Langit pagi ini tak secerah biasanya. Awan pekat terlihat menutupi sinar sang surya, menyebabkan seorang gadis yang tengah berjalan santai harus mempercepat langkah kakinya. Takut takut hujan turun dan membuatnya basah kuyup.
Dia Wulan. Seorang gadis biasa yang duduk di bangku sekolah menengah atas semenjak satu tahun yang lalu. Kalau dijelaskan, tak ada yang menarik dari seorang Wulan. Wajahnya juga biasa saja. Hanya, dia memiliki kulit yang putih bersih dan bersinar serta mata sipit yang menjadi ciri khas seorang Wulan.
Kini, gadis itu sudah tak berjalan. Dia memilih berlari kala dirasa rintik hujan mulai turun menerpa kulitnya. Di sisi lain, seorang pria dengan motor vespa toska terlihat memberhentikan motornya tepat disamping Wulan. “Hey, kamu! Mau bareng gak?” tanya pria itu tiba tiba.
Menyadari dirinya dipanggil, Wulan langsung berhenti dan melirikan pandangannya pada pria asing yang mungkin baru pertama kali ini dia melihatnya.
Wulan ragu untuk menjawab. Tapi ketika dia melihat seragam pria itu tepat di lengan kanannya memiliki lambang sekolah yang sama dengan lambang sekolahnya. Sudah bisa Wulan pastikan kalau dia dan pria asing itu satu sekolahan.
“Engg..” pikir Wulan ragu. “Mau apa enggak? Kalau gak mau, yaudah aku duluan. Tapi kamu hati-hati. Udah mau hujan. Ntar kamu basah kuyup.”
Wulan masih mematung di tempatnya. Wulan tak kenal pria itu, tapi dia juga tidak ingin datang ke sekolah dengan pakaian yang basah karena diterpa hujan. “Yaudah, aku ikut,” final Wulan.
Pria itu tersenyum senang merasa dirinya menang. Wulan menginjak step motor dan duduk di belakang. “Pegangan. Nanti kamu jatuh,” titah pria itu. Wulan lagi-lagi ragu. Tapi akhirnya dia hanya bisa menurut. Kini, tangannya sudah melingkar di pinggang pria itu. Pria itu langsung menarik gas motornya dan melenggang di jalanan yang cukup sepi.
Tak butuh waktu lama, mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan. Wulan turun dari atas motor dan berterima kasih lalu pergi meninggalkan pria itu sendirian.
Siang hari ini kepala Wulan terasa panas. Otaknya seperti mengebulkan asap. Bagaimana tidak, seharian tadi semua mapel mengadakan ulangan harian. Dan parahnya, semua ulangan itu dadakan. Ingin rasanya Wulan mencelupkan kepalanya kedalam air es sekarang juga.
“Hey kamu!” teriak sebuah suara dari samping kanan Wulan. “Kita ketemu lagi ya!” lanjutnya yang terdengar sangat senang. Wulan hanya tersenyum tipis menanggapi itu semua. “Kamu aku anter pulang mau gak?” tawarnya. “Enggak usah makasih. Nanti ngerepotin.” tolak Wulan halus. “Enggak kok. Gak ngerepotin sama sekali.” “Hmm.. Yaudah deh.” Akhirnya Wulan setuju. Dia kembali berkendara dia atas motor antik yang bahkan pemiliknya pun dia tidak tahu.
Jalanan sepi, hanya deru motor yang mereka tumpangi yang terdengar begitu nyaring. Sementara penumpangnya hanya diam. Sampai akhirnya sang pria membuka suara, “Rumah kamu dimana?” “Di depan. Lurus aja.”
“Oh iya, nama kamu siapa?” “Wulan.” “Kelas berapa?” “Kelas XI IPS 2.” “Oh.. Wulan. Kenalin, namaku Surya. Anak kelas XII IPA 1.” Wulan membulatkan bibirnya. Gadis itu ber oh ria.
Setelah beberapa ratus meter kemudian, Wulan menepuk pundak Surya guna menghentikan pria itu. “Surya, stop. Itu rumahku.” Surya menghentikan motornya. Bersamaan dengan itu, Wulan juga mulai turun dari motor Surya yang antik. “Makasih ya Surya.” “Iya sama sama. Aku juga pulang ya,” pamitnya. “Gak mau mampir?” “Enggak makasih. Lain kali aja.” Wulan hanya mengangguk dan membiarkan Surya pergi kemanapun sesuka hatinya.
Dua bulan berlalu semenjak perkenalan itu. Tak ada perbedaan yang signifikan dari kehidupan Wulan dan Surya. Hanya saja mereka semakin dekat. Surya selalu datang ke rumah Wulan. Pria itu juga sering mengajak Wulan jalan-jalan di akhir minggu selama dua bulan terakhir.
Seperti sekarang. Mereka berdua tengah berjalan-jalan di taman kota, menikmati sore hari yang damai ini. “Wulan.” Gadis yang baru saja di panggil itu langsung menoleh ke arah Surya. “Ya?” Surya yang duduk di sebelah Wulan tampak ragu untuk berbicara lebih lanjut. “Ngg.. Gak jadi.” Wulan mengerutkan dahinya. “Ih, gak jelas kamu Surya.” Surya tak mempedulikan apa yang barusan wulan katakan. Entahlah, dia ingin jujur akan sesuatu, tapi dia malah gugup seperti ini. Padahal Wulan yang berada di sampingnya terlihat biasa-biasa saja.
Gadis itu, ah Surya tak bisa untuk berhenti memandanginya. Wajahnya yang bersinar terang bak rembulan di malam hari seakan menjadi candunya. Tak dapat dipungkiri kalau dua bulan terakhir, Surya diam-diam menaruh hati pada gadis yang kini tengah duduk bersebelahan dengan dirinya.
“Wulan,” panggil Surya lagi. Wulan mengalihkan pandangannya pada Surya. Sial, pria itu tampan sekali. Wulan jadi salah tingkah dibuatnya. “Iya Surya?” “Aku, aku suka sama kamu.”
Wulan terdiam. Dia sama sekali tak tahu harus mengeluarkan respon seperti apa. Jantungnya kini sudah berdetak tak karuan. Dadanya serasa ingin meledak. “Em, sebenarnya, aku juga suka kamu Surya.” Mendengar semua itu, Surya merasa lega. Semua yang dia rasakan ternyata terbalaskan. Tapi walau begitu, hatinya bilang untuk tetap di tahap ini saja. “Tapi, aku gak berani lebih,” ungkap Surya. Surya memang menyukai Wulan. Cinta malah. Tapi entahlah, dia belum memikirkan hal yang lebih dari sekedar suka. Surya takut jika suatu saat dia akan mengecewakan gadis itu. “Aku gak bisa melangkah lebih jauh. Aku takut tersesat dan buat kamu kecewa.” Wulan hanya tersenyum. Senyum yang manis. “Gak papa Surya.”
Tiga hari setelah semua pengakuan itu, Surya yang kini duduk di bangku kelas XII dinyatakan lulus dan nilainya juga bagus. Tapi, ada hal yang mengganjal di benaknya. Dia pasti akan berpisah dengan Wulan. Gadis yang dicintainya. Terlebih, Papah nya menyuruh dia untuk kuliah di Amerika. Apakah dia sanggup untuk pergi?
Malam harinya, Surya mengajak Wulan untuk makan malam di sebuah restoran romantis yang paling terkenal di kota. Surya sengaja memesan private room untuk mereka berdua. Dia hanya ingin menghabiskan malam ini bersama Wulan.
“Selamat Surya! Kamu udah lulus. Aku seneng banget.” Surya tersenyum getir. Selain untuk makan, dia mengajak Wulan ke tempat ini untuk memberitahukan sesuatu yang mungkin akan membuat gadis itu kecewa.
“Surya. Kok diem aja?” “Oh iya Wulan, aku ada sesuatu buat kamu.” “Apa tuh?” Surya merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kalung indah yang terlihat mahal. “Aku mau kasih kamu kalung ini.” “Wah.. Manisnya.” Surya bangkit dari duduknya dan menghampiri Wulan. “Aku pakein ya.” Wulan mengangguk mengiakan. Surya yang mendapat persetujuan dari wulan langsung memakaikan kalung cantik itu. Di sibakkannya rambut Wulan yang hitam legam menampilkan pundak Wulan yang putih nan mulus. Dengan telaten dan hati hati Surya mengaitkan kedua ujung kalung itu sampai bersatu dan kembali menuju tempat dia duduk setelahnya.
Tiara Vebriyanti