Setelah tiba, Aku berjalan di jembatan yang dipenuhi kawula muda. Sebagian berkumpul bersama, ada juga yang berpacaran; semua penuh suka cita dan canda tawa. Kulewati perlahan, sesekali mereka memperhatikanku yang berjalan sendiri tanpa teman ataupun pasangan. “Itu jomblo miris banget! sendirian di pantai,” seperti itulah makna tatapan tajam mereka.
Semakin jauh melangkah, aku menemukan satu pemandangan yang berbeda. Seorang wanita cantik menyendiri di ujung jembatan dengan suara yang besar. “i’m jealous of the wind.” Lagu galau, di pinggir pantai, sendirian pula; paket lengkap seorang sad girl.
Karena penasaran, duduk lah disampingnya. Membaca buku perjalan menghapus luka dengan lagu galau dari gawainya. Lagu silih berganti namun dirinya tetap diam memandangi pantai yang kian ramai.
“Ka, sendirian saja. Aku boleh temenin. aku Boy.” “Eh… i…i…iyaa, aku Nadira!” Suasana kembali hening..
Akhirnya kutinggalkan wanita itu sejenak. “ka, ini ice cream untuk kakak.” Dia terkejut, mengambil dengan gemetar penuh keraguan. “Makasih ya, mas Boy,” Ucapnya perlahan. Sesekali kita berbicara satu sama lain membahas alamat, hingga kesibukan sehari-hari. Sampai akhirnya Nadira pun keceplosan jika dirinya sedang patah hati, dan mencari tempat untuk lari dari kenyataan.
Aku diam, dan melirik kearahnya, “maaf… aku jadi buat kakak teringat.” “Gapapa, mas.” “Aku senang ada teman ngobrol.” “Dari tadi sendirian; mas juga di sampingku hanya membaca buku saja.” Nadira kembali tenang. Aku memancingnya kembali, “lagian sih, masa wanita kaya kakak, sendirian di pantai dengerin lagu galau, dan melamun saja. Siapa yang tidak ngeri melihatnya?” Nadira tertawa, “Haha… Haha… Hahaha…” Dirinya akhirnya bercerita perihal alasannya menyendiri.
Nadira baru saja diselingkuhi pacarnya, setelah berpacaran selama lima tahun. Padahal bulan depan mereka akan lamaran. Yang lebih parah, pacarnya selingkuh dengan Alisa, yang bisa dibilang sepupu kandung Nadira. Mereka ketahuan berselingkuh di apartment milik sepupunya. Waktu itu, Nadira pergi ke apartment tersebut bersama Gaby, Kakak dari Alisa. Saat Nadira hendak masuk ke apartment, ternyata pacarnya hendak pulang setelah main di apartment milik keluarga Alisa.
Sontak saja, Nadira berteriak marah-marah. Menanyakan alasan pacarnya main di apartment berduaan dengan Alisa. Disaat yang bersamaan Alisa, dan Gaby mempertanyakan alasan Nadira, “kenapa semarah itu kepada pacarnya Alisa?” Setelah mendengarnya, Nadira menangis hingga mengusir pacarnya untuk pergi, dan jangan menemuinya untuk selama-lamanya.
Setelah kejadian itu, Nadira bercerita kepada Alisa, dan Gaby. Andri adalah pacar Nadira, sudah lima tahun berpacaran. Alisa menangis di pelukan Nadira, berkata jika tidak tahu, dan meminta maaf karena minggu depan mereka akan lamaran. Gaby pun melarang adiknya, namun tetap saja Alisa menolak keras. Hingga akhirnya Gaby, dan Nadira pergi meninggalkan Alisa di apartement.
Setelah kejadian itu, Nadira mencari cara agar bangkit. Dirinya menangis di kamar; namun tak jua menyembuhkan lukanya. Setelah dua minggu berselang, Nadira pergi kesini untuk melepaskan luka dengan menyendiri, dan menikmati suasana. Dirinya mengakui dengan mendengarkan lagu galau di depan umum membuatnya sedikit lebih tenang.
Setelah bercerita panjang lebar. Nadira menitipkan pesan kepadaku, “Boy, kamu itu laki-laki. Jangan menyakiti hati wanita, jangan memberi janji akan menikahi, jika janjimu hanya di mulut saja.” Kemudian Nadira pergi. “Sebentar Nad, aku minta kontakmu.” Dia tersenyum, “ini kontakku, aku buru-buru mas. Gojeknya sudah datang. Terimakasih ya.” Nadira langsung pergi, dengan wajah yang lebam akibat tangisannya.
Sesampainya di rumah aku langsung memberi kabar ke Nadira. Nadira langsung meneleponku. Dia sudah di rumah, dan berterima kasih kepadaku. Sebenarnya Nadira niat ingin bunuh diri, melompat dari jembatan penyeberangan dekat pantai sini. Namun, Nadira membatalkan niatnya karena dia sudah lega telah bercerita denganku. Nadira mengajakku videocall untuk membuktikan jika dia sudah di rumah. Bahkan, dia menunjukkan sebuah surat selamat tinggal jika niatnya untuk bunuh diri terlaksana. Surat itu langsung dirobek di hadapanku saat video call berlangsung.
Hingga sampai saat ini, kami makin intens untuk bertemu. Dan Aku bersyukur telah menyelamatkan nyawa seseorang karena menghiburnya waktu itu. Aku tak tahu jika waktu itu tidak menegurnya, mungkin dirinya telah meninggal dunia akibat patah hati.
Cerpen Karangan: Wahyu Mulia Hady Blog / Facebook: Wahyu Mulia Hady