Jodoh merupakan pasangan hidup setiap makhluk yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Hidup, mati, rezeki seseorang telah ditentukan oleh-Nya bahkan sejak kita berusia 4 bulan dalam kandungan. Termasuk jodoh.
Namun bagaimana jika kita dipertemukan dengan sang jodoh melalui cara yang tidak kita inginkan. Dan apa yang akan kita lakukan jika sosok jodoh tersebut jauh dari harapan kita selama ini? Menolak, marah, atau pasrah?
Seperti yang dialami pemuda bernama Firman. Dia anak sulung dari seorang pengusaha properti sukses di Jakarta. Di usaianya yang terbilang muda, Firman selalu menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Menghamburkan uang dan terjebak dalam pergaulan bebas.
Suatu malam Firman bersama teman-temannya terjaring razia di salah satu diskotik di Jakarta, dia kedapatan membawa sabu seberat 0,7 gram dan terbukti positif mengkonsumsi narkoba. Firman pun dijerat hukuman 2 tahun penjara. Ayahnya sangat marah karena kejadian tersebut mencoreng nama baiknya dan perusahaannya.
“Anak Seorang Pengusaha Kaya Terjaring Razia” itulah headline news surat kabar hari ini yang memberitakan soal tertangkapnya Firman.
Meskipun kesal dengan ulah sang anak, namun ayahnya terus berusaha agar anak kesayangannya tersebut mendapat keringanan. Dan akhirnya Firman mendapat keringanan hukuman dari tuntutan 2 tahun penjara menjadi 10 bulan penjara dan wajib direhabilitasi selama 10 bulan 6 hari.
Selama di dalam tahanan, Firman seolah memulai hidupnya yang baru. Setiap hari selalu diisi dengan aktifitas positif yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Seperti bersosialisasi, gotong-royong bahkan mempelajari ilmu agama.
Suatu waktu ketika Firman sedang mencabuti rumput, dia mendengar suara tausiyah dari mushola yang berada tak jauh dari posisinya. Firman menghampiri suara tersebut dan mendengarkan dengan seksama di depan pintu mushola. Ini juga untuk pertama kalinya Firman tertarik mendengarkan siraman rohani.
Tak lama kemudian, seorang lelaki mengenakan pakaian serba putih menghampirinya. Lelaki itu mengajak Firman masuk ke dalam mushola bergabung dengan jamaah lainnya.
Lelaki itu adalah Ustad Amir. Dia seorang ulama dan juga narapidana di sini. Setiap hari dia yang mengajak seluruh tahanan yang beragama islam menunaikan ibadah sholat lima waktu dan mengadakan pengajian.
“Walaupun Allah itu Maha Besar, Maha Sakti, Maha Kuasa, tapi dia tidak mengabaikan seluruh kejadian yang ada di dunia ini. Dia tidak membiarkan hidup ini berjalan dengan Auto Pilot atau berjalan otomatis. Tidak! Segala yang terjadi di dunia ini semua atas izin Allah. Termasuk daun yang jatuh ke tanah juga atas izin Allah. Itu bukti kalau Allah terus memantau kita semua yang ada di dunia ini, memperhatikan setiap perilaku ciptaan-Nya.” Rupanya yang sedang dibahas Ustad Amir kali ini mengenai kehidupan. Inilah yang menarik perhatian Firman.
“Justru itu, berhati-hatilah dalam berbuat karena sesungguhnya Allah Maha Melihat. Dan janganlah menganggap hidup ini tidak adil, hidup ini kejam atau apapun umpatan yang sering kita ucapkan di setiap tertimpa masalah. Sebetulnya Allah selalu ada kapanpun kita mau. Kapanpun selama 24 jam. Tapi sayangnya kita sering lupa. Lupa sama Allah, kita baru ingat saat kita tertimpa masalah dan mendapati jalan buntu dalam mencari jalan keluar. Padahal masalah itu datangnya atas ijin Allah. Dia menurunkan masalah pada kita agar kita ingat dan mendekat lagi pada-Nya.” Firman tertegun mendengar ceramah Ustad Amir. Hatinya bak tertampar karena selama ini dia benar-benar telah menjauh dari Allah. Botol minuman dan obat-obatan terlarang ia jadikan pelampiasan dalam setiap masalah yang dihadapinya.
“Sebagai contoh, saya ada di sini di antara kalian semua bukan karena keinginan saya. Mungkin ini bagian dari rencana Allah. Dia memberikan ujian berat pada saya ketika saya sedang semangat-semangatnya mengajar anak-anak mengaji. Tanpa diduga muncul sebuah fitnah yang diarahkan pada saya. Saya dituduh melecehkan salah satu anak itu. Padahal Demi Allah saya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan tersebut. Namun demi meredam amarah warga, saya ikhlas mempertanggung-jawabkan apa yang tidak pernah saya lakukan.” Urai Ustad Amir dan seluruh jamaah terlihat antusias mendengarkan “Padahal kalau saya mau, bisa saja saya pergi ke Kairo, Mesir. Pergi ke tempat guru saya untuk menghindari fitnah. Tapi tidak… Saya memilih ada di sini dan ditahan di sini. Dan saya sangat bersykur, karena kejadian ini saya bisa bertemu dengan jamaah yang ada di sini dan berbagi ilmu pada kalian semua.” Tandasnya.
Setelah hari itu, Firman jadi sering pergi ke Mushola dan mulai belajar agama dengan Ustad Amir. Hari hari pun berlalu, tanpa terasa Firman telah melewati masa hukuman dan hari ini adalah hari kebebasannya. Hukumannya terasa lebih singkat karena dia menjalaninya tanpa beban dan juga karena dia berada di tengah-tengah orang yang mampu membuat hidupnya jadi lebih berarti.
“Saya pamit dulu ya, pak Ustad.” Ucap Firman sembari memeluk Ustad Amir orang yang dianggap sebagai guru spiritualnya.
“Hati-hati di jalan, titip salam buat keluarga dan jangan lupa sholat 5 waktunya.” Pesan Ustad Amir pada Firman.
“Insya Allah. Terimakasih atas nasehatnya selama ini ya pak Ustad.” Firmanpun melangkah ke pintu keluar meninggalkan teman-temannya di rutan.
Akhirnya Firman dapat kembali menghirup udara bebas. Banyak pelajaran yang dia dapat selama menjalani masa hukuman ini. Kini Firman berkomitmen untuk tidak akan pernah menyentuh obat haram itu lagi yang telah membelenggunya di dalam penjara selama berbulan-bulan.
Sesampainya di rumah, Firman melihat rumahnya sangat sepi. Suasana hening langsung terasa ketika memasukki gerbang. Hanya ada tukang kebun yang menyambut kedatangannya.
“Eh, den Firman sudah pulang!” Sapa tukang kebun. “Iya, Alhamdulillah Pak. Ngomong-ngomong kok sepi ya, pada kemana?” Tanya Firman. “Nyonya dan juragan ada di dalam.” Jawab tukang kebun. “Oh, begitu. Ya sudah saya masuk dulu ya pak.” Firman pun melangkah meninggalkan tukang kebun.
Firman mulai mengetuk pintu rumahnya, tak lama kemudian ada seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu yang terbuka. Ternyata itu adalah Susi ibunya Firman.
“Astaga! Firman! Ini beneran kamu?” Ibunya sangat terkejut melihat kepulangan anaknya. “Iya, bu ini Firman. Assalammu’alaikum.” Ucap Firman sambil mencium tangan ibunya. “Ibu kangen banget sama kamu, nak.” Bu Susi tak kuasa menyembunyikan raut kebahagiaan atas kepulangan anaknya itu. “Firman juga bu.” Ibu dan anak itu pun berpelukan melepas rindu. “Ayo masuk, kamu pasti capek kan? Maaf ibu tidak bisa menjemput kamu karena ibu sibuk mengurus ayahmu.” Kata ibu Susi pada Firman. “Mengurus ayah? Memang ayah kenapa, bu?” Tanya Firman penasaran. “Sejak hakim membacakan hukuman buatmu, ayahmu setiap hari sering melamun, nafsu makannya juga menurun dan sering menyendiri seperti ada yang sedang di pikirkannya. Dan minggu lalu ayahmu masuk rumah sakit karena darah tingginya kumat.” Papar ibunya. “Sekarang ayah di mana?” Firman mencari ayahnya. “Ayahmu lagi istirahat di kamar atas. Tadi pagi dia sempat jatuh di kamar mandi.” Lalu ibunya mengantar Firman ke kamar ayahnya.
Dari balik pintu Firman melihat ayahnya sedang tertidur. Namun saat Firman masuk, ayahnya itu langsung terbangun.
“Ayah, lihat siapa yang datang.” Istrinya memberitahu kepulangan anaknya. Namun tidak ada reaksi sedikitpun yang ditunjukkan ayahnya Firman. Dia hanya menatap Firman dengan tatapan tajam penuh amarah.
Ketika Firman ingin mencium tangannya, ayahnya langsung menarik tangannya dan membuang muka seolah tidak ingin melihat kehadiran Firman. “Mau apa kamu pulang ke rumah ini? Belum puas kamu mempermalukan keluarga?” Cemooh ayahnya. Firman pun terkejut dengan ucapan ayahnya itu. “Aku tahu aku salah. Tapi tolong beri aku kesempatan satu kali lagi untuk mengubah semuanya dan berusaha jadi lebih baik dari sebelumnya.” Ucap Firman memohon dan berlutut di samping ayahnya. “Apa! Kesempatan? Kesempatan apa lagi? Selama ini ayah selalu memberi semua yang kamu pinta. Semua yang ayah lakukan ini buat kamu. Tapi kenapa kamu membalas dengan aib seperti ini Firman! Kenapa?!” Hardik ayahnya. “Semua ini aku lakukan karena ayah dan ibu hanya memberi aku uang dan barang barang mewah. Ayah dan ibu sibuk bekerja siang malam cari uang sampai lupa memberi kasih sayang padaku.” Kata Firman sambil berdiri di depan ayahnya. “Aku butuh teman ngobrol, aku pingin seperti keluarga yang lainnya. Kumpul dengan kedua orangtuanya, jalan-jalan dan sebagainya. Tapi ayah dan ibu hampir tidak punya waktu samasekali buat aku. Kumpul saat lebaran pun tapi pikiran kalian kemana-mana. Bahkan aku sampai lupa kalau aku masih punya orangtua karena ayah dan ibu akhir akhir ini sering pergi pagi pulang pagi. Apa itu yang dinamakan orangtua? Ingat yah, aku masih hidup, aku cuma butuh perhatian dan kasih sayang. Uang bisa aku cari sendiri. Tapi perhatian dan kasih sayang orangtua, belum tentu aku dapat semua itu di luar sana.” Keluh Firman di hadapan kedua orangtuanya lalu melangkah pergi meninggalkan kamar ayahnya. “Kurang ajar! Dasar anak tidak tahu diuntung! Berani-beraninya bicara seperti itu di depanku.” Pekik Ayahnya yang tidak terima atas pernyataan anaknya. “Sabar yah, sabar. Nanti darah tingginya naik lagi.” Istrinya mencoba menenangkan.
Keesokan harinya, Firman sudah ditunggu ayahnya di ruang tamu. Firman pun menghampiri ayahnya itu.
“Ada apa yah, pagi-pagi begini?” Tanya Firman seraya duduk di kursi sebelah ayahnya. “Ada hal penting yang mau ayah bicarakan.” Tandas ayahnya. Firman sedikit heran dengan ayahnya itu. Namun dia tetap mencoba tenang dan mendengarkan ayahnya bicara.
“Kemarin kamu bilang kamu butuh teman ngobrol, butuh orang yang sayang sama kamu. Benar begitu?” Tanya ayahnya. Tak lama ibunya Firman ikut bergabung dalam percakapan. “Maksud Ayah?” Firman mulai bingung. “Ayah dan ibu sudah sepakat akan menjodohkanmu.” Timpal ibunya. ”Supaya ada yang bisa kamu ajak ngobrol dan mengurus kamu.” Lanjut ibunya. Firman sangat terkejut mendengar ucapan kedua orangtuanya itu.
“Betul! Kami akan menjodohkanmu dengan anak kawan seperjuangan ayah dulu Almahum pak Dayat.” Jelas ayahnya. “Ta… Tapi, aku ini anak laki-laki, masa mau dijodohkan? Aku bisa cari jodohku sendiri. Lagipula aku sudah punya pacar.” Tolak Firman dengan rencana perjodohan ini. “Siapa orang yang kamu anggap pacar? Jasmin? Apa yang bisa diharapkan dari anak berandalan itu. Dia cuma bisa mengeruk uangmu, uang ayah!.” Gerutu ayahnya yang mulai terpancing emosi. “Di mana dia saat kamu dipenjara kemarin? Apa dia ada niat buat jenguk kamu, menjenguk pacarnya? Mana! Tidak ada! Orang seperti itu yang kamu anggap sebagai pacar? Omong kosong!” Cecar ayahnya yang semakin menunjukkan reaksi ketidak sukaannya terhadap Jasmin. Firman hanya bisa menunduk tertegun.
“Oke kalau memang itu keinginan ibu dan ayah, aku terima perjodohan ini.” Dengan berat hati Firman menerima perjodohan ini. “Bagus! Memang harusnya begitu. Ayah lebih tahu yang terbaik buat kamu. Siapkan diri kamu karena nanti malam ayah akan perkenalkan kamu dengan calon istrimu.” Tandas ayahnya “Baik yah.” Firman menghela nafas panjang seraya berjalan kembali menuju kamarnya.
Sambil menunggu malam, Firman menghabiskan waktu merenung di pinggir pantai. Firman memikirkan keputusan yang sudah terlanjur dia ambil. Lalu dari arah belakang tiba-tiba Firman mendengar sebuah suara seorang laki-laki. “Berbicara tentang hidayah, banyak yang memilih untuk menunggu walaupun sadar bahwa hidayah itu perlu dicari. Begitupun dengan jodoh. Banyak orang yang memilih untuk berusaha keras mencarinya, walaupun sadar pada hakekatnya jodoh kita sudah ditentukan.” Firman tersentak mendengar suara itu. Suara yang mirip sekali dengan suara Ustad Amir.
Firman berdiri lalu berputar berusaha mencari sumber suara itu. Firman berlari ke segala arah lalu berhenti, berlutut karena kelelahan. Saat Firman membasuh peluh di dahinya, dari kejauhan dia melihat sosok laki-laki mengenakan pakaian serba putih tersenyum ke arahnya. Firman kembali bangkit dan menghampiri sosok tersebut. Namun saat Firman mendekat, sosok tersebut menghilang.
“Siapa dia? Kenapa menghilang? Tidak mungkin laki-laki itu Ustad Amir, dia ada di penjara.” Firman yang sudah sangat kelelahan itu memutuskan untuk pulang.
Malam pun tiba. Terlihat Firman sedang bermain game online di kamarnya. Terdengar suara beberapa mobil berhenti tepat di depan rumahnya namun Firman masih asik dengan game di tangannya. Tak lama terdengar suara ayahnya memanggil. Namun Firman bergeming. Beberapa saat kemudian ibunya yang memanggil. “Firman! Ayo turun ke bawah nak. Ada tamu, ayo temui sebentar.” Panggil ibunya sembari mengetuk pintu kamar. Tanpa mengucap sepatah kata, Firman beranjak dari tempat tidurnya menuju ruang tamu.
Firman melihat ada banyak sekali orang di ruang tamu. Mereka adalah keluaga Almahum Pak Dayat. Firman menyalami satu per satu diiringi senyuman masam.
“Oh ini yang namanya Firman, wah! Tampan sekali.” Ucap seorang wanita bernama Lina yang usianya tak jauh dengan ibunya Firman. “Jadi ini Firman yang mau dijodohkan dengan Bunga?” Lanjut wanita itu. “Benar sekali ini anak kesayanganku. Bagaimana, tidak jauh berbeda kan dengan ayahnya?” Ayahnya Firman berkelakar. Dan gelak tawa pun pecah di ruangan itu. “Oh iya, perkenalkan ini Bunga anak tante.” Firman menyalami sosok gadis bernama Bunga tersebut. Firman memperhatikan mulai dari ujung ujung kaki hingga ujung rambut. Dan betapa terkejutnya Firman ketika melihat wajah Bunga dengan senyum polosnya.
Ternyata perempuan yang akan dijodohkan dengan Firman mengalami Down Syndrom(Autisme). Firman dengan cepat menarik tangannya. Lalu mundur satu langkah mendekat pada ayahnya. Firman berbisik pada ayahnya.
“Kita harus bicara empat mata. Sekarang!” Dengan penuh rasa kesal Firman langsung berbalik berjalan gontai menuju taman di belakang rumah, ayahnya pun mengikuti dari belakang.
Cerpen Karangan: Dicky Argiyatna Facebook: fb.com/thechildmysterius