Seperti biasanya, Rain menunggu Bus yang akan membawanya ke sekolah di Halte ujung jalan rumahnya. Tapi, pagi ini ia tak beruntung karena Hujan yang tiba-tiba datang di pagi itu membuat seragam sekolahnya menjadi basah. Untung saja pagi ini, bukan pagi senin yang harus memakai seragam rapih karena Upacara.
Bus yang ia tunggu pun datang, ia segera naik ke dalam Bus itu. Lagi-lagi ia tak beruntung, karena Bus itu ramai dan ia tak mendapat tempat duduk. Sialnya lagi, dua pria yang berdiri di belakang Rain sedang membicarakannya. Lebih tepatnya membicarakan pakaian dalam Rain yang terawang karena Seragam kemeja berwarna putih itu sedang basah.
“Duduk di sini” seorang laki-laki dengan wajah datar tiba-tiba mengenakan jaket ke tubuh Rain dan menyuruh Rain duduk di tempat duduknya.
Laki-laki itu telah menyelamatkan nasib Rain pagi ini, Rain segera berterimakasih kepada laki-laki itu yang ternyata satu sekolah dengannya. Laki-laki yang tidak di ketahui namanya itu, seperti seorang malaikat yang tengah menjaga Rain di Bus itu. Bus berhenti di Halte sekolah. Laki-laki itu berjalan di belakang Rain layaknya malaikat yang sedang menjaga Rain.
Mereka berhenti di gerbang sekolah. Sambil mengucapkan kalimat ‘sampai bertemu lagi’.
Meski bukan pagi yang menguntungkan bagi Rain, tetapi hatinya merasa bahagia karena malaikat itu telah merubah nasib buruknya menjadi nasib baik. Rain pun segera menuju ke kamar mandi setelah pergi ke loker untuk mengambil seragam Olahraganya dan berganti seragam Olahraga. Rain tak lupa menyimpan dengan baik jaket milik laki-laki yang ia lupa tidak menanyakan namanya.
Nasib buruk lagi, ia tidak diperbolehkan masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran karena tidak memakai seragam yang sesuai. Ia pun pergi ke ruang musik. Satu minggu ini, sejak ia dipindahkan ke sekolah barunya yaitu sekolahnya yang sekarang. Ia selalu pergi ke ruang musik. Lebih tepatnya ke ruang musik yang lama. Di ruang itu, ada satu piano dan Rain selalu memainkannya.
“Hey… ” Saat Rain membuka pintu ruang musik itu, ia melihat seorang laki-laki sedang memainkan piano itu. Jika diamati dari punggung laki-laki itu. Laki-laki itu adalah laki-laki tadi pagi yang menolong Rain. Rain duduk di kursi piano, di sebelah laki-laki itu dan laki-laki itu menyapanya.
“Sedang apa disini?” Tanya Rain. “Suntuk di kelas, jadi aku memutuskan untuk ke sini. Biasanya, jika aku sedang jenuh aku selalu datang ke mari” jawab laki-laki itu “Oh, iya? Sejak ke datanganku satu minggu di sekolah ini dan setiap hari selalu datang kemari aku tidak pernah melihatmu datang?” Laki-laki berkulit putih pucat, dengan suara beratnya, dan agak memiliki sikap dingin ini tersenyum tipis menatap Rain.
“Satu minggu aku tidak datang ke sekolah” “Pasti kamu sakit ya?” “Enggak kok, aku malas saja” “Oh, jadi kulit putih pucatmu ini asli ya? Aku kira kamu sedang sakit, makanya pucat seluruh badan”
Laki-laki itu tertawa kecil menampilkan barisan giginya yang rapi itu mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan Rain dengan polos. Laki-laki itu mengusap-usap rambut yang panjangnya sebahu milik Rain.
“Kamu, ternyata bisa tertawa ya? Dari tadi wajahmu itu datar” ringisan Rain membuat lesung pipinya terlihat. “Ah, sudahlah. Kamu bisa main piano kan? Yuk, main bareng” “Eh, tunggu dulu. Kita kan belum kenalan” Rain mengulurkan tangannya “Namaku Rain Lavanya, kelas 10-4” Laki-laki itu membalas jabatan tangan Rain “Ethan. 12-1”
Laki-laki itu bernama Ethan yang ternyata adalah senior Rain. Rain dan Ethan bermain piano bersama. Mereka sama-sama memiliki bakat untuk bermain piano. Alunan-alunan piano yang dibunyikan dari jari-jari mereka terdengar sangat indah dan tenang.
Setelah lagu yang mereka mainkan selesai, mereka masih duduk berdampingan. Saling bercerita satu sama lain. Rain merasa sangat bahagia mengenal Ethan dan begitupun dengan sebaliknya.
Tiba-tiba sebuah bayangan terlihat dari jendela. Itu pasti adalah guru BK yang hobinya keluyuran untuk memeriksa keadaan para siswa-siswi. Ethan pun segera menggandeng tangan Rain dan menariknya. Membawa Rain di sebuah pintu rahasia yang ada di ruang itu. Tembusan dari pintu itu adalah hutan namun memiliki pemandangan yang indah.
Mereka saling menyadari bahwa tangan mereka terkait satu-sama lain. Ethan ingin melepasnya, namun Rain menarik tangan Ethan dan mereka tetap bergandengan tangan.
Di saat sedang asyiknya melihat pemandangan di hutan itu, Hujan turun sama derasnya dengan pagi tadi. Lagi-lagi Ethan harus menarik tangan Rain untuk mencari tempat berteduh. Meski begitu, Rain sangat menikmatinya Karena ia suka dengan Hujan.
“Jadi, itu sebabnya kamu tidak menyalahkan hujan yang membuat seragamu basah dan tidak boleh mengikuti pelajaran?” “Hujan itu rahmat tuhan, jika tidak ada Hujan pasti tumbuhan akan mati. Apalagi, jika hujan reda selalu saja muncul pelangi” “Tetapi tetap saja, kamu tidak boleh hujan-hujanan. Nanti kamu sakit” Rain tersenyum sambal mengangguk menatap Ethan.
Ini adalah tahun pertama mereka bersama, meskipun mereka tidak memiliki hubungan yang lebih dari sekedar teman. Meskipun Ethan tidak pernah mengucapkan kalimat ‘Maukah kamu menjadi pacarku?’ atau sejenis itu. Tetapi setidaknya, Ethan telah membuktikan bahwa rasa sayangnya kepada Rain begitu besar dan tulus.
Hari ini, Ethan membawa Rain ke rumahnya. Untuk di kenalkan kepada Orangtuanya. Karena Ethan berjanji kepda orangtuanya, jika sudah lulus nanti ia akan memperkenalkan gadis yang ia cintai itu.
“Oh, jadi ini toh yang namanya Rain. Manis banget Rain ini, Ethan nggak salah pilih” puji Mama Ethan “Yailah Ma, Ethan milih hatinya Ma. Bukan kecantikannya” sahut Ethan, membuat Rain terlihat malu-malu kucing. “Rain, seumuran ya sama adiknya Ethan?” Tanya Papa Ethan “Tua adik 2 tahun Pa” jawab Ethan
“Eh, ada suara Mobil berhenti. Itu kayanya Adik kamu pulang Than” Ucap Mama Ethan “Iya bentar Ma, Ethan bukain pintu dulu” “Nggak usah Than, biar aku aja yang bukain. Sekalian kenalan sama Adik kamu” Ethan mengangguk, Mama Ethan berpamitan untuk menyiapkan makan malam, sedangkan Papa Ethan pergi ke ruang kerjanya.
Rain dengan semangat membuka pintu rumah Ethan. Namun, saat ia membukanya. Seorang laki-laki memakai seragam SMA, yang disebut adik Ethan itu ternyata…
August
Laki-laki yang pernah menjalin hubungan dengannya selama lima tahun dan akhirnya menjadi Mantan terindah Rain. Namun sekarang Rain telah bertemu dengan Ethan yang mampu menggantikan posisi August. Tetapi, ketika melihat kenyataan ini rasanya hati Rain seperti dicabik-cabik. Terasa sangat sakit.
“Rain..? ngapain kamu kesini?”
Rain meneteskan air matanya. Rain yang meminta hubungan mereka berakhir. Rain ingin August berpacaran dengan sahabatnya dahulu karena sahabat Rain sangat suka dengan August. Itu adalah penyesalan terbesar Rain karena setelah itu Sahabat Rain tidak pernah menganggap Rain sebagai sahabat lagi.
“Rain? Apa kamu pacar Kakak aku?” Tanya August Rain segera mengusap air matanya dan tersenyum kepada August.
“Gimana hubungan kamu sama Nella?” Rain mencoba mengalihkan pertanyaan August “Itu nggak penting! Sekarang jawab aku, apa kamu pacarnya Kakak aku?” Rain terdiam. Dia menundukan kepalanya. Sebenarnya, saat Ethan hendak menghampiri Rain dan August ia mendengar percakapan mereka. Dan mengurungkan niatnya, lalu pergi ke kamar. Mama dari Ethan dan August itu datang menghampiri.
“August? Kenalin, ini Rain. Pacarnya Kakak kamu, tapi dia lebih muda dua tahun dari kamu” August menundukan kepalanya menyembunyikan air matanya. “Bibi, Ethan di mana?” Tanya Rain. “Di kamarnya, susulin gih” Rain pun pergi ke kamar Ethan.
Ia melihat Ethan sedang duduk di sebelah tempat tidur sambil memandangi foto polaroid. Rain masuk dan duduk di samping Ethan. Ia melihat Ethan sedang memandangi fotonya bersama August.
“Kamu tahu ya..?” Tanya Rain pelan, namun Ethan tidak menjawabnya. “Kamu kalo mau marah, ya marah aja ke aku” Ethan menatap Rain “Aku nggak marah kok, aku nggak akan pernah marah sama kamu” “Aku merasa jadi Kakak yang buruk buat August. Dari dulu hingga sekarang, aku selalu mendengar cerita August tentang mantannya. Dia bilang kalo dia kangen sama Mantannya itu. Dan ternyata, Mantannya itu adalah kamu” lanjut Ethan “Jadi kamu tahu tentang aku dan August?” Tanya Rain, Ethan mengangguk “Aku lebih dari tahu” “Tapi kamu udah buat aku ngelupain August” Ucap Rain pelan yang duduk membelakangi Ethan.
Kemudian Ethan memeluk Rain dari belakang. Ia mengalungkan tangannya ke leher Rain. Ethan meneteskan air matanya. Begitupun juga dengan Rain.
“Aku takut ninggalin kamu Rain..” “Kamu mau kemana?” “Aku, mau jelasin ini semua. Tapi aku takut. Aku yang salah, nggak seharusnya aku ngebuat hubungan ini jadi lebih jauh”
Rain membalikan badannya menghadap Ethan. Ia melihat Ethan yang semakin pucat. Namun, sedikit merah karena menangis. Sama seperti dirinya.
“Aku sakit, Leukimia. Stadium akhir. Aku nggak mau Kemoterapi. Karena itu nggak membuat Kanker ini hilang. Dokter bilang udah nggak ada lagi harapan buat aku. Awalnya, aku berniat buat ninggalin kamu. Karena aku nggak mau kamu sedih karena aku meninggal nanti” Sedikit demi sedikit, Ethan mulai menjelaskan kepada Rain. “Ethan.. nggak, Sekarang kamu harus kemoterapi. Meskipun nggak buat Kankernya hilang, tetapi setidaknya kamu bisa hidup lebih lama lagi. Aku belum bisa buat kamu bahagia, Ethan aku mohon..” Ethan tersenyum kecil “Rain, ini sudah terlambat” “Nggak ada kata terlambat Ethan.. ”
“Rain, kamu harus janji sama aku. Kamu harus kembali mengikuti kata hati kamu. Aku tahu, kalian masih sama-sama sayang meskipun kamu juga sayang sama aku. Tapi, perasaan kamu lebih besar untuk August. Kamu harus janji sama aku, kalo aku meninggal nanti kamu nggak boleh sedih, kamu nggak boleh nangis. Aku nggak punya waktu lagi Rain. Aku sayang sama kamu” August mengecup kening Rain dan memeluk tubuh Rain yang jauh lebih kecil darinya. Ini adalah kenyataan terpahit yang pernah ia terima selama hidupnya.
—
Gerimis mengiringi pemakaman pemilik nama asli Agust D Ethan itu. Rain sama sekali tidak bisa menahan air matanya, tetapi ia sudah berjanji pada Ethan untuk tidak menangis. Namun, ia meminta maaf kepada Ethan karena tidak bisa menepati janjinya untuk tidak menangis.
Pakaian serba hitam yang ia kenakan bersama dengan yang lainnya. Saat semuanya sudah berpamitan pulang setelah pemakaman Ethan, namun Rain dan August yang masih tersisa disana. Payung berwarna hitam itu August pegang untuk memayungi Rain. Mama Ethan memberi Rain sebuah surat terakhir yang Ethan tulis untuk Rain dan juga August.
Hai, kalian berdua.
Untuk, Rain Lavanya. Aku sama sukanya dengan Hujan. Sama seperti kamu. Awalnya aku memang membenci hujan, karena hujan selalu merepotkan. Tetapi, Karena Hujan aku dan kamu bertemu hingga pada akhirnya kita saling mencintai satu sama lain. Aku sangat berterimakasih kepada tuhan, karena tuhan memperkenalkanku pada Rain dan memahami Hujan. Aku sangat bahagia, karena sebelum aku pergi, aku telah bertemu dengan cintaku. Rain, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Yang jelas aku sangat bahagia.
Untuk, August D Edward. Makasih ya, karena kamu udah jagain Kakak. Maaf, karena Kakak belum bisa jadi Kakak yang baik. Kamu laki-laki baik, dan Kakak yakin kamu bisa jadi yang terbaik untuk Rain. Kakak sering baca Blog kamu. Kamu nulis cerita tentang kamu dan Rain, Bagus kok. Kapan-kapan dikirim ke penerbit ya! August, janji ya sama kakak. Kamu harus jadi pelangi buat Rain. Jaga Rain baik-baik. Kakak juga nitip cinta buat Rain, boleh nggak? Hehe. Bercanda kok.
Surat ini sudah selesai. Sekarang, aku mau pergi. Selamat tinggal!
Agust D Ethan
Rain dan August membaca surat itu dengan air mat.. Tetapi August lebih bahagia sekarang, karena kakaknya tidak lagi menangis karena sakit yang ada di tubuhnya. Rain dan August melangkahkan kaki mereka pergi dari rumah terakhir Ethan. Mereka bahagia, karena Ethan juga masih merasa bahagia di akhir hidupnya.
“Kakak, August jaga cinta Kakak buat Rain”
-SELESAI-
Cerpen Karangan: Acha Herdyana