdulillah! Aku tau kamu pasti berhasil Nis. Itu tandanya kita akan 1 universitas sekarang. Hehehe.” Jawab sidik dengan sedikit tertawa senang. “Wah, kamu juga lulus ya Dik!?” tanyaku sigap. “Iya dong, emangnya kamu doang yang bisa lulus. Aku juga bisa tau! Hehehe.” Jawab Sidik dengan tertawa. “Alhamdulillah! Aku senang banget Dik! Sekarang kita akhirnya bisa ketemu setiap hari. Karena kita bakal 1 universitas. Hehehe.” Kataku senang. “Iya Nis, aku juga senang banget! Gimana kalau besok kita janjian di kafe. Kita rayain kelulusan kita ini Nis! Sekalian ada yang mau aku omongin ke kamu.” Ajak Sidik. “Boleh boleh Dik!” jawabku penuh semangat. “Yaudah. Besok aku jemput kamu ya. Jangan lupa dandan yang cantik. Karena besok hari spesial kita berdua!” kata sidik dengan nada sedikit menggoda. “Iyaiya, sampai jumpa besok ya Dik!”
Hari ini aku harus dandan yang cantik. Aku bersiap-siap, setelah mandi. Aku langsung memakai pakaian yang sebelumnya sudah aku pilih. Kulihat ada sms masuk dari Sidik. Ia sudah pergi untuk menjemputku. Untuk itulah aku sudah bersiap menunggu dia datang dengan duduk di ruang tamu. Aku duduk sambil membaca Novel karya Raditya Dika yang berjudul ‘Koala Kumal’.
Setengah jam berlalu, aku masih terus menunggu Sidik. Entah kenapa tiba-tiba muncul perasaan khawatir dalam hatiku. Aku berpikir, apakah aku harus melihat saja langsung ke kafe tempat kami janjian. Mana tau Sidik sudah ada disana. Karena khawatir dan sudah lumayan lama menunggu, dan Sidik belum datang juga. Aku memutuskan untuk pergi sendiri ke kafe tempat kami janjian dengan naik taksi.
Setelah sampai, tidak ada Sidik sama sekali di kafe tersebut. Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk dan makan. Aku langsung keluar dari kafe. Kucoba untuk menelpon Sidik. 1 kali gak di angkat, 2 kali juga masih belum diangkat. Dan akhirnya ketiga kali kucoba untuk meneleponnya, ada suara wanita paruh baya yang mengangkat. “Halo Dik.” Tanyaku cepat. “Halo! Ini siapa ya?! Maaf, saya lagi di rumah sakit. Jika ada perlu, anda silahkan langsung datang ke rumah sakit Melati. Tuuut…..” Belum sempat aku bertanya, tiba-tiba saja teleponnya sudah tertutup. Aku juga ikutan panik. Aku langsung mencari taksi dan melanjutkan perjalanan ke sebuah rumah sakit di daerah Kota Perbaungan ini.
Setelah sampai di depan pintu rumah sakit. Aku langsung saja masuk. Tadi ditelepon aku tidak sempat bertanya di kamar berapakah wanita tersebut, dan apa yang terjadi dengan Sidik. Mengapa bukan ia yang mengangkat teleponnya? Dari pada terus bertanya-tanya pada hatiku sendiri. Aku mendatangi bagian admin rumah sakit dan bertanya apakah ada pasien yang bernama Sidik yang baru saja masuk dirumah sakit ini.
Suster tersebut mengatakan ada, dia mengatakan bahwa Sidik tersebut adalah pasien gawat darurat yang baru saja mengalami kecelakaan berat. Ia masih diruang UGD. Mendengar perkataan suster tersebut, lututku langsung lemas. Badanku terasa kaku. Aku tidak sanggup menerima kenyataan ini. Aku tidak pernah berpikir akan mendengar hal seperti ini.
Air mataku mulai menetes. Aku segera mencari Sidik yang berada di ruang UGD. Aku berlari, tidak peduli dengan keadaan sekitarku. Yang ada dipikiranku sekarang hanyalah Sidik. Hanya Sidik!
Aku menemukan ruang UGD. Di depan pintu kulihat ada 2 orang yang sedang menangis. Sepertinya mereka berdua adalah orangtua Sidik. Aku langsung saja mendatangi kedua orangtua Sidik, dan bertanya kepada mereka. “Om! Tante! Apa benar orangtua Sidik!?” tanyaku dengan perasaan yang sudah tidak karuan lagi. “Iya nak.. kami orangtuanya Sidik.” Jawab Papa sidik dengan keadaan pasrah. “Kamu yang tadi nelpon ke hp-nya Sidik ya nak?” tanya mama Sidik dengan air mata yang masih mengalir. “Iya tante, sebenarnya apa yang terjadi!? Sidik gimana keadaanya!?” aku bertanya dengan mata yang semakin ingin meneteskan air mata. Dengan perasaan yang tidak karuan ini. “Sidik tadi ditabrak sebuah mini bus dari arah belakang nak. Dia memiliki luka yang sangat serius. Tadi ketika dilarikan ke rumah sakit ia sudah sangat kritis. Dan ketika sedang di ruang UDG, dokter mengatakan ia telah menghembuskan nafas terakhirnya.” Jawab Tante tersebut dan menangis lagi sambil memeluk Papa sidik.
Sungguh, apakah ini mimpi? Tapi tidak mungkin mimpi bisa senyata ini. Aku.. Aku tidak menyangka. Sidik akan meninggalkanku di waktu yang seperti ini. Ini semua kesalahanku, jika Aku membatalkan ajakannya untuk merayakan kelulusan kami. Pasti ia tidak akan pergi meninggalkanku. Untuk selama-lamanya! Tiba-tiba saja jantungku serasa berhenti berdetak. Kepalaku terasa berat, dan pandanganku terasa semakin kabur. Akhirnya aku merasa terjatuh dan pingsan.
Aku baru terbangun di rumah sakit keesokan harinya. Aku melihat kedua orangtuaku berdiri cemas di sampingku. Aku merasa kejadian kemarin bukanlah mimpi. Aku segera bangkit dan mencabut alat inpus yang ada di tanganku. Aku mengatakan kepada kedua orangtuaku bahwa aku baik-baik saja dan buru-buru pergi berlalu meninggalkan mereka. Aku langsung menelpon Tia untuk meminta alamat rumah Sidik dari Rio. Setelah mendapatkan alamatnya. Aku langsung bergegas menuju rumah Sidik dengan taksi.
Sesampai di rumahnya. Kulihat semua keluarga masih berduka. Di depan rumahnya duduk mama dan papa Sidik yang kemarin aku jumpai di rumah sakit. Aku menghampiri mereka, dan mereka berkata bahwa mayat Sidik telah di makamkan barusan. Aku diberitahu dimana letak kuburan Sidik. Setelah mengetahui letak kuburannya, aku langsung berpamitan dan pergi lagi dengan taksi menuju tempat Sidik di kuburkan.
Sampai sudah di kuburan. Aku langsung membayar taksi dan bergegas turun. Setelah itu mencari batu nisan yang bertuliskan nama Sidik. Aku mencari, dan terus mencari. Dengan perasaan yang sakit sekali. Seperti tertusuk banyak besi penderitaan.
Tak lama, aku menemukan kuburannya. kuburan yang masih basah dan ditaburi banyak bunga-bunga. Aku tidak menyangka, bahwa yang kuhadapi sekarang adalah kuburan orang yang paling Aku cintai.
Aku memegang batu nisan Sidik, dan menatap nisan yang bertulisakan nama Sidik. Aku benar-benar sedih. Mengapa? Mengapa kamu pergi secepat ini. Kita bahkan baru lulus, dan akan belajar di satu universitas yang sama bukan? Mengapa Dik!?
Aku terus menangis, rasanya air mataku tak terbendung lagi. Hatiku sakit. Pikiranku terus bertanya-tanya mengapa terjadi seperti ini. “Kamu yang menjadikan ku seperti sekarang ini. Kamu yang membantu dan menyemangati aku untuk bisa menjadi lebih baik lagi. Aku sangat mencintai kamu Sidik. Dan kamu bahkan belum mengatakan, kalau kamu juga mencintaiku. Mengapa sekarang kamu pergi tanpa pamit dariku Sidik!” Aku berbicara di kuburan Sidik sambil nangis terisak-isak. Aku benar-benar tidak kuat dengan keadaan ini.
Dalam hati Aku berjanji. Aku akan terus mengejar impianku dan meneruskan kuliah di universitas impianku dan juga Sidik. Aku yakin, aku pasti bisa membuat Sidik bangga kepadaku. Aku akan membawa semua impiannya dan menggabungkannya dengan impianku. Dan yang perlu kamu tau Sidik. Aku akan selalu Mencintaimu.
Cerpen Karangan: Muhammad Mu’az Blog / Facebook: www.aw-cyber.net Saya hanya seseorang yang masih terus belajar untuk menulis dan menulis. Sangat suka dengan genre Cinta dan Fantasi.